Hati-Hati, Gangguan Tidur Jadi Gejala Lewy Body Dementia

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   23 Juli 2019
Hati-Hati, Gangguan Tidur Jadi Gejala Lewy Body DementiaHati-Hati, Gangguan Tidur Jadi Gejala Lewy Body Dementia

Halodoc, Jakarta - Tidur yang nyaman, kualitas hidup juga meningkat. Berbeda kalau kamu mengalami gangguan tidur, aktivitas di kemudian hari bisa menjadi terganggu. Gangguan tidur REM (rapid eye movement), salah satu jenis gangguan tidur ini bisa membuat tubuh pengidapnya bergerak mengikuti mimpi saat sedang tidur. Pernah mengalami kondisi ini? Sebaiknya kamu tidak mengabaikannya. Pasalnya ini bisa menandakan kamu mengalami lewy body dementia.

Dalam dunia medis, lewy body dementia adalah sejenis pikun yang umum terjadi. Kondisi ini menyebabkan mereka yang mengidapnya mengalami penurunan drastis pada kemampuan mental. Pengidapnya bahkan bisa mengalami mengalami halusinasi visual yang membuatnya tidak lagi bisa fokus. 

Baca Juga: Lewy Body Dementia dan Alzheimer, Apa Bedanya?

Apa Penyebab Seseorang Mengidap Lewy Body Dementia

Penyakit ini bisa terjadi karena adanya penumpukan protein yang dinamakan lewy body di sel saraf di bagian otak yang mengatur cara berpikir, daya ingat, dan gerakan tubuh (motorik). Tidak hanya menyebabkan kepikunan, dan gangguan tidur, efek lainnya termasuk berbagai gejala fisik yang mirip dengan penyakit Parkinson, seperti otot kaku, gerak tubuh lambat, dan tremor.

Sayangnya hingga kini belum diketahui alasan gumpalan protein ini bisa terbentuk, dan bagaimana ia bisa merusak otak. Kemungkinan, masalah ini muncul saat protein mengganggu sinyal yang dikirimkan dari otak. Parahnya lagi, lewy body dementia bisa terjadi pada orang-orang yang bahkan tidak punya anggota keluarga yang mengalami demensia.

Namun, terdapat beberapa faktor seseorang bisa mengalami kondisi ini, antara lain:

  • Memiliki usia lebih tua dari 60;

  • Berjenis kelamin laki-laki;

  • Memiliki anggota keluarga yang memiliki Lewy body dementia, atau yang mengidap penyakit Parkinson;

  • Depresi juga ditemukan memiliki hubungan dengan penyakit ini.

Jika kamu memiliki faktor risiko atau gejala seperti yang disebutkan, segera periksakan diri ke dokter. Kamu juga bisa buat janji dengan dokter melalui aplikasi Halodoc supaya lebih mudah.

Baca Juga: Beginilah Proses Terjadinya Demensia Pada Seseorang

Tak Hanya Gangguan Tidur, Ini Gejala Lewy Body Dementia

Akibat penyakit ini, terdapat beberapa gejala lain yang terjadi dan mengganggu kehidupan pengidapnya. Gejala tersebut, antara lain:

  • Mengalami halusinasi visual. Lewy body dementia biasanya ditandai pertama kali dengan munculnya halusinasi. Halusinasi ini bisa berupa melihat seseorang, hewan, atau bentuk-bentuk tertentu yang sebenarnya tidak nyata. Tidak hanya visual, halusinasi suara, penciuman, dan indera sentuhan juga bisa terjadi. 

  • Gangguan fungsi tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom. Sistem saraf yang sering terpengaruh oleh Lewy body dementia biasanya adalah sistem yang mengatur tekanan darah, denyut nadi, produksi keringat, dan sistem pencernaan. Akibatnya, penderita jadi sering pusing, terjatuh, dan mengalami gangguan pencernaan. 

  • Gangguan gerakan tubuh. Gangguan ini mirip dengan gejala penyakit Parkinson, seperti gerakan tubuh yang melambat, otot yang kaku, tremor, atau cara berjalan yang diseret.

  • Gangguan kognitif. Pengidap mengalami gangguan berpikir (kognitif) mirip dengan penderita Alzheimer, misalnya linglung, tak bisa memusatkan perhatian, masalah visual-spasial, dan hilangnya memori.

  • Tak bisa memusatkan perhatian. Pengidapnya sewaktu-waktu bisa mendadak kantuk, terdiam dan melihat ke suatu titik dalam waktu lama, tidur siang dalam waktu lama, dan berbicara ngawur.

  • Depresi. Beberapa pengidap lewy body dementia juga mengalami depresi hingga kehilangan motivasi.

Bagaimana Cara Mengobat Kondisi Ini?

Baca Juga: Bisakah Usia Muda Terkena Lewy Body Dementia?

Sayangnya hingga kini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan lewy body dementia, maupun untuk memperlambat progresnya. Namun, dokter dapat menyarankan pengidapnya untuk melakukan pengobatan untuk mengontrol kemunculan gejalanya hingga beberapa tahun. Pengobatan tersebut antara lain:

  • Obat-obatan untuk mengurangi halusinasi, rasa kantuk, masalah gerakan, dan gangguan tidur;

  • Terapi seperti fisioterapi, terapi okupasional, dan terapi wicara untuk pengidap yang punya masalah dengan gerakan tubuh, aktivitas sehari-hari, dan kesulitan berkomunikasi;

  • Terapi psikologi, misalnya stimulasi kognitif, yaitu aktivitas dan latihan yang didesain untuk meningkatkan memori, kemampuan menyelesaikan masalah, dan kemampuan bahasa.

 

Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan