Awas, Ini 4 Dampak Kekeringan Ekstrem bagi Kesehatan

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   05 Juli 2019
Awas, Ini 4 Dampak Kekeringan Ekstrem bagi KesehatanAwas, Ini 4 Dampak Kekeringan Ekstrem bagi Kesehatan

Halodoc, Jakarta - Baru-baru ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), menginformasikan adanya sejumlah wilayah di Indonesia yang mengalami kekeringan panjang hingga ekstrem. Kepala Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG memprediksi, tahun ini musim kemarau akan lebih kering dan terasa panas daripada tahun sebelumnya. 

Menurut BMKG, potensi kekeringan meteorologis (iklim) ini sebagian besar terjadi di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, dengan kriteria panjang hingga ekstrem. Di Pulau Jawa contohnya Sumedang, Magetan, Ngawi, Bojonegoro, Gresik, hingga Pasuruan. 

Ahli di BMKG juga mengatakan adanya potensi Awas atau telah mengalami Hari Tanpa Hujan (HTH) lebih dari 61 hari. Selain itu, prakiraan curah hujan rendah kurang dari 20 milimeter dalam 10 hari mendatang. 

Pertanyaannya, apa sih dampak kesehatan dari musim kemarau panjang dan kekeringan ekstrem?

Baca juga: Waspada 4 Penyakit Musiman Ini 

1. Masalah Paru-Paru 

Kemarau panjang dapat meningkatkan polusi udara, sebab frekuensi hujan akan berkurang. Padahal, hujan sendiri bisa membersihkan polutan-polutan. Nah, polusi udara baik di alam atau ruangan dapat berhubungan langsung dengan sel paru saat kita menarik napas. 

Dari sel paru ini, zat polutan bisa menyerang organ lain dalam tubuh melalui peredaran darah. Ketika masuk ke tahap lanjut, kerusakan sel ini akan semakin luas dan bisa menyerang saluran pernapasan bawah dan atas. Tak cuma itu saja, partikel polusi yang telah melewati paru masuk ke peredaran darah dan menyerang pembuluh hingga jantung. 

Di lain tempat, ahli dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengatakan, kemarau panjang dapat mengurangi kualitas udara dan membahayakan kesehatan orang dengan kondisi tertentu. Selama musim ini, tanah kering dan kebakaran hutan akan meningkatkan jumlah partikel udara dalam bentuk asap. 

Nah, partikel inilah yang bisa mengiritasi saluran udara dan memperburuk penyakit pernapasan kronis. Misalnya asma dan meningkatkan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)

2. Meningkatnya Penyebaran Agen Penyakit

Musim kemarau panjang dan kekeringan ekstrem juga bisa meningkatkan risiko penyebaran wabah penyakit, seperti leptospirosis, diare, dan kolera. Peluang kejadian penyakit ini akan meningkat ketika terjadinya kekurangan air untuk sanitasi atau kekeringan, atau saat terjadi banjir. 

Ingat, jangan menyepelekan penyakit seperti kolera. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri yang bernama Vibrio cholerae. Penyakit ini bisa terjadi pada orang dewasa maupun anak-anak. Kolera ini bisa menimbulkan diare parah, sehingga menyebabkan dehidrasi. 

Baca juga: 7 Cara Tepat Menghentikan Diare

3. Dehidrasi

Dehidrasi ini bisa disebabkan oleh beberapa penyakit seperti diare dan kolera, atau kondisi lingkungan seperti kekeringan ekstrem. Sekitar 60 persen berat tubuh terdiri dari air. Seseorang dengan bobot 70 kilogram,  menandakan terdapat 42 liter air dalam tubuhnya. Organ penting seperti otak dan jantung tiga perempatnya terdiri dari air. Bahkan, tulang yang keliatannya 'kering' sekalipun, 31 persennya terdiri dari air. Nah, sudah kebayang kan betapa pentingnya air bagi tubuh? 

Awas, dehidrasi parah bisa menimbulkan sederet komplikasi. Mulai dari kejang, gagal ginjal, syok hipovolemik, hingga kematian. 

4. Sakit Mata

Udara yang kering dan debu mudah berterbangan ketika musim kemarau. Nah, kondisi inilah yang bisa meningkatkan risiko sakit mata dengan gejala mata menjadi kering. Kondisi ini bisa terjadi ketika air mata tak memiliki kemampuan yang cukup untuk lubrikasi mata. Gejala yang muncul tak cuam itu saja, tapi bisa juga mata merah, belekan, hingga rasa mengganjal pada mata. 

Berdasarkan data UN Water, pada 2025 seluruh wilayah Indonesia masuk ke dalam krisis air tingkat medium. Artinya, air bersih ada tapi terbatas. Sedangkan Pulau Jawa (lebih dari 140 juta penduduk) masuk ke dalam kategori krisis air tingkat tinggi.

Menurut data United Nations (UN) pada 2050 permintaan terhadap air bersih diproyeksikan meningkat sebanyak lebih dari 40 persen. Imbasnya, seperempat populasi dunia akan hidup di negara-negara dengan krisis air bersih yang sangat kronis. 

Mau tahu lebih jauh mengenai masalah di atas? Atau memiliki keluhan kesehatan lainnya? Kamu bisa kok bertanya langsung pada dokter melalui aplikasi Halodoc. Lewat fitur Chat dan Voice/Video Call, kamu bisa mengobrol dengan dokter ahli tanpa perlu ke luar rumah. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga di App Store dan Google Play!

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan