Benarkah Wanita Rentan Alami Skleroderma?

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   02 Oktober 2019
Benarkah Wanita Rentan Alami Skleroderma?Benarkah Wanita Rentan Alami Skleroderma?

Halodoc, Jakarta - Pernah mendengar keluhan kesehatan kulit bernama skleroderma? Bagi kamu yang masih asing dengan penyakit ini, terutama para wanita, rasanya perlu harap-harap cemas. Pasalnya, penyakit kulit yang menyerang struktur dan jaringan kulit ini, ternyata lebih rentan dialami wanita. Kira-kira, apa alasannya ya?

Rentan Dialami Wanita, Kok Bisa? 

Skleroderma tak pandang bulu, penyakit ini bisa menyerang siapa saja, baik pria maupun wanita di segala usia. Akan tetapi, umumnya skleroderma diidap oleh mereka yang berusia 30 dan 50 tahun. Lantas, apa sih penyebab skleroderma? 

Sebenarnya, apa yang menyebabkan wanita rentan mengidap penyakit ini, tak diketahui pasti. Namun, ada dugaan kuat kalau penyakit ini disebabkan oleh autoimun. Alih-alih melindungi tubuh dari serangan penyakit, sistem imun justru menyerang jaringan tubuh.

Baca juga: Inilah 5 Cara untuk Mendiagnosis Skleroderma

Dalam tubuh pengidap skleroderma, sistem imun jadi sangat aktif, sehingga sel jaringan ikat memproduksi protein kolagen terlalu banyak. Alhasil, kulit akan menebal dan timbul jaringan parut pada sebagian organ dalam tubuh.

Nah, penyakit autoimun sering kali berhubungan dengan hormonal, khususnya hormon estrogen. Pada dasarnya perempuan memang lebih banyak memiliki hormon estrogen dalam tubuhnya, ketimbang pria. 

Hormon estrogen sendiri berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan karakteristik seksual wanita serta proses reproduksi. Tak cuma itu, fungsinya mengatur fungsi organ dan sel, hingga mengatur perkembangan dan metabolisme. 

Selain wanita, adakah faktor lainnya yang bisa meningkatkan risiko terjadinya skleroderma? 

Dari Amerika hingga Paparan Debu

Skleroderma adalah hasil dari kelebihan produksi dan akumulasi kolagen dalam jaringan tubuh. Kolagen sendiri merupakan sejenis protein berserat yang membentuk jaringan ikat tubuh, termasuk kulit. 

Nah, selain gangguan sistem imun, ada pula beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadi skleroderma. Misalnya, orang asli Amerika, Afrika-Amerika, perempuan, usia 30–50 tahun, dan penggunaan kemoterapi seperti bleomisin. Di samping itu, paparan terhadap debu silika dan solven organik juga bisa meningkatkan risikonya.

Tak Cuma Menyoal Kulit

Gejala skleroderma bisa berbeda antara satu pengidap dan pengidap lainnya. Sebab selain menyerang struktur dan jaringan kulit, skleroderma juga bisa menyerang bagian lain. Misalnya, pembuluh darah, saluran pencernaan, hingga organ tubuh dalam lainnya. 

Pada stadium awal, skleroderma memang menimbulkan gejala pada kulit. Contohnya, ditandai dengan pengerasan dan penebalan kulit terutama pada bagian mulut, hidung, jari dan kulit yang melapisi tulang. 

Namun, ketika skleroderma mulai berkembang, lain lagi ceritanya. Gejalanya juga bisa berkembang, seperti  rambut rontok, deposit kalsium di bawah kulit yang ditandai dengan benjolan putih, atau pembuluh darah yang membesar di bawah permukaan kulit. Tak cuma itu saja, ada juga pengidapnya yang mengalami nyeri sendi, sesak napas, batuk kering, diare, konstipasi, kesulitan menelan, dan refluks esophagus.

Baca juga: Mengidap Skleroderma, Ikuti Gaya Hidup Sehat Ini

Nah, bila merasakan gejala-gejala di atas, segeralah tanyakan pada dokter untuk penanganan lebih lanjut. Kamu bisa kok bertanya langsung pada dokter melalui aplikasi Halodoc. 

Lalu, bagaimana sih cara mengatasi skleroderma?

Atasi Gejalanya, Bukan Menyembuhkan

Sayangnya, hingga kini belum ada obat yang efektif untuk menyembuhkan skleroderma. Penanganan yang diberikan hanya membantu mengendalikan gejala, menekan tingkat keparahan, dan mencegah terjadinya komplikasi. 

Perawatan untuk gejala umum dapat melibatkan pemberian kortikosteroid dan imunosupresan, seperti methotrexate atau Cytoxan, ataupun obat antiinflamasi nonsteroid. Di samping itu, pemberian antibiotik juga bisa digunakan untuk mencegah infeksi, karena seringkali lesi yang menebal mengelupas dan menyebabkan luka terbuka.

Selain itu, pengobatan skleroderma juga bergantung dengan gejalanya. Pengobatannya juga bisa meliputi:

  • Bergantung pada gejalanya.

  • Pengobatan juga bisa, meliputi obat tekanan darah, terapi fisik, obat untuk membantu pernapasan, hingga terapi cahaya, seperti fototerapi ultraviolet A1.

Mau tahu lebih jauh mengenai masalah di atas? Atau memiliki keluhan kesehatan lainnya? Kamu bisa kok bertanya langsung pada dokter melalui aplikasi Halodoc. Lewat fitur Chat dan Voice/Video Call, kamu bisa mengobrol kapan dan di mana saja dengan dokter ahli tanpa perlu ke luar rumah. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga di App Store dan Google Play!

Referensi:
Mayo Clinic. Diakses pada 2019. Diseases and Conditions. Scleroderma.
WebMD. Diakses pada 2019. Scleroderma: Main Types & Top Questions Answered.

Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan