Kenapa Demonstrasi Rawan akan Kekerasan yang Menular?

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   25 September 2019
Kenapa Demonstrasi Rawan akan Kekerasan yang Menular?Kenapa Demonstrasi Rawan akan Kekerasan yang Menular?

Halodoc, Jakarta – Demonstrasi yang terjadi serentak hampir di seluruh wilayah Indonesia Selasa (24/9) lalu meninggalkan luka dan korban akibat kekerasan fisik yang terjadi. Terjadi bentrok antara mahasiswa dan masyarakat yang turun ke jalan di titik-titik sentral di wilayah Indonesia dengan aparat keamanan. 

Menurut Naveed Saleh M.D., M.S. dari Texas A&M University di College Station, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam demonstrasi. Hal tersebut adalah seberapa urgensitas dari masalah tersebut, bagaimana respons dari pihak oposisi, serta reaksi orang sekitar ketika satu dua orang melakukan kekerasan. Ingin tahu lebih lanjut mengenai hal ini, baca uraian selanjutnya.

Kenapa Kekerasan Bisa Menular?

Seperti yang sudah diungkapkan di atas, salah satu penyebab terjadinya kekerasan adalah ketika satu atau dua orang turut menimpali kekerasan yang sudah terjadi duluan. Akibatnya, gelombang kekerasan semakin masif. Inilah satu sebab kenapa kekerasan bisa menular, apalagi dalam lingkup demonstrasi.

Baca juga: Ini Risiko Kesehatan Mental yang Dialami oleh Korban Kekerasan Seksual

Tindakan kekerasan dalam demonstrasi tidak terjadi secara acak. Kekerasan ini terjadi dalam kelompok, seringkali di antara individu-individu dalam jaringan sosial yang sama. Orang yang berada dalam situasi kekerasan kerap tidak menjadi dirinya sendiri atau justru bahkan menjadi dirinya sendiri.

Disebutkan tidak menjadi diri sendiri karena terbawa suasana emosional, perasaan sehati dan satu persepsi, sehingga turut melakukan hal yang sama. Kemudian menjadi dirinya sendiri, karena seperti yang disampaikan oleh Brad J. Bushman Ph.D., psikolog dari Iowa State Universitydalam diri seseorang ada hasrat untuk melepaskan diri dari tekanan.

Ketika kesempatan tersebut datang dalam bentuk “aktivitas fisik” berkelompok, saat itulah hasrat tersebut dilepaskan. 

Salah satu mekanisme utama kekerasan adalah imitasi, atau meniru perilaku model (bisa juga disebut sebagai orang pertama yang melakukan kekerasan). Menurut teori pembelajaran sosial, orang belajar perilaku agresif dan kekerasan dengan cara yang sama mereka belajar perilaku sosial lainnya. Ini melalui pengalaman langsung dengan meniru perilaku yang dilakukan oleh orang lain. 

Baca juga: Harus Tahu, Tanda Kekerasan Emosional dalam Hubungan

Dan menurut teori kognitif sosial, pengamat tidak hanya meniru perilaku spesifik yang mereka amati. Mereka juga membuat kesimpulan kognitif berdasarkan pengamatannya. Kesimpulan ini mengarah pada pola perilaku yang lebih umum.

Pengaruh Kelompok Sosial

Lebih lanjut, bagaimana akhirnya kekerasan menular ketika seseorang melihat orang dari jaringan sosialnya melakukan hal tersebut. Ini akan mendorongnya untuk melakukan hal serupa. Ada perasaan senasib sepenanggungan jika melakukan hal tersebut bersama-sama. Efek ini juga lebih kuat untuk kelompok laki-laki ketimbang perempuan. 

Kalau ditanyakan bagaimana cara mencegah kekerasan saat demonstrasi, tentunya ini sesuatu yang cukup sulit. Apalagi kalau sudah ada yang memprovokasi. Sejatinya, perlu ada koordinasi dan kesadaran akan adanya kemungkinan kekerasan, sehingga sebelum demonstrasi terjadi perlu adanya kemampuan kontrol diri. 

Jangan terkejut, karena memang faktanya manusia memiliki kecenderungan untuk saling membunuh enam kali lebih besar ketimbang jenis mamalia lain. Informasi ini terangkum dalam jurnal penelitian yang dipublikasikan oleh International Journal of Science

Dalam jurnal tersebut, disebutkan lebih lanjut kalau manusia telah mewarisi kecenderungan untuk melakukan kekerasan. Itu sudah genetik, hanya saja evolusi mengikis bentuk “kasarnya”, tetapi tetap meninggalkan “bibitnya”. 

Punya masalah dalam mengontrol emosi, atau keluhan psikologi lainnya, bisa tanyakan langsung ke Halodoc. Dokter ataupun psikolog yang ahli di bidangnya akan berusaha memberikan solusi terbaik untukmu. Caranya, cukup download aplikasi Halodoc lewat Google Play atau App Store. Melalui fitur Contact Doctor kamu bisa memilih mengobrol lewat Video/Voice Call atau Chat.

Referensi: 
APA PsycNET. Diakses pada 2019. Situational dynamics and the emergence of violence in protests.
School of Psychology Blog. Diakses pada 2019. Why do bystanders justify the use of violence by protesters?
Psychology Today. Diakses pada 2019. How Violence Spreads Like a Contagious Disease.
International Journal of Science. Diakses pada 2019. The phylogenetics roots of human lethal violence.

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan