Awas Kalap Harbolnas, Kenali Compulsive Shopping Disorder

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   12 Desember 2019
 Awas Kalap Harbolnas, Kenali Compulsive Shopping Disorder Awas Kalap Harbolnas, Kenali Compulsive Shopping Disorder

Halodoc, Jakarta - Jujur aja, siapa yang menunggu-nunggu event hari belanja online nasional (harbolnas) hari ini? Uang gajian tentu masih tersimpan untuk disisihkan belanja online di harbolnas. Tentu banyak yang tergiur dengan event belanja online ini, karena pasti banyak promo dan potongan harga yang ditawarkan. Alih-alih jadi lebih hemat (karena banyak potongan harga), kalau kalap ya sama borosnya, dong!

Belanja tentu menyenangkan, apalagi kalau banyak diskonnya. Namun, perlu waspada kalau sampai kalap belanja. Bisa-bisa kamu mengalami gangguan compulsive shopping disorder. Gangguan compulsive shopping disorder atau yang juga dikenal sebagai compulsive buying disorder merupakan jenis gangguan kontrol impuls dan kecanduan perilaku, yang mungkin berkaitan dengan gangguan obsesif kompulsif (OCD). 

Perilaku kompulsif mengacu pada pengulangan berkelanjutan dari suatu perilaku terlepas dari konsekuensi yang merugikan. Kompulsif didorong oleh obsesi terhadap sesuatu barang belanjaan. Belanja kompulsif ditandai oleh keasyikan berlebih atau kontrol impuls yang buruk dengan berbelanja. Padahal, konsekuensinya merugikan masalah keuangan, bahkan konflik pada pernikahan. 

Baca juga: Impulsif Salah Satu Ciri Gangguan Kepribadian Ambang?

Compulsive Shopping Disorder Termasuk Gangguan Mental

Belanja kompulsif mirip dengan kecanduan perilaku, seperti pesta makan dan judi. Pengeluaran kompulsif sering terjadi bersamaan dengan penyakit mental lainnya seperti depresi, kecemasan, dan gangguan makan. Tidak seperti kecanduan lainnya yang terjadi pada remaja, compulsive shopping disorder sebagian besar berkembang pada usia 30 tahunan, ketika seseorang mencapai kemandirian finansial. 

Jika kamu mengalami karakteristik berikut ini, maka kemungkinan kamu mengalami compulsive shopping disorder :

  • Sibuk berbelanja barang-barang yang tidak dibutuhkan.
  • Menghabiskan banyak waktu untuk melakukan penelitian tentang barang-barang yang didambakan dan berbelanja barang-barang yang tidak dibutuhkan.
  • Kesulitan menolak pembelian barang yang tidak dibutuhkan.
  • Kesulitan keuangan karena belanja yang tidak terkendali.
  • Memiliki masalah di tempat kerja, sekolah, atau rumah karena belanja yang tidak terkendali. 

Banyak orang dengan compulsive shopping disorder merasa kecewa dengan diri mereka sendiri dan mengalami depresi karena kurangnya kontrol mereka atas perilaku mereka. Barang-barang umum yang sering dibeli termasuk pakaian, sepatu, perhiasan, dan barang-barang rumah tangga. Kebanyakan orang yang mengalami compulsive shopping disorder lebih suka berbelanja sendiri atau online, karena merasa malu berbelanja dengan orang lain. 

Baca juga: 3 Ciri Obsessive Compulsive Disorder, Jadi Salah Satunya?

Pola Compulsive Shopping Disorder

Gangguan belanja impulsif ini memiliki polanya sendiri. Coba cek, apakah kamu mengalaminya.

  1. Pembelian impulsif. Pembeli yang impulsif sering membeli barang-barang berdasarkan dorongan hati. Ia juga sering berusaha menyembunyikan kebiasaan belanja mereka. Pengeluaran tanpa refleksi yang memadai dapat menyebabkan barang-barang yang belum dibuka kemasannya masih ada dalam lemari saat mereka melanjutkan siklus belanja. 
  2. Merasa bahagia saat belanja. Pembeli kompulsif mengalami kegembiraan saat mereka belanja. Nah, kegembiraan ini bisa jadi kecanduan. 
  3. Berbelanja untuk mengurangi emosi yang tidak menyenangkan. Seseorang biasanya impulsif belanja untuk mengisi kekosongan emosional, seperti kesepian, kurangnya kontrol, atau kurangnya harga diri. Sering kali suasana hati yang negatif seperti frustasi memicu keinginan untuk berbelanja.
  4. Bersalah dan menyesal. Kegiatan belanja diikuti oleh perasaan penyesalan. Mereka merasa bersalah dan tidak bertanggung jawab atas pembelian yang mereka anggap sebagai kesenangan.
  5. Rasa sakit saat membayar. Melakukan pembayaran dengan uang tunai lebih menyakitkan daripada membayar dengan kartu kredit. Kekuatan psikologis utama dari kartu kredit yaitu mereka memisahkan kesenangan membeli dari rasa sakit membayar. Kartu kredit menggoda seseorang untuk berpikir tentang aspek positif dari pembeliaan. 

Baca juga: 4 Gangguan Mental yang Terjadi Tanpa Disadari

Bagaimana caranya menahan keinginan untuk berbelanja kompulsif? Langkah pertama yang efektif adalah mengidentifikasi mengapa dan bagaimana belanja menjadi awal masalah. Kemudian lacak pemicu kamu ingin berbelanja. Kamu juga bisa berkomunikasi dengan psikolog melalui aplikasi Halodoc untuk mendapatkan saran penanganan yang tepat. Terapi ini mungkin efektif dalam mengurangi gejala pada banyak pembeli kompulsif. 

Referensi:

Very Well Mind. Diakses pada 2019. Understanding Compulsive Shopping Disorder.

Psychology Today. Diakses pada 2019. 5 Patterns of Compulsive Buying



Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan