Stunting
DAFTAR ISI
- Apa itu Stunting?
- Penyebab Stunting
- Faktor Risiko Stunting
- Ciri-Ciri Anak Stunting
- Apakah Semua Balita Pendek Pasti Stunting?
- Rekomendasi Dokter Anak di Halodoc
- Diagnosis Stunting
- Pengobatan Stunting
- Cara untuk Mencegah Stunting
- Komplikasi Stunting
Apa itu Stunting?
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) stunting adalah perawakan pendek pada balita akibat kekurangan gizi kronik. Di tahun 2022, Indonesia menempati urutan ke-4 sebagai negara penyumbang stunting terbesar setelah India, Nigeria, dan Pakistan.
Stunting ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standar. Stunting terjadi ketika tinggi badan anak berada di bawah kurva pertumbuhan yang seharusnya.
Ada sederet faktor yang bisa meningkatkan risiko stunting, yang paling sering adalah tidak terpenuhinya asupan gizi dalam jangka panjang.
Tak sedikit orang yang menganggap anak yang bertubuh pendek disebabkan karena faktor genetik. Pada kenyataannya, genetika hanya menyumbang sebagian kecil untuk kondisi kesehatan anak.
Meski begitu, anak yang bertubuh pendek belum tentu mengalami stunting. Itu sebabnya, para orang tua perlu mengetahui ciri anak stunting dan yang tidak.
Penyebab Stunting
Stunting adalah masalah kesehatan yang tak boleh dianggap sepele. Penyebab stunting yang biasanya terjadi pada masa kanak-kanak, terutama pada dua tahun pertama kehidupan adalah kekurangan gizi kronis, atau kekurangan gizi dalam jangka waktu yang panjang.
Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan stunting, antara lain:
1. Ibu hamil kekurangan asupan gizi
Melansir dari WHO (World Health Organization), sekitar 20 persen stunting sudah terjadi saat bayi berada dalam kandungan. Pemicunya adalah asupan gizi yang tidak memadai.
Kurangnya asupan gizi ini bisa membuat ibu hamil mengalami anemia defisiensi zat besi.
Akibatnya, kondisi ini bisa menghambat pertumbuhan janin. Apa saja jenis vitamin yang direkomendasikan untuk kesehatan bumil?
Baca informasinya di artikel Inilah 4 Vitamin Penting yang Dibutuhkan Ibu Hamil.
2. Pola makan tidak seimbang
Pola makan yang tidak seimbang, seperti kurangnya konsumsi sayuran, buah-buahan, dan sumber protein, dapat menyebabkan anak kekurangan nutrisi penting untuk mencapai pertumbuhan optimal.
Hal ini diungkapkan dalam jurnal ilmiah berjudul Risk Factors of Stunting in Children Aged 1-5 Years at Wire Primary Health Care, Tuban Regency, East Java yang dipublikasikan di Journal of Maternal and Child Health.
Dalam jurnal tersebut juga dijelaskan kalau faktor genetik yang meliputi tinggi badan ibu dan ayah, serta konsumsi ikan dapat berpengaruh pada risiko stunting.
3. Perawatan yang tidak memadai usai melahirkan
Bukan hanya bayinya saja, ibu juga butuh perawatan yang memadai pasca melahirkan.
Tujuannya agar ibu bisa memberikan ASI yang memadai untuk Si Kecil. Ingat, ASI sangat penting untuk 1.000 hari pertama bayi karena bisa memperkuat imunitasnya.
Kurangnya perawatan pasca melahirkan bisa membuat ibu kelelahan kronis, mengalami sindrom baby blues bahkan depresi pasca melahirkan.
4. Gizi anak yang tidak terpenuhi
Anak perlu mendapatkan nutrisi yang cukup pada 2 tahun pertama kehidupannya.
Sebab, kurangnya asupan nutrisi seperti protein, zinc (seng) dan zat besi menjadi faktor utama penyebab terhambatnya pertumbuhan fisik anak.
Tidak tercukupinya kebutuhan nutrisi anak biasanya disebabkan oleh posisi menyusui yang tidak tepat, tidak mendapatkan ASI eksklusif, pola makan yang buruk hingga makanan pendamping ASI yang kurang berkualitas.
Selain itu, jika anak mengalami stunting, sebaiknya segera hubungi dokter di Halodoc.
Nah, Ini Dokter Ini Akan Bantu Perawatan Anak Stunting.
5. Pola asuh orang tua
Pola asuh nyatanya sangat berperan dalam tumbuh kembang anak. Nah, pola asuh yang kurang efektif bahkan bisa melatarbelakangi terjadinya stunting.
Pasalnya, hal ini berkaitan erat dengan praktik pemberian makanan kepada anak.
Ketika orang tua tidak memperhatikan asupan gizi yang Si Kecil butuhkan, risiko stunting tidak bisa kamu hindari.
6. Infeksi berulang
Anak yang memiliki imunitas lemah cenderung mudah sakit. Nah, infeksi yang berulang-ulang ini lambat laun bisa menghambat proses pertumbuhannya hingga berujung stunting.
7. Sanitasi yang kurang baik
Keterbatasan akses untuk air bersih ternyata juga berperan dalam risiko stunting.
Pasalnya, anak yang tumbuh lingkungan dengan sanitasi dan kondisi air yang tidak layak cenderung mudah terkena penyakit.
Ditambah lagi rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan.
Pada akhirnya, infeksi berulang yang tidak tertangani ini bisa menghambat pertumbuhannya sampai berujung stunting.
8. Kurangnya akses ke layanan kesehatan
Menurut jurnal ilmiah berjudul Stunting and associated factors in children of less than five years: A hospital-based study yang dipublikasikan di Pakistan Journal of Medical Sciences, ada banyak kombinasi faktor yang menyebabkan stunting.
Kesehatan ibu yang buruk adalah faktor yang tidak bisa dianggap remeh.
Kurangnya akses terhadap layanan kesehatan yang memadai, termasuk pemeriksaan rutin, imunisasi, dan perawatan kesehatan anak, dapat menghambat deteksi dan penanganan dini terhadap masalah pertumbuhan anak.
9. Kehamilan tidak sehat
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi dalam kandungan mengalami pertumbuhan yang terhambat sejak dalam kandungan.
Bayi yang lahir dengan berat rendah atau tidak optimal, berisiko lebih tinggi untuk mengalami stunting.
10. Pemberian ASI yang tidak eksklusif
ASI memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan penting untuk pertumbuhan optimal.
Terkadang, pada beberapa situasi, tidak cukupnya asupan ASI dalam periode enam bulan pertama kehidupan dapat menyebabkan kekurangan nutrisi pada bayi.
11. Kurangnya edukasi terhadap masalah gizi
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang gizi yang baik dan penting dalam pertumbuhan anak, dapat menyebabkan praktik makan yang tidak sehat dan tidak memadai. Kondisi inilah yang bisa menyebabkan pada stunting anak.
12. Bayi terlahir dengan berat badan kurang
Selain menjadi salah satu penyebab utama kematian pada masa neonatal, bayi yang terlahir dengan berat badan rendah (> 2500 gram) berisiko mengalami stunting.
Ini terjadi karena bayi belum memiliki saluran pencernaan yang sempurna.
Akibatnya, kurang maksimal dalam menyerap lemak dan protein dalam makanan yang dikonsumsinya.
13. Mengidap penyakit jantung bawaan
Anak dengan kondisi ini sulit menelan makanan. Selain itu juga ini berkaitan dengan fungsi jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh.
Padahal, darah berperan dalam membawa nutrisi ke seluruh tubuh. Kegagalan jantung memompa darah keseluruh tubuh dapat menghambat distribusi nutrisi.
Faktor Risiko Stunting
Apa saja faktor penyebab terjadinya stunting? Ada beberapa kondisi yang berisiko meningkatkan stunting pada anak, contohnya:
- Intrauterine growth restriction (IUGR), yaitu terhambatnya pertumbuhan janin di dalam kandungan akibat kekurangan nutrisi dalam jangka panjang.
- Orang tua memiliki perawakan pendek.
- Berat badan stagnan selama kehamilan.
- Orang tua memiliki tingkat pendidikan rendah.
- Memberikan makanan pendamping ASI yang tidak berkualitas.
- Orang tua memiliki tingkat ekonomi rendah atau miskin.
- Tinggal di lingkungan dengan akses air bersih yang sulit didapatkan.
Sementara pada anak, risikonya semakin tinggi jika:
- Ditelantarkan oleh orang tua.
- Tidak mendapatkan ASI eksklusif.
- Pengidap penyakit TBC, anemia dan penyakit jantung bawaan.
Ciri-Ciri Anak Stunting
Ciri-ciri anak stunting ditandai dengan berbagai ciri yang mencolok, terutama jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya.
Gejala stunting bisa mulai terlihat sejak usia dini, bahkan sejak usia dua tahun atau lebih muda.
Berikut ini adalah ciri-ciri anak stunting yang perlu diwaspadai:
1. Berat badan rendah
Anak stunting umumnya memiliki berat badan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak seusianya.
Ini terjadi karena pertumbuhan yang terhambat dan kurangnya asupan gizi yang memadai.
2. Pertumbuhan tulang terhambat
Tulang anak stunting berkembang lebih lambat sehingga terlihat lebih pendek. Ini juga bisa mempengaruhi kekuatan dan kepadatan tulang.
3. Mudah terpapar penyakit
Anak yang mengalami stunting seringkali memiliki sistem imun yang lemah, sehingga lebih mudah terserang penyakit.
Infeksi berulang dan gangguan kesehatan umum adalah hal yang biasa terjadi.
4. Gangguan belajar
Anak stunting seringkali mengalami kesulitan dalam belajar. Mereka mungkin kurang fokus, memiliki nilai yang rendah, dan mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran di sekolah.
5. Gangguan tumbuh kembang
Selain fisik yang terhambat, anak stunting juga mengalami gangguan dalam perkembangan keseluruhan, termasuk motorik halus dan kasar, serta perkembangan kognitif.
6. Postur tubuh pendek
Salah satu tanda paling jelas dari stunting adalah postur tubuh anak yang lebih pendek dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
Perbedaan ini bisa terlihat dengan jelas seiring bertambahnya usia anak.
Jika anak juga menderita penyakit kronis seperti tuberkulosis (TBC), anemia, atau penyakit jantung bawaan, gejala stunting bisa semakin kompleks.
Beberapa gejala tambahan yang mungkin muncul adalah:
- Fisik yang kurang aktif bergerak. Anak-anak ini seringkali terlihat kurang aktif dan cenderung tidak banyak bergerak. Mereka tampak lemas dan tak bertenaga.
- Gejala penyakit kronis. Anak yang mengalami stunting dan TBC mungkin mengalami batuk kronis serta demam dan keringat berlebih di malam hari. Kondisi ini seringkali menandakan adanya infeksi atau masalah kesehatan lainnya.
- Sianosis. Ketika anak menangis, tubuhnya mungkin berubah warna menjadi kebiruan, terutama pada bibir dan kuku. Ini menunjukkan adanya masalah dengan oksigenasi darah.
- Sesak napas. Anak stunting dengan penyakit jantung bawaan seringkali mengalami sesak napas, terutama saat beraktivitas.
- Clubbing finger. Ujung jari atau kuku anak dapat berubah bentuk, menjadi melebar dan menekuk seperti bagian belakang sendok. Ini adalah tanda dari masalah kronis yang serius.
- Enggan disusui. Bayi yang mengalami stunting mungkin enggan disusui, yang bisa memperburuk kondisi gizi dan kesehatannya.
Memahami ciri-ciri anak stunting ini sangat penting untuk penanganan dini dan pencegahan komplikasi lebih lanjut.
Jika anak menunjukkan tanda-tanda ini, segera konsultasikan dengan tenaga medis untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Apakah Semua Balita Pendek Pasti Stunting?
Menurut Kementerian Kesehatan RI, tidak semua balita pendek itu masuk ke dalam kategori stunting. Sebab, tubuh yang pendek juga bisa dikarenakan faktor genetik atau mengalami gangguan hormon pertumbuhan. Namun, anak yang stunting sudah pasti pendek.
Stunting adalah kondisi ketika anak mengalami keterhambatan pertumbuhan, sehingga masalah yang dialaminya tidak hanya soal pendek tetapi juga kekurangan gizi.
Anak stunting bisa mengalami pertumbuhan otak yang tidak maksimal, sehingga tidak bisa mengalami perkembangan sehat selayaknya anak seusianya.
Pun, anak dengan stunting berisiko mengalami gangguan kesehatan lain. Contohnya seperti diabetes dan gangguan jantung.
Rekomendasi Dokter Anak di Halodoc
Orang tua perlu segera memeriksakan Si Kecil ke dokter jika tinggi badannya tampak lebih pendek ketimbang anak seusianya.
Bagi anak di bawah 2 tahun, pemeriksaan harus dilakukan 1-2 bulan sekali. Sementara anak di atas 2 tahun, pemeriksaan bisa dilakukan 1 tahun sekali.
Nah, berikut beberapa dokter yang sudah berpengalaman dan bisa ibu hubungi untuk penanganan masalah gizi anak.
Dokter-dokter ini juga mendapatkan rating yang baik dari para pasien yang sebelumnya mereka tangani:
Ini daftarnya:
- dr. Erlin Sp.A
- dr. Dandung Bawono Sp.A, M.Sc
- dr. Gracia Deswita Natalya Fau Sp.A
- dr. Bayu Kurniawan Sp.A, M.Biomed
- dr. Dwi Lestari Avianti Sp.A, M.Ked.Klin
Tak perlu khawatir jika dokter sedang tidak tersedia atau offline.
Sebab, kamu tetap bisa membuat janji konsultasi di lain waktu melalui aplikasi Halodoc.
Diagnosis Stunting
Sebelum mendiagnosis stunting, dokter akan bertanya seputar jenis makanan yang diberikan pada Si Kecil, riwayat pemberian ASI, kondisi kesehatan selama hamil maupun pasca melahirkan, sampai lingkungan di sekitar tempat tinggal.
Hal ini penting dokter ketahui karena stunting bisa terjadi akibat banyak faktor, mulai dari pola makan yang tidak tepat, kondisi ibu selama kehamilan sampai sanitasi di area tempat tinggal.
Kemudian, dokter melanjutkannya dengan pemeriksaan fisik untuk mencari tanda-tanda stunting pada anak.
Caranya dengan mengukur berat dan tinggi badan, lingkar kepala, serta lingkar lengan.
Jika tinggi badan berada di bawah garis merah kurva pertumbuhan yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ini bisa mengindikasikan adanya stunting.
Dokter juga bisa melakukan pemeriksaan penunjang seperti berikut ini untuk memastikan diagnosis :
- Tes darah. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi gangguan kesehatan, seperti TBC, infeksi kronis atau anemia
- Tes urine. Tes ini bertujuan untuk mendeteksi sel darah putih di dalam urine yang bisa menjadi tanda infeksi.
- Pemeriksaan feses. Ini perlu kamu lakukan guna memeriksa infeksi parasit atau intoleransi laktosa.
- Ekokardiografi atau USG jantung. Tindakan ini bisa mendeteksi penyakit jantung bawaan pada bayi.
- Foto rontgen dada. Fungsinya untuk melihat kondisi jantung dan paru-paru.
- Tes mantoux. Pemeriksaan ini bisa dokter lakukan untuk mendiagnosis penyakit TBC yang bisa menyebabkan stunting pada anak.
Pengobatan Stunting
Pengobatan stunting dilakukan sesuai dengan penyebab yang mendasari. Apakah anak stunting bisa sembuh?
Stunting tidak dapat sembuh bila sudah melewati batas usia balita. Namun intervensi nutrisi dan medis lainnya dapat membantu kondisi anak tidak semakin parah.
Berikut tindakan untuk menangani stunting:
- Pemberian obat-obatan anti tuberkulosis jika anak mengidap TBC.
- Melakukan terapi awal seperti pemberian makanan bernutrisi dan bergizi.
- Memberikan nutrisi tambahan, termasuk protein hewani, lemak dan kalori.
- Pemberian suplemen, termasuk vitamin A, zinc, zat besi, kalsium dan yodium
- Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
- Memberikan imunisasi dasar dan tambahan untuk membangun sistem imun tubuh, sehingga terhindar dari berbagai penyakit.
Cara untuk Mencegah Stunting
Cara mencegah stunting bisa dimulai sejak janin di dalam kandungan. Di samping itu, cara memutus rantai stunting pada generasi berikutnya juga bisa diawali saat remaja putri.
Nah, berikut beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting pada anak.
1. Masa kehamilan
Pencegahan stunting pada masa kehamilan bisa ibu lakukan dengan beberapa cara.
Pemeriksaan kehamilan secara berkala, mengonsumsi makanan tinggi kalori, protein dan mikronutrien selama kehamilan, melakukan pemeriksaan guna mendeteksi penyakit, dan menjalani proses persalinan di fasilitas kesehatan.
Seperti apa nutrisi penting yang direkomendasikan untuk bumil? Baca selengkapnya di 5 Nutrisi Penting yang Paling Dibutuhkan saat Hamil.
2. Masa balita
Pada program pencegahan stunting di usia balita bisa dimulai dari pemantauan kesehatan pada 1.000 hari pertama kehidupan bayi.
Kemudian bisa berlanjut dengan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan penuh di awal kehidupannya.
Lalu, memantau pertumbuhan dan perkembangan balita serta menstimulasi perkembangan anak sejak dini.
Di samping itu, penting juga untuk melakukan imunisasi yang diterapkan oleh pemerintah, agar anak terlindungi dari berbagai penyakit.
3. Fase remaja putri
Menurut Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, dalam “Anemia pada Remaja Putri Berisiko Tingkatkan Stunting”, remaja yang mengidap anemia berpeluang menderita anemia saat hamil (setelah menikah).
Jika tidak mendapat penanganan maka berisiko terjadinya pendarahan saat persalinan, bayi berat badan rendah, dan akhirnya melahirkan bayi stunting.
Pemberian makanan bergizi yang kaya zat besi, vitamin B12, dan asam folat sangat penting untuk mengatasi anemia dan mencegah stunting.
Selain itu, perlu juga pemeriksaan kesehatan secara rutin dan penanganan medis yang sesuai.
Tujuannya untuk mengidentifikasi dan mengatasi anemia pada remaja secara dini.
4. Gaya hidup sehat
Gaya hidup sehat memiliki peran yang penting dalam mencegah stunting pada anak-anak.
Beberapa langkah yang bisa ibu lakukan adalah menerapkan pola makan seimbang untuk ibu dan anak, pemberian vaksinasi yang rutin dan cek kesehatan, serta membiasakan aktivitas fisik.
Ketahui aturan vaksin anak di artikel Ibu, Kenali Jenis dan Jadwal Vaksin Anak.
5. Pemberian makanan tambahan di usia 6 – 24 bulan
Makanan tambahan yang bisa ibu berikan sebaiknya utamakan berbasis protein hewani. Ikan, ayam, daging, dan susu baik untuk memperbaiki kondisi stunting pada anak.
6. Edukasi mengenai pernikahan dan mencegah pernikahan dini
Pernikahan dini bisa memicu terjadinya stunting. Mengapa begitu? Sebab, pernikahan dini bisa berdampak pada kesehatan ibu yang pada akhirnya menyebabkan kehamilan berisiko.
Ibu berusia 18 tahun ke bawah memiliki pemahaman yang kurang terkait kesehatan reproduksi dan pengasuhan anak. Sehingga kondisi ini berisiko terhadap stunting pada anak.
7. Konseling gizi
Program konseling gizi biasanya dilakukan di puskesmas dan rumah sakit daerah. Program ini sebagai bentuk pembekalan pengetahuan mengenai gizi yang sehat untuk keluarga.
Ini termasuk peningkatan akses kesehatan bumil dan menyusui serta penyediaan makanan sehat untuk bumil, balita, dan anak sekolah.
Komplikasi Stunting
Apakah dampak dari stunting? Komplikasi stunting yang tidak segera mendapat penanganan bisa memicu munculnya beberapa kondisi, seperti:
- Gangguan perkembangan otak.
- Penyakit metabolik, seperti obesitas dan diabetes.
- Anak rentan mengalami penyakit dan infeksi.
Segera hubungi dokter spesialis anak di Halodoc, bisa dari mana saja dengan biaya lebih terjangkau melalui banner di bawah ini.