Benarkah Pedofilia Terjadi karena Kelainan Saraf Otak?

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   25 Mei 2019
Benarkah Pedofilia Terjadi karena Kelainan Saraf Otak?Benarkah Pedofilia Terjadi karena Kelainan Saraf Otak?

Halodoc, Jakarta – Istilah pedofilia sering diartikan dengan makna yang salah. Pedofilia hampir selalu dikaitkan dengan hal-hal berbau negatif, terutama tentang kejahatan seksual terhadap anak-anak. Satu hal yang perlu diketahui, tidak semua pelaku kejahatan seksual adalah pedofilia dan tidak semua pengidap pedofilia pasti melakukan kejahatan seksual.

Pedofilia adalah gangguan seksual. Orang yang mengidap gangguan ini disebut pedofil. Kondisi ini menyebabkan pengidapnya memiliki hasrat seksual terhadap remaja atau anak-anak yang masih berusia di bawah 14 tahun. Seseorang bisa dianggap sebagai pedofil jika usianya sudah lebih dari 16 tahun.

Baca juga: Kenali Lebih Dalam Mengenai Gangguan Seksual Pedofilia

Meski masih banyak terjadi perdebatan, tapi banyak ahli yang menyebut bahwa pedofilia sebenarnya adalah penyakit. Ini disebut berkaitan dengan kelainan yang terjadi pada otak pengidapnya. Benarkah?

Sebenarnya, penyebab pasti dari pedofilia masih belum diketahui. Namun, ada beberapa hal yang diduga berkaitan dengan kondisi ini. Salah satunya adalah pengaruh gangguan neurotransmiter, yaitu saraf pembawa pesan atau isyarat dari otak ke bagian tubuh lain.

Selain itu, masih ada banyak faktor yang disebut-sebut berkaitan dengan penyebab pedofilia. Kondisi ini disebut terjadi karena faktor psikologis sosial, bukan biologis. Latar belakang keluarga, hingga trauma di masa lalu disebut memicu seseorang menjadi pedofil. Namun, kasus semacam ini angkanya tidak cukup banyak.

Sejauh ini, gangguan pada otak menjadi faktor risiko pedofilia yang paling bisa diterima. Ditambah lagi, sudah ada beberapa penelitian terkait kondisi ini, dan rata-rata hasilnya menggambarkan pedofil dengan IQ rendah dan ingatan jangka pendek, kurangnya white matter pada otak, kadar testosteron rendah, serta masalah-masalah pada otak.

Ada perbedaan respon otak yang dihasilkan pada kondisi normal dan pada pedofilia. Jika pada orang normal, otak secara spontan akan menghasilkan gelombang saraf dan insting untuk melindungi dan menyayangi. Sedangkan pada pedofil, gelombang saraf tersebut terganggu dan malah meningkatkan hasrat seksual.

Baca juga: Termasuk Gangguan Seksual, Bisakah Pedofilia Disembuhkan?

Penanganan Tidak Hanya pada Pengidapnya

Penanganan pedofilia tidak bisa dilakukan dengan berfokus pada pengidapnya saja. Nyatanya, dibutuhkan dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar untuk dapat mencegah kondisi ini mengarah pada kejahatan atau kriminalitas.

Pedofilia adalah penyakit yang pengobatannya difokuskan pada perubahan perilaku untuk jangka panjang. Pengidap kondisi ini mungkin membutuhkan observasi dan antisipasi dari sekelompok dokter-dokter psikis.

Sayangnya, belum banyak orang yang mengerti cara tepat menghadapi pengidap pedofilia. Seringnya, orang-orang dengan gangguan ini malah dikucilkan dan selalu disalahkan atas apa yang ia alami.

Sebenarnya, mendiagnosis kondisi ini tidak mudah untuk dilakukan. Peran serta dan kesaksian dari keluarga, teman, serta orang di lingkungan sekitar pedofil akan sangat dibutuhkan. Meski begitu, upaya untuk memastikan bahwa seseorang memang benar mengidap gangguan ini atau tidak, perlu dilakukan. Sehingga, istilah pedofil tidak lagi sembarangan disematkan dan disalahartikan.

Scan MRI dan beberapa pemeriksaan lain mungkin bisa sedikit membantu. Berbagai tes yang dilakukan dengan alat pendeteksi gelombang otak dapat digunakan untuk mengobservasi aktivitas otak. Melalui tes ini, gelombang otak akan terekam dan bisa diketahui bagian mana yang menjadi pemicu kelainan ini terjadi.

Baca juga: Ini 5 Cara Jauhkan Si Kecil dari Pedofilia

Punya masalah kesehatan dan butuh saran dokter? Pakai aplikasi Halodoc saja. Kamu bisa menghubungi dokter melalui Video/Voice Call dan Chat. Dapatkan informasi seputar kesehatan dan tips hidup sehat dari dokter terpercaya. Yuk, download sekarang di App Store dan Google Play!

Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan