Ini Alasan Mengapa Difteri Mematikan

Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   17 Maret 2020
Ini Alasan Mengapa Difteri MematikanIni Alasan Mengapa Difteri Mematikan

Halodoc, Jakarta - Penyakit difteri pernah menjadi sorotan. Pasalnya, banyak daerah di Indonesia telah melaporkan kasus ini. Bahkan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pernah menetapkan hal ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) pada tahun 2017 lalu.

Demi menanggulangi wabah difteri yang terjadi di Indonesia, pemerintah mengadakan pemberian ORI (Outbreak Response Immunization) atau imunisasi penanganan kejadian luar biasa pada daerah yang terkena kasus difteri. Faktanya, tidak sedikit kasus difteri yang berujung dengan kematian.

Meskipun kini penyakit difteri tidak lagi mewabah, ada baiknya kamu mengetahui alasan difteri disebut sebagai penyakit yang mematikan.

Baca Juga: Begini Proses Penularan dari Difteri

  1. Bakterinya Mudah Menular

Difteri adalah jenis penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi di selaput lendir hidung dan tenggorokan. Melansir dari Mayo Clinic, difteri disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae yang biasanya berkembang biak di atau dekat permukaan tenggorokan.

Bakteri ini juga mudah ditularkan dan penularannya mencakup berikut ini:

  • Tetesan di udara. Ketika pengidap difteri bersin atau batuk, mereka akan melepaskan droplets atau tetesan yang mengandung bakteri. Orang yang berada di dekatnya berisiko tinggi tertular jika menghirup tetesan yang telah terkontaminasi C. diphtheriae. Difteri mudah menyebar dengan cara ini, terutama ketika seseorang berada dalam kerumunan yang ramai, penuh dan sesak.
  • Barang yang terkontaminasi. Barang-barang juga dapat menularkan bakteri difteri. Handuk, alat makan, tisu bekas adalah beberapa contoh barang yang bisa menularkan difteri. Seseorang juga dapat menularkan bakteri penyebab difteri dengan menyentuh luka yang terinfeksi.
  1. Menimbulkan Komplikasi Serius

Umumnya penyakit difteri diawali dengan rasa sakit di tenggorokan, demam, lemas hingga membengkaknya kelenjar getah bening. Namun gejala khas dari difteri adalah munculnya sebuah selaput berwarna putih keabuan di sekitar bagian belakang tenggorokan. Selaput ini bernama pseudomembran yang dapat berdarah jika dikelupas. Kondisi ini dapat menyebabkan rasa sakit saat menelan.

Pada beberapa kasus, gejala ini disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening dan pembengkakan jaringan lunak di leher yang disebut bullneck. Salah satu komplikasi serius yang bisa disebabkan oleh difteri adalah dapat menyebabkan infeksi nasofaring yang bisa berdampak kesulitan bernapas dan menyebabkan kematian.

Bakteri penyebab difteri bekerja dengan cara membunuh sel-sel sehat dalam tenggorokan dengan racun yang ia hasilkan, sehingga sel-sel tersebut mati. Kumpulan sel mati ini kemudian membentuk lapisan abu-abu pada tenggorokan. Racun dari bakteri juga dapat menyebar ke aliran darah, sehingga menyebabkan jantung, ginjal, dan sistem saraf menjadi rusak.

Baca Juga: Benarkah Difteri Merupakan Penyakit Musiman?

Salah satu gejala yang muncul adalah detak jantung yang tidak normal. Hal ini kemudian menyebabkan gagal jantung pada orang yang telah terinfeksi. Beberapa pengidap dapat mengalami pembengkakan otot dan katup jantung.

  1. Sulit Dicegah

Berita buruknya, pola hidup sehat seperti menjaga kebersihan, serta banyak makan sayur dan buah saja tidak cukup untuk mencegah penyakit difteri. Pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan imunisasi.

Kegunaan Vaksin DPT

Dikutip dari Medical News Today, pemberian vaksin DPT (difteri, pertusis, dan tetanus) dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu ketika anak berumur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, satu setengah tahun, dan lima tahun. Jika anak terlambat diberikan imunisasi, anak masih dapat diberikan imunisasi kejaran sesuai anjuran dokter sebelum usianya 7 tahun.

Sebagian besar dari orang yang terkena difteri belum pernah diimunisasi sama sekali. Melansir dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jenis imunisasi yang mencegah difteri adalah DPT.

Selain tidak pernah diimunisasi sama sekali, orang yang tidak mendapatkan DPT secara lengkap juga berpotensi terserang difteri, bahkan setelah dewasa. Artinya, penyakit ini tidak hanya menjangkiti anak-anak.

Lantas, apakah orang yang sudah pernah diimunisasi DPT masih bisa terkena difteri? Pada dasarnya, pemberian vaksin pada tubuh bertujuan untuk membantu meningkatkan kekebalan tubuh terhadap penyakit tertentu.

Vaksin DPT berfungsi untuk mencegah penyakit difteri, tetanus, dan batuk rejan. Rata-rata orang yang telah divaksin memiliki kadar protektif antibodi lebih baik terhadap penyakit. Namun, masih ada peluang seseorang terkena difteri meski sudah pernah divaksin.

Baca Juga: Deteksi Difteri dengan Pemeriksaan Ini

Selain itu, kekebalan terhadap difteri tidak berlangsung seumur hidup. Oleh karena itu, kamu tetap harus vaksin ulang setiap 10 tahun seumur hidup.

Kalau kamu ingin tahu lebih lanjut mengenai penyakit mematikan ini, kamu dapat berbincang-bincang bersama dokter melalui aplikasi Halodoc. Lewat aplikasi, kamu dapat menghubungi dokter kapan saja dan di mana saja.

Referensi :

Mayo Clinic. Diakses pada 2020. Diphtheria
Medical News Today. Diakses pada 2020. Everything you need to know about diphtheria
World Health Organization. Diakses pada 2020. Diphtheria

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan