Benarkah Stigma Negatif Tentang Skizofrenia Bisa Memperburuk Kondisi?

Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   24 Maret 2021
Benarkah Stigma Negatif Tentang Skizofrenia Bisa Memperburuk Kondisi? Benarkah Stigma Negatif Tentang Skizofrenia Bisa Memperburuk Kondisi?

Halodoc, Jakarta - Stigma mengenai gangguan kesehatan mental memang sudah berkembang sejak lama. Hal ini jelas merugikan, bahkan dalam Harvard Psychiatry Review juga menyebutkan bahwa secara historis, orang yang berurusan dengan kondisi kejiwaan sering diperlakukan tidak adil, mereka kerap dianggap orang yang berbahaya, tidak stabil, dan kejam. 

Di banyak negara, akses ke layanan kesehatan mental yang memadai masih menjadi perjuangan bagi banyak orang. Padahal gangguan kesehatan mental jelas akan sangat membatasi fungsi sehari-hari. Salah satunya adalah skizofrenia. Lantas, benarkah stigma buruk tentang skizofrenia bisa memperburuk kondisinya? Mari simak ulasannya berikut ini!

Baca juga: Deteksi Lebih Dini Gangguan Mental Skizofrenia

Skizofrenia dan Stigma Negatif Tentangnya

Tahukah kamu bahwa ada sekitar 26 juta orang di seluruh dunia yang hidup dengan gangguan skizofrenia? Menurut U.S. National Institute of Mental Health (NIMH), skizofrenia adalah gangguan otak yang parah dan bisa membuat pengidapnya tak bisa berfungsi atau menjalankan hidup seperti semestinya. 

Orang yang didiagnosis dengan skizofrenia sering kali dapat mengalami delusi dan halusinasi, yang menyebabkan mereka melihat atau mendengar hal-hal yang tidak ada dan mempercayai hal-hal yang tidak benar. Gangguan tersebut juga mengganggu emosi, memori, dan kemampuan seseorang untuk bersosialisasi dan berhubungan dengan orang lain.

Sayangnya, penyebab skizofrenia tidak jelas. Karena itu, perawatan saat ini hanya berfokus pada meredakan gejala gangguan tersebut. Obat antipsikotik, seperti clozapine dan haloperidol biasanya menjadi pilihan pertama saat merawat orang dengan skizofrenia.

Pengidap skizofrenia juga perlu mendapatkan perawatan psikososial, seperti terapi perilaku kognitif untuk membantu meningkatkan perilaku dan pemikiran dan rehabilitasi untuk meningkatkan interaksi sosial.

Perawatan ini biasanya diberikan kepada pasien yang telah distabilkan dengan obat antipsikotik. Perawatan semacam ini bisa efektif untuk sebagian besar pengidap skizofrenia, sehingga memungkinkan mereka berfungsi lebih normal dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, tampaknya masyarakat secara keseluruhan memiliki gagasan lain tentang seperti apa orang yang didiagnosis dengan skizofrenia. Bahkan karena stigma negatif yang berkembang ini malah membuat pengidapnya tidak mendapatkan perawatan kesehatan mental yang seharusnya ia terima. 

U.S. National Alliance on Mental Illness (NAMI) mengklaim bahwa 64 persen orang percaya bahwa kepribadian ganda atau sering beralih antara perilaku normal dan aneh adalah gejala skizofrenia. Hal ini kemudian mendorong persepsi bahwa pengidap skizofrenia tidak dapat diprediksi, yang menyebabkan ketakutan masyarakat terhadap mereka. Alhasil, pengidapnya dibiarkan menjalani sisa hidupnya dengan tidak menerima perawatan kesehatan mental yang sesuai. Bahkan banyak kasus pemasungan terhadap pengidap gangguan jiwa di Indonesia.

Baca juga: Kapan Ciri-Ciri Skizofrenia Mulai Muncul pada Seseorang?

Bahaya Stigma Negatif Skizofrenia

Mungkin tidak mengherankan, persepsi negatif masyarakat tentang orang dengan skizofrenia telah menghentikan individu dengan gangguan tersebut untuk mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan, baik dalam hal pengobatan maupun dukungan sosial.

NAMI sendiri juga melaporkan bahwa hanya 46 persen orang mengatakan mereka akan memberitahu teman jika mereka telah didiagnosis menderita skizofrenia, sementara 27 persen mengatakan mereka akan malu untuk memberi tahu orang lain jika salah satu anggota keluarga mereka sendiri telah didiagnosis dengan gangguan tersebut.

Seseorang yang mendengar komentar negatif dan merendahkan tentang orang dengan penyakit mental yang parah tidak akan mengaku mengalami gejala apa pun dan kemudian tidak akan mencari bantuan bahkan ketika mereka berada pada tahap awal dan menyadari bahwa pikiran mereka mungkin tidak sehat. 

Gejala tersebut tidak hanya menyebabkan isolasi, tetapi pengidapnya akan meninggalkan teman dan keluarga mereka, begitu juga keluarga dan teman-temannya. Mereka akan meninggalkan pasien skizofrenia tanpa dukungan yang sebenarnya sangat mereka butuhkan. 

Baca juga: Perilaku Sering Kacau, Awas Gejala Skizofrenia 

Jadi, jika suatu hari kamu melihat salah satu orang terdekatmu mengalami gejala gangguan kesehatan mental, sebaiknya segera diskusikan dahulu dengan psikolog atau psikiater di Halodoc untuk memastikannya. Mintalah saran mengenai langkah-langkah penanganan yang perlu dilakukan untuk mencegah kondisi semakin memburuk. Ambil smartphone-mu sekarang dan manfaatkan Halodoc untuk bicara dengan dokter atau psikolog, kapan dan di mana saja.

Referensi:
Harvard Psychiatry Review. Diakses pada 2021. Introduction: Violence and Mental Illness.
Medical News Today. Diakses pada 2021. Schizophrenia: Shattering The Stigma.
Very Well Mind. Diakses pada 2021. Overcoming the Stigma That Unfairly Links Violence and Mental Illness.

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan