Bagaimana Gangguan Otot Distonia Diobati?

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   02 Februari 2019
Bagaimana Gangguan Otot Distonia Diobati?Bagaimana Gangguan Otot Distonia Diobati?

Halodoc, Jakarta – Pernahkah kamu melihat orang yang bagian tubuhnya sering bergerak-gerak sendiri secara berulang-ulang? Itu adalah pertanda bahwa orang tersebut mengidap distonia. Gangguan pergerakan ini memang bisa menyebabkan pengidapnya mengalami kontraksi otot secara berulang-ulang tanpa sadar.

Kontraksi otot yang terjadi bisa ringan atau berat. Tapi, pengidap yang mengalami kontraksi otot yang berat tentu saja akan merasa tidak nyaman dan terganggu saat melakukan aktivitas sehari-hari. Karena itu, cari tahu cara mengobati distonia di sini.

Mengenali Distonia

Distonia adalah gangguan pada pergerakan otot yang menyebabkan otot berkontraksi tanpa diinginkan secara berulang-ulang. Gangguan ini bisa terjadi pada satu bagian tubuh (distonia fokal), dua atau lebih bagian tubuh yang saling berkaitan (distonia segmental), ataupun seluruh bagian tubuh (distonia general). Gerakan yang berulang-ulang ini menyebabkan pengidap distonia biasanya memiliki postur tubuh yang tidak normal dan kadang-kadang gemetaran (tremor).

Baca juga: 4 Faktor yang Memicu Pengidap Epilepsi Mengalami Kejang

Ada dua jenis distonia bila dilihat dari penyebabnya, yaitu distonia primer dan distonia sekunder.  Distonia primer adalah distonia yang belum diketahui penyebabnya, namun dari beberapa kasus, ditemukan adanya mutasi genetik atau faktor keturunan pada pengidap distonia primer. Distonia jenis ini biasanya dialami seseorang sejak kecil. Sedangkan distonia sekunder, terjadi akibat berbagai pemicu berikut:

  • Infeksi. Infeksi virus, seperti HIV dan radang otak bisa menjadi penyebab terjadinya distonia sekunder.

  • Gangguan pada sistem saraf. Pengidap penyakit Parkinson dan sklerosis ganda berisiko tinggi mengalami distonia.

  • Gangguan pada otak. Adanya gangguan pada otak, misalnya kelumpuhan otak (cerebral palsy), tumor otak, dan stroke bisa menjadi pemicu terjadinya distonia sekunder.

  • Obat-obatan. Jenis obat yang bisa memicu distonia adalah antipsikotik (obat untuk mengatasi gangguan mental) dan obat antikejang (obat epilepsi).

  • Penyakit Huntington. Penyakit keturunan yang bisa mengakibatkan gangguan mental.

  • Penyakit Wilson. Penyakit akibat terjadinya penumpukan tembaga di jaringan tubuh.

  • Trauma, contohnya cedera tulang belakang atau cedera tulang tengkorak.

Distonia termasuk penyakit yang cukup langka. Tercatat, hanya 1 persen populasi dunia yang mengidap penyakit ini dengan jumlah pengidap wanita lebih banyak daripada pria.

Gejala Distonia

Distonia bisa memberi dampak yang berbeda-beda pada tiap pengidap. Berikut kontraksi otot yang bisa terjadi akibat distonia:

  • Awalnya, kontraksi otot bisa terjadi hanya di satu area tertentu, seperti tungkai, leher, ataupun lengan. Biasanya, distonia fokal yang timbul setelah umur 21 tahun berawal dari leher, lengan, atau wajah.

  • Kontraksi muncul pada saat melakukan hal-hal tertentu, seperti menulis.

  • Kontraksi akan semakin parah bila pengidap stres, kelelahan, atau merasa cemas.

  • Kontraksi menjadi lebih terlihat seiring berjalannya waktu.

Cara Mengobati Distonia

Sayangnya, sampai saat ini belum ada cara untuk menyembuhkan distonia. Tapi, beberapa pengobatan berikut dapat dilakukan untuk mengurangi frekuensi kemunculan gejala dan tingkat keparahannya.

1. Obat-Obatan

Untuk mengatasi kontraksi otot distonia, pengidap akan diberikan jenis obat yang dapat   menghambat sinyal-sinyal di otak yang merangsang kekakuan otot. Jenis obat yang mungkin akan diresepkan oleh dokter sesuai dengan kondisi pengidap, antara lain levodopa untuk mengontrol gerakan motorik (biasa digunakan juga untuk pengidap penyakit Parkinson), obat antikolinergik untuk menghambat kimia yang menjadi penyebab kejang otot, baclofen untuk mengontrol kejang, diazepam untuk memberikan efek relaksasi, dan tetrabenazine untuk menghambat dopamin.

2. Suntik Botox

Botulinum toxin atau yang dikenal juga dengan botox berguna untuk menghambat senyawa-senyawa penyebab kontraksi, sehingga tidak mencapai target otot yang menjadi sasaran. Botox diberikan dengan cara disuntikkan langsung pada area yang terkena. Efek suntikan botox dapat bertahan selama dua sampai tiga bulan, setelah itu perlu diberikan suntikan ulangan. Tapi, suntikan ini hanya bisa diberikan untuk distonia fokal.

Baca juga: Benarkah Suntikan Botox Bisa Mengurangi Sakit Pengidap Trigeminal NeuralgIia?

3. Fisioterapi

Dokter mungkin juga akan menyarankan pengidap untuk melakukan berbagai macam terapi, seperti fisioterapi, pijat, ataupun peregangan otot untuk meredakan nyeri otot, terapi bicara, terapi sensorik untuk mengurangi kontraksi otot, dan latihan pernapasan, seperti yoga.

Baca juga: 5 Gangguan Kesehatan yang Diatasi dengan Fisioterapi

4. Operasi

Ada dua jenis operasi yang bisa dilakukan untuk mengatasi gejala distonia bila pengobatan tidak berhasil, antara lain operasi stimulasi otak dalam dan operasi denervasi selektif. Operasi stimulasi otak dilakukan dengan cara menanamkan elektroda atau baterai pada otak dan menghubungkannya dengan listrik di dalam tubuh untuk menghambat gejala distonia. Sedangkan dalam operasi denervasi selektif, saraf yang menjadi penyebab kejang otot akan dipotong untuk menghentikan gejala distonia secara permanen.

Itulah beberapa cara untuk mengobati distonia. Sebelum memutuskan untuk melakukan terapi atau mengonsumsi obat apapun, pastikan kamu membicarakannya terlebih dahulu dengan dokter. Pasalnya, pengobatan distonia juga bisa menimbulkan beberapa efek samping.

Bila kamu ingin mengetahui penyakit distonia lebih banyak, tanyakan saja kepada dokter dengan menggunakan aplikasi Halodoc. Melalui Video/Voice Call dan Chat, kamu bisa menghubungi dokter untuk berdiskusi soal kesehatan kapan saja dan di mana saja. Yuk, download Halodoc sekarang juga di App Store dan Google Play.

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan