Ketahui Penyebab Terjadinya Sindrom Asperger

Ditinjau oleh  dr. Verury Verona Handayani   30 Juli 2019
Ketahui Penyebab Terjadinya Sindrom AspergerKetahui Penyebab Terjadinya Sindrom Asperger

Halodoc, Jakarta - Termasuk salah satu gangguan spektrum autisme membuat sindrom asperger memiliki gejala yang serupa dengan autisme. Padahal pengidap sindrom asperger cenderung cerdas dan mahir berbahasa, hanya saja tampak canggung saat berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya. Apa penyebab gangguan yang dapat terjadi pada anak-anak ini?

Meski belum diketahui pasti, penyebab sindrom asperger diduga mirip dengan penyebab gangguan spektrum autisme. Kelainan genetik yang diturunkan berperan dalam terjadinya gangguan ini. Namun, pada beberapa kasus, sindrom asperger juga diduga dipicu oleh:

  • Infeksi saat kehamilan.

  • Terpapar agen atau faktor yang menyebabkan perubahan bentuk pada janin.

Oleh karena itu, penting untuk selalu menjaga kehamilan tetap sehat dan berdiskusi dengan dokter setiap mengalami keluhan apapun. Sekarang, diskusi dengan dokter kandungan yang kamu inginkan juga bisa dilakukan di aplikasi Halodoc, lho. Lewat fitur Talk to a Doctor, kamu bisa obrolkan langsung gejalamu melalui Chat atau Voice/Video Call.

Baca juga: Sindrom Asperger Beda dengan Autisme, Ini Penjelasannya

Perbedaan Sindrom Asperger dan Autisme

Di awal telah disebutkan bahwa sindrom asperger memiliki sedikit perbedaan dengan gangguan spektrum autisme lainnya, misalnya gangguan autistik. Pada pengidap gangguan autistik, terjadi kemunduran kecerdasan (kognitif) dan penguasaan bahasa. Sementara pada pengidap sindrom asperger, mereka cerdas dan mahir dalam bahasa, hanya saja tampak canggung saat berkomunikasi atau berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.

Sindrom ini menyerang anak-anak, dan bertahan hingga mereka dewasa. Meski belum ditemukan obatnya, sindrom asperger yang terdiagnosis dan tertangani sejak dini bisa membantu pengidapnya untuk meningkatkan potensi dan kemampuan diri dalam berkomunikasi serta berinteraksi dengan orang lain.

Baca juga: Kenali 3 Terapi untuk Atasi Sindrom Asperger

Terkait gejala, sindrom asperger juga memiliki gejala yang tidak terlalu berat dibandingkan dengan jenis penyakit autisme lainnya. Di balik kecerdasan yang dimiliki pengidap sindrom ini, ada beberapa tanda atau gejala yang khas, yaitu:

  • Sulit berinteraksi. Pengidap sindrom asperger mengalami kecanggungan dalam melakukan interaksi sosial, baik dengan keluarga maupun orang lain. 

  • Tidak ekspresif. Pengidap sindrom asperger jarang menampilkan ekspresi wajah atau gerakan tubuh yang berkaitan dengan ungkapan. Mereka akan berbicara dengan nada yang datar-datar saja, seperti robot.

  • Kurang peka. Saat berinteraksi dengan orang lain, pengidap sindrom asperger hanya berfokus menceritakan diri sendiri serta tidak punya ketertarikan dengan apa yang dimiliki oleh lawan bicara. 

  • Obsesif, repetitif, dan kurang menyukai perubahan. Salah satu tanda yang paling terlihat ialah suka mengonsumsi jenis makanan yang sama selama beberapa waktu.

  • Gangguan motorik. Anak yang mengidap sindrom asperger mengalami keterlambatan dalam perkembangan motoriknya, jika dibandingkan dengan anak seusianya. 

  • Gangguan fisik atau koordinasi. Kondisi fisik pengidap sindrom asperger tergolong lemah. Salah satu tandanya ialah gaya berjalan yang cenderung kaku dan mudah goyah.

Jika anak menunjukkan tanda-tanda seperti yang telah dipaparkan, jangan ragu untuk mengonsultasikan kondisinya ke dokter, untuk mendapatkan pengobatan dan terapi yang tepat. Untuk melakukan pemeriksaan, kini kamu bisa langsung buat janji dengan dokter di rumah sakit melalui aplikasi Halodoc, lho. Jadi, pastikan kamu sudah download aplikasinya di ponselmu, ya.

Begini Pengobatan yang Dapat Diberikan

Seperti autisme, terjadinya sindrom asperger pada anak tidak bisa dicegah. Akan tetapi, beberapa usaha masih bisa dilakukan untuk meningkatkan potensi dan kemampuannya. Oleh karena itu, penanganan sindrom asperger akan difokuskan untuk menangani tiga gejala utama, yakni minimnya kemampuan komunikasi, kebiasaan obsesif-repetitif, hingga lemahnya kondisi fisik.

Baca juga: Vaksin Sebabkan Autisme? Ini Faktanya

Bentuk penanganan ini diberikan melalui terapi yang berupa:

  • Terapi bahasa, bicara, dan sosialisasi. Terapi ini mencoba untuk membiasakan pengidap berbicara kepada orang lain, melakukan kontak mata ketika berinteraksi, serta membahas topik yang juga diinginkan oleh lawan bicara.

  • Terapi fisik. Bertujuan untuk melatih kekuatan anggota-anggota tubuh. Sejumlah latihan rutin yang bisa diterapkan ialah lari, melompat, naik-turun tangga, atau bersepeda.

  • Terapi okupasi. Terapi ini bertujuan untuk memperbaiki sekaligus meningkatkan kemampuan kognitif, fisik, sensorik, motorik, serta memperkuat kesadaran dan penghargaan kepada diri.

  • Terapi perilaku kognitif. Memberikan pengajaran kepada anak mengenai cara-cara untuk mengungkapkan perasaannya dan bergaul dengan teman sebaya atau orang-orang di sekitarnya. 

Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan