Jangan Percaya Mitos tentang Herpes Ini

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   23 Januari 2021
Jangan Percaya Mitos tentang Herpes IniJangan Percaya Mitos tentang Herpes Ini

Halodoc, Jakarta - Herpes mungkin menjadi penyakit yang terbilang umum. Menurut WHO, sebanyak 3,7 miliar orang di bawah usia 50 tahun memiliki virus herpes simpleks tipe 1 (HSV-1) - itu berarti 67 persen dari populasi global dalam kelompok usia tersebut. Sebanyak 417 juta orang lainnya (11 persen) antara usia 15 dan 49 di seluruh dunia memiliki virus herpes simplex tipe 2 (HSV-2).

Banyak yang menganggap HSV-1 lebih jinak, tetapi ternyata tidak banyak perbedaan antara kedua jenis virus tersebut. Memang benar bahwa HSV-2 adalah penyakit menular seksual dan dapat menyebabkan luka atau lecet pada alat kelamin, tetapi tipe 1 juga dapat melakukan hal yang sama.

Baca juga: Penanganan Efektif saat Alami Herpes di Mulut

Salah satu kesalahpahaman besar adalah bahwa herpes mulut disebabkan oleh HSV-1 dan herpes genital selalu tipe 2, tetapi tidak selalu demikian. Nah, agar tidak lagi keliru, sebaiknya kamu tahu apa saja mitos tentang herpes yang seharusnya tidak kamu percaya:

  • Herpes Hanya Terjadi pada Orang yang Sering Berganti Pasangan

Namun, kamu juga bisa terkena herpes meski tidak memiliki banyak pasangan. Meski tidak ada gejala yang muncul, seperti benjolan kecil berwarna merah, lepuhan putih, rasa nyeri, dan gatal, kamu masih bisa menyebarkan virus dan menginfeksi orang lain. Ketika muncul lepuhan, virus herpes menjadi sangat menular, dan hubungan seksual bukan menjadi satu-satunya cara penularannya.

Penggunaan kondom tentu bisa mencegah terjadinya penularan, asalkan digunakan dengan benar selama berhubungan. Namun, bukan berarti sampai di sini saja. Pasalnya, herpes tetap dapat menyebar melalui kontak kulit pada area yang terbuka.

Baca juga: Herpes Bisa Terjadi pada Bayi, Apa Sebabnya?

  • Tes Darah Menjadi Cara Terbaik untuk Mengetahui Apakah Kamu Mengidap Herpes

Sayangnya, tes darah tidak selalu akurat. Diperlukan waktu dua minggu hingga enam bulan setelah terpapar herpes sebelum terdeteksi di dalam darah. Lebih rumit lagi, jika kamu berisiko rendah terkena herpes dan asimtomatik, ini meningkatkan risiko hasil positif palsu. Oleh karena itu, CDC merekomendasikan pengujian rutin untuk herpes, kecuali kamu atau pasangan memiliki gejala. 

Tes yang paling akurat adalah saat kamu dapat mengambil sampel usap dari lesi herpes baru, tetapi seringkali diagnosis dibuat oleh dokter berdasarkan riwayat dan laporan gejala. Singkatnya, jika kamu tidak memiliki gejala, tidak perlu melakukan tes darah.

  • Herpes Membuatmu Tidak Bisa Berhubungan Seks

Tidak benar, karena pengobatan herpes itu sebenarnya sederhana. Jika kamu mengalami gejala, kamu bisa menggunakan aplikasi Halodoc untuk bertanya langsung pada dokter penanganan terbaik yang bisa dilakukan. Obat biasanya diberikan untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Pun jika kamu sering mengalaminya, dokter bisa meresepkan penggunaan harian. 

Baca juga: Mitos atau Fakta Herpes Tidak Bisa Disembuhkan?

Jadi, tidak perlu berkecil hati, mengingat herpes menjadi penyakit yang umum terjadi. Kamu hanya perlu melakukan tindakan pencegahan sebaik mungkin, juga untuk penanganan sesegera mungkin jika muncul gejala. Bagaimanapun juga, mencegah sudah tentu jauh lebih baik daripada mengobati, dan melindungi orang terkasih dari penularan herpes termasuk salah satunya. 

Hindari menyerap semua informasi yang kamu dapatkan dari orang lain, terutama yang belum jelas asal mulanya. Cari tahu terlebih dahulu kebenarannya, tentu saja dengan bertanya langsung pada ahlinya! 



Referensi:
One Medical. Diakses pada 2021. 3 herpes myths to stop freaking out about.

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan