Hati-Hati, Pendaki Gunung Lebih Berisiko Mengidap Psikosis

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   12 Desember 2018
Hati-Hati, Pendaki Gunung Lebih Berisiko Mengidap PsikosisHati-Hati, Pendaki Gunung Lebih Berisiko Mengidap Psikosis

Halodoc, Jakarta - Dari beragamnya jenis gangguan jiwa, psikosis merupakan salah satu masalah yang mesti diwaspadai. Kata ahli, psikosis adalah kondisi di mana pengidapnya mengalami kesulitan untuk membedakan kenyataan dan imajinasi. Pengidap psikosis biasanya mengalami gejala berupa delusi atau waham dan halusinasi. Contohnya, pengidap gangguan mental ini mendengar suara orang berbicara, meski kenyataannya tidak demikian.

Menurut ahli, psikosis menjadi pencetus dari banyaknya penyakit mental mulai dari skizofrenia, depresi, gangguan skizoafektif, dan bipolar. Oleh sebab itu, penyakit ini lebih banyak diderita oleh pengidap skizofrenia, bipolar, dan beberapa gangguan kepribadian.

Sayangnya, sampai saat ini penyebab gangguan mental ini belum diketahui pasti. Namun, beberapa ahli menduga kalau pola tidur yang buruk, konsumsi alkohol atau menggunakan ganja, dan trauma akibat kehilangan orang yang dicintai, bisa memicu munculnya gangguan mental ini.

Akan tetapi, selain hal-hal di atas ada pula hal lainnya yang bisa meningkatkan risiko terjadinya penyakit mental ini. Kata ahli, mendaki gunung ternyata juga bisa menjadi faktor pemicunya. Lalu, bagaimana aktivitas ini bisa membuat seseorang sulit untuk membedakan mana yang realita, mana yang fantasi?

Halusinasi Karena Ketinggian Ekstrem?

Mendaki gunung memang terbilang sebagai aktivitas yang menantang dan menyenangkan untuk sebagian orang. Apalagi bila gunung-gunung yang didaki menyimpan keindahan luar biasa. Gunung Everest, misalnya. Namun dibalik kegiatan yang memacu adrenalin ini, ada masalah mental yang diam-diam menghantui. Bahkan, benar-benar bisa menyebabkan pendakinya menjadi gila sungguhan.

Hal ini didasarkan dari hasil studi oleh tim Eurac Research di Italia dan Medical University Innsbruck di Austria dalam jurnal Psychological Medicine. "Pegunungan memang teramat indah, tetapi kami tak menyangka ia bisa membuat kita gila," kata penulis studi sekaligus kepala Institute of Mountain Emergency Medicine di Eurac Research, Bolzano, Italia, seperti dilansir Live Science.

Hasil studi para ahli menemukan bahwa, mendaki gunung dengan ketinggian ekstrem (contoh: Everest) bisa menyebabkan gangguan mental, terutama psikosis. Para ahli punya sebutan sendiri mengenai kondisi ini, yaitu isolated high-altitude psychosis.

Kekurangan Oksigen Bisa Memicunya

Sebelum studi ini dilakukan, para ahli menduga kalau gejala psikotik pendaki diduga karena sakit akibat ketinggian (altitude sickness) yang lebih umum dialami oleh para pendaki. Misalnya, sakit kepala parah, pusing, dan ketidakseimbangan tubuh.

Menurut ahli, altitude sickness ini disebabkan karena tubuh kekurangan oksigen. Sebab tempat yang amat tinggi, seperti gunung bisa menyebabkan hipoksia (kekurangan oksigen). Bahkan, bisa memicu munculnya cairan yang mematikan di paru-paru atau otak.

Ada kejadian menarik yang bisa kamu lihat mengenai kaitan pendakian gunung dengan gangguan mental ini. Contohnya, kasus Jeremy Windsor yang mengalami gangguan aneh ketika mendaki Everest pada tahun 2008. Ketika mencapai ketinggian 8.200 meter, dia bercerita kalau dirinya bertemu dengan seorang pendaki bernama Jimmy.

Singkat cerita, pria itu memberi Jeremy dukungan dan menyemangatinya untuk terus mendaki, bahkan berjalan bersamaan. Namun, Jimmy menghilang tanpa jejak beberapa waktu kemudian.

Kata ahli, apa yang dialami Jeremy disebut sebagai “Third man syndrome” (sindrom orang ketiga). Sindrom ini dianggap bagian dari sakit karena ketinggian yang menyebabkan pendaki berhalusinasi.

Punya keluhan atau gangguan mental? Jangan ragu untuk menghubungi dokter, kamu bisa kok bertanya langsung kepada dokter ahli melalui aplikasi Halodoc. Lewat fitur Chat dan Voice/Video Call, kamu bisa mengobrol dengan dokter ahli tanpa perlu ke luar rumah. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga di App Store dan Google Play!

Baca juga:

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan