Cerebral Palsy Tetap Bisa Lakukan Aktivitas Fisik

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   22 Juli 2019
Cerebral Palsy Tetap Bisa Lakukan Aktivitas FisikCerebral Palsy Tetap Bisa Lakukan Aktivitas Fisik

Halodoc, Jakarta - Gangguan perkembangan otak pada bayi selama dalam kandungan dapat membuatnya terlahir dengan kondisi cerebral palsy. Secara medis, kondisi ini dijelaskan sebagai kelumpuhan otak, yang menyebabkan gangguan pada gerak dan koordinasi tubuh. Namun sebenarnya, anak yang mengidap cerebral palsy tetap bisa lakukan aktivitas fisik, kok.

Ya, selama menjalani pengobatan dan terapi, pengidap cerebral palsy tetap dapat menjalani aktivitas fisik seperti layaknya orang pada umumnya. Berbagai pengobatan yang dapat dilakukan untuk kondisi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pengidap dalam beraktivitas secara mandiri. 

Baca juga: Hal yang Terjadi pada Tubuh Jika Terkena Cerebral Palsy

Metode pengobatan yang umumnya diberikan pada pengidap cerebral palsy adalah:

1. Obat-Obatan

Pada pengidap cerebral palsy, obat-obatan biasanya diresepkan dokter untuk meredakan nyeri atau melemaskan otot yang kaku, agar bisa lebih mudah untuk bergerak. Jenis obat yang digunakan dapat berbeda, tergantung luasnya otot yang kaku.

Pada kaku otot yang hanya terjadi di area setempat, dokter akan memberikan suntik botox (botulinum toxin) setiap 3 bulan. Botox juga dapat digunakan untuk mengatasi ngiler. Sementara itu, untuk kaku otot yang terjadi di seluruh tubuh, dokter mungkin akan meresepkan diazepam dan baclofen.

2. Terapi

Selain obat-obatan, berbagai jenis terapi juga diperlukan untuk mengatasi gejala cerebral palsy, di antaranya:

  • Fisioterapi. Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan gerak dan kekuatan otot, serta mencegah kontraktur (pemendekan otot yang membuat gerakan menjadi terbatas).

  • Terapi okupasi. Bertujuan untuk membantu pengidap menangani kesulitan dalam beraktivitas, misalnya mandi atau berpakaian. Terapi ini juga akan sangat membantu meningkatkan kepercayaan diri dan kemandirian.

  • Terapi bicara. Sesuai dengan namanya, terapi ini diperuntukkan bagi pengidap cerebral palsy yang mengalami gangguan bicara.

Baca juga: Akankah Cerebral Palsy Membatasi Kecerdasan?

3. Operasi

Prosedur operasi diperlukan jika kaku otot mengakibatkan kelainan pada tulang. Berikut beberapa jenis prosedur operasi yang biasa disarankan:

  • Bedah ortopedi. Prosedur ini dilakukan untuk mengembalikan tulang dan sendi ke posisi yang benar, serta memanjangkan otot dan tendon, agar kemampuan gerak meningkat.

  • Selective dorsal rhizotomy (SDR). Dilakukan jika prosedur lain tidak mampu mengatasi nyeri dan kaku otot. Prosedur ini dilakukan dengan memotong salah satu saraf tulang belakang.

  • Pada pengidap dengan gejala sulit menelan (disfagia), dokter akan menyarankan pemberian makanan lunak dan lembut, sambil melatih otot-otot menelannya dengan fisioterapi. Sementara pada pengidap yang ngiler, akan dilakukan operasi untuk mengarahkan aliran air liur ke belakang mulut, agar tidak menetes ke luar terus.

Jika anak menunjukkan tanda-tanda cerebral palsy, segera konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan metode pengobatan dan terapi yang paling sesuai. Sekarang, diskusi dengan dokter spesialis yang kamu inginkan juga bisa dilakukan di aplikasi Halodoc, lho. Lewat fitur Talk to a Doctor, kamu bisa obrolkan langsung gejalamu melalui Chat atau Voice/Video Call.

Sebab jika pengobatan tidak segera dilakukan, ada berbagai komplikasi serius yang mengintai pengidap cerebral palsy, yaitu:

  • Kekurangan nutrisi akibat sulit menelan makanan;

  • Stres dan depresi;

  • Penyakit paru-paru;

  • Kepadatan tulang yang rendah (osteopenia);

  • Penyakit osteoarthritis;

  • Gangguan penglihatan.

Baca juga: Lumpuh Otak Alias Cerebral Palsy Bisa Dikenali Sejak dalam Kandungan?

Bagaimana Mendeteksi Cerebral Palsy pada Anak?

Mengingat pengobatan dan terapi perlu dilakukan sesegera mungkin, cerebral palsy pada anak berarti perlu dideteksi secepatnya. Lantas, bagaimana mendeteksinya? Dokter akan menduga seorang anak mengalami cerebral palsy, apabila terdapat sejumlah gejala yang mengarah pada kondisi tersebut. 

Namun, untuk memastikannya dokter akan menyarankan pemeriksaan lanjutan, seperti:

  • Elektroensefalografi (EEG). Bertujuan untuk melihat aktivitas listrik otak, dengan menggunakan bantuan alat khusus yang disambungkan ke kulit kepala.

  • Uji pencitraan. Dilakukan untuk melihat area otak yang rusak atau berkembang tidak normal. Sejumlah uji pencitraan yang dapat dilakukan adalah MRI, CT scan, dan USG.

  • Dokter saraf juga dapat menjalankan pemeriksaan fungsi luhur untuk menemukan adanya gangguan kecerdasan, serta gangguan dalam bicara, mendengar, melihat, dan bergerak.

Nah, untuk melakukan pemeriksaan, kini kamu bisa langsung buat janji dengan dokter di rumah sakit melalui aplikasi Halodoc, lho. Tunggu apa lagi? Yuk download aplikasinya sekarang!







Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan