Berpisah dengan Ibu Sejak Kecil Picu Perilaku Agresif pada Anak

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   20 September 2021
Berpisah dengan Ibu Sejak Kecil Picu Perilaku Agresif pada AnakBerpisah dengan Ibu Sejak Kecil Picu Perilaku Agresif pada Anak

“Perkembangan perilaku anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dan tempat tinggalnya. Inilah mengapa anak sebaiknya bertumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga yang sehat dan harmonis.”

Halodoc, Jakarta – Bukan tanpa alasan, keluarga yang tidak harmonis tentu akan memiliki pengaruh besar terhadap terbentuknya perilaku anak. Bahkan, perpisahan antara anak dengan ibunya yang terjadi sejak usianya masih kecil bisa memicu munculnya perilaku agresif.

Umumnya, anak yang masih berusia kurang dari lima tahun akan lebih dekat dengan ibunya. Ini artinya, ikatan antara anak dan ibu sudah pasti lebih kuat. Tak heran, semua pengasuhan dan perawatan sejak Si Kecil lahir mayoritas dilakukan oleh ibu. Studi pun menunjukkan bahwa ikatan ini sudah terbentuk sejak anak masih berada dalam kandungan. 

Perpisahan dan Perilaku Agresif pada Anak

Berdasarkan sebuah studi yang dipublikasikan dalam jurnal Attachment and Human Development menuliskan bahwa perpisahan antara ibu dan anak akan membuat anak menjadi lebih agresif, terlebih jika usianya masih balita. Kondisi ini dikaitkan dengan pentingnya peran ibu saat masa-masa tersebut. 

Baca juga: Si Kecil Sering Marah, Ini Cara Mengatasinya

Saat anak balita berpisah dengan ibunya, ia akan mengalami trauma psikologis yang disebabkan karena kehilangan sosok ibu yang sangat dibutuhkan. Anak akan cenderung mudah marah, mengalami kesulitan dalam mengontrol emosinya, dan berperilaku lebih agresif pada orang lain. 

Wajar saja, anak merasa dirinya tak diberikan kasih sayang, perhatian, dan pengasuhan yang seharusnya ia peroleh dari orangtua, terutama ibu. Meski ia telah mendapatkan banyak perhatian dari ayah atau anggota keluarga yang lain, tetap saja figur ibu tetap tak tergantikan. 

Lingkungan juga Berperan

Lingkungan keluarga yang tidak harmonis cenderung akan membentuk sikap dan perilaku negatif pada anak. Saat anak berada dalam kondisi ini, ia akan cenderung menarik diri, menjadi lebih pendiam, dan tidak bersosialisasi dengan orang lain.

Baca juga: Apakah Normal Balita yang Galak dan Sering Marah?

Hal ini terjadi karena sejak kecil, anak sudah diharuskan menghadapi dan melihat permasalahan keluarganya, terlebih orangtuanya yang seharusnya bisa menjadi panutan untuk dirinya. Jadi, saat muncul masalah serius di lingkungan keluarga, bukan tidak mungkin perkembangan mental anak akan berpengaruh juga. 

Bisa jadi, saat anak masih belia, dampak yang ditimbulkan masih belum terasa jelas. Namun, saat usianya semakin dewasa, ia akan mulai menunjukkan sifat agresif tersebut. Tentunya, tanda yang bisa diamati adalah ia akan mengalami kesulitan dalam mencari teman dan bersosialisasi. Inilah mengapa, konflik keluarga memang sebisa mungkin dihindari. Pun, ketika anak telah menjadi agresif, ibu perlu tahu apa yang menjadi penyebabnya. 

Akhirnya, tak hanya sosok seorang ibu yang bisa menjadi penentu baik dan buruknya perilaku anak. Mereka yang dibesarkan oleh ibu sendiri pun bukan tak mungkin tetap memiliki perilaku agresif jika lingkungan tempat tinggal dan keluarga tidak mendukung. Maka, pastikan ibu menciptakan lingkungan yang penuh perhatian dan kasih sayang kepada sang buah hati, ya?

Baca juga: Perilaku Agresif, Ini Cara Mengobati Sindrom Reye

Hindari memarahi, membentak, berkata kasar, atau bahkan menghukum dengan memukul jika Si Kecil melakukan kesalahan. Ingat, bu, anak masih terus belajar, dan ibu menjadi guru dan teladan utama bagi mereka di rumah. Berikan pemahaman dan pengertian dengan kata-kata yang lembut dan tidak mengedepankan emosi. Jelaskan bahwa apa yang ia lakukan salah, dan jangan lupa, berikan contoh yang benar. Jangan pernah menyerah dan selalu sabar, ya, bu!

Bantu anak melatih mengontrol emosinya dengan cara yang benar. Jika ibu merasa kewalahan dan butuh bantuan, ibu bisa kok meminta saran langsung dari ahlinya melalui aplikasi Halodoc. Ibu hanya perlu download aplikasi Halodoc di ponsel dan membuat janji temu di rumah sakit dengan psikolog jika memang dibutuhkan. 

This image has an empty alt attribute; its file name is Banner_Web_Artikel-01.jpeg
Referensi: 
Kimberly Howard, et al. 2009. Diakses pada 2021. Early mother–child separation, parenting, and child well-being in Early Head Start families. Attachment & Human Development 13(1): 5-26.
Fomby, P., & Cherlin, A. J. 2007. Diakses pada 2021. Family Instability and Child Well-Being. American Sociological Review, 72(2): 181–204.

Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan