Membongkar Mitos Seputar Antivaksinasi yang Beredar

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   03 Februari 2021
Membongkar Mitos Seputar Antivaksinasi yang BeredarMembongkar Mitos Seputar Antivaksinasi yang Beredar

Halodoc, Jakarta - Organisasi kesehatan, dokter, dan ilmuwan setuju bahwa vaksin aman dan efektif. Meskipun demikian, tetap saja masih ada orangtua yang memilih untuk tidak memberikan vaksin pada anaknya. Sudah pasti, hal ini bersumber dari mitos tentang antivaksin yang masih saja dipercaya hingga kini. 

Padahal, organisasi kesehatan menyarankan agar anak-anak menerima vaksin untuk kesehatan individu dan orang lain. Jika vaksinasi menyebabkan lebih banyak kerugian daripada kebaikan, pastinya vaksin tidak akan dianjurkan.

Seringnya, ini terjadi setelah orangtua membaca konten blog atau media sosial yang menyatakan bahwa vaksinasi mungkin berbahaya. Banyak teori yang menghubungkan vaksinasi dengan kondisi kronis yang akhirnya membuat orangtua bertanya apakah vaksin aman digunakan.

 Baca juga: Begini Alur Pemberian Vaksin Corona di Fasilitas Kesehatan

Jadi, sebelum berspekulasi lebih jauh, ketahui dulu mitos tentang antivaksin yang tidak benar berikut ini. 

  • Mengapa Vaksin Digunakan ketika Tingkat Penyakit Rendah?

Beberapa orang percaya bahwa manfaat memvaksin anak hanya sedikit karena risiko tertular penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin sangat rendah. Sebenarnya, tingkat penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin telah turun karena imunisasi sekarang menjadi praktik yang meluas dan umum.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, jumlah orang yang tertular penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin justru meningkat. Ternyata, hal ini disebabkan karena anak yang tidak mendapatkan vaksin penyakit tersebut. Inilah mengapa, vaksin sangat penting bagi anak guna mencegah penyebaran penyakit yang memang tidak ada obatnya.

Baca juga: Perlu Tahu, Ini Fakta Lengkap Mengenai Vaksin COVID-19

  • Apakah Vaksin Menyebabkan Sistem Imunitas Tubuh Anak Melemah?

Mitos antivaksin lainnya adalah vaksin dapat membebani sistem kekebalan anak. Vaksin bekerja dengan memasukkan versi virus atau bakteri yang dilemahkan atau dinonaktifkan ke dalam tubuh anak, yang nantinya akan melindungi mereka dari penyakit tertentu. Namun, masih ada orangtua yang khawatir bahwa proses ini dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh atau membuat anak tidak sehat.

Padahal, justru sebaliknya. Vaksin membuat sistem kekebalan tubuh terkena penyakit versi kecil yang dilemahkan. Proses ini akan mendorong tubuh untuk membuat antibodi guna melawan infeksi sekaligus mengajari sistem kekebalan bagaimana cara melawan penyakit.

Misalnya, setelah seorang anak terserang cacar air, mereka akan kebal terhadap infeksi cacar air lebih lanjut karena tubuh telah menghasilkan antibodi yang tepat untuk melawannya. Vaksin bekerja dengan cara yang sama, tetapi tidak membuat anak sakit. Begitulah cara vaksin memperkuat sistem kekebalan anak.

Baca juga: Jenis Imunisasi yang Harus Didapatkan Anak Sejak Lahir

  • Bisakah Vaksin Menyebabkan Autisme?

Sebenarnya, mitos yang sangat umum ini berasal dari sebuah studi yang muncul pada akhir 1990-an. Penulis penelitian ini mengklaim bahwa menerima vaksinasi campak, gondok, dan rubella (MMR) akan meningkatkan kemungkinan seorang anak mengembangkan autisme.

Namun, ada banyak kesalahan yang menjadikan pakar kesehatan mendiskreditkan studi tersebut. Perlu juga dicatat bahwa penelitian tersebut hanya melibatkan 12 anak. Memberikan vaksinasi MMR kepada anak akan melindungi mereka dari penyakit campak, gondongan, atau rubella. Para ilmuwan tidak percaya bahwa menerima vaksin MMR akan membuat anak mengembangkan autisme. Menurut tinjauan penelitian oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), tidak ada bukti ilmiah valid yang mengaitkan vaksin MMR dengan autisme.

  • Apakah Vaksin Memiliki Kandungan yang Membahayakan?

Beberapa vaksin memang mengandung zat yang berbahaya bagi tubuh dalam jumlah tinggi, seperti merkuri, formaldehida, dan aluminium. Namun, bahan kimia ini tidak seberbahaya yang dipikirkan.

Tubuh terpapar zat ini dari berbagai makanan dan melalui produk lain, misalnya mengonsumsi formaldehida saat mengonsumsi buah, sayur, bahkan daging, termasuk makanan laut dan unggas. Lalu, manusia sering kali bersentuhan dengan aluminium yang terdapat dalam air, bahan makanan, dan pengawet. Beberapa ikan juga mengandung merkuri tingkat sedang atau bahkan tinggi. Perlu dipahami bahwa jumlah zat ini dalam vaksin sangat rendah sehingga tidak membahayakan tubuh.

Jadi, jangan ragu untuk memberikan vaksin pada sang buah hati agar tubuhnya selalu terlindungi dari paparan penyakit berbahaya. Ibu bisa memvaksin anak di klinik atau rumah sakit terdekat, lebih mudah lagi jika membuat janji terlebih dahulu melalui aplikasi Halodoc, sehingga tidak perlu lagi menunggu antrean ketika hendak memvaksin anak. 



Referensi:
Medical News Today. Diakses pada 2021. Debunking the anti-vaccination myths.

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan