Pengidap Parkinson Berisiko Terkena Distonia, Benarkah?

Ditinjau oleh  dr. Fitrina Aprilia   13 Juni 2019
Pengidap Parkinson Berisiko Terkena Distonia, Benarkah?Pengidap Parkinson Berisiko Terkena Distonia, Benarkah?

Halodoc, Jakarta – Distonia merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan otot bergerak sendiri tanpa sadar. Hal itu terjadi karena ada gangguan yang menyerang salah satu anggota tubuh atau seluruh tubuh. Karena gerakan otot yang terjadi, pengidap penyakit ini umumnya memiliki postur tubuh yang aneh dan sering mengalami gemetar alias tremor.

Penyakit ini sebenarnya bersifat langka, dan jarang terjadi. Distonia disebut hanya dialami oleh 1 persen penduduk dunia, dengan jumlah pengidap paling banyak adalah wanita. Meski begitu, masih belum diketahui secara pasti apa yang menjadi penyebab penyakit ini.

Namun, distonia diduga berkaitan dengan kondisi genetik. Penyakit ini ternyata lebih berisiko terjadi pada orang yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit yang sama. Tak hanya itu, kondisi kesehatan dan riwayat penyakit tertentu ternyata juga berpengaruh, salah satunya penyakit Parkinson.  

Baca juga: Bagaimana Gangguan Otot Distonia Diobati?

Nyatanya, gangguan pada sistem saraf, salah satunya Parkinson merupakan salah satu faktor risiko penyakit distonia. Selain itu, ada beberapa faktor yang bisa memicu penyakit ini, mulai dari cerebral palsy, infeksi, mengidap HIV, radang otak, serta cedera kepala atau tulang belakang. Penyakit ini ternyata juga bisa muncul akibat efek samping dari obat-obatan tertentu, seperti obat khusus skizofrenia dan obat antikejang.

Gejala yang muncul sebagai tanda penyakit ini sebenarnya cukup khas. Distonia sering ditandai dengan kedutan pada bagian tertentu, gemetar alias tremor, leher miring, kram otot, hingga gangguan berbicara dan menelan. Kondisi ini juga sering memicu gejala berupa gangguan kedip, yaitu mata berkedip terus-menerus tanpa bisa dikendalikan. Gejala ini bisa muncul saat masa anak-anak atau setelah dewasa.

Kabar buruknya, hingga kini masih belum ditemukan cara yang bisa menyembuhkan penyakit ini secara keseluruhan. Meski begitu, pengobatan tetap dibutuhkan pada kondisi ini, tujuannya untuk mengatasi dan mengurangi frekuensi gejala muncul.

Metode Pengobatan Penyakit Distonia 

Salah satu pengobatan yang bisa dilakukan untuk mengatasi gejala distonia adalah suntik botox alias botulinum toxin. Pengobatan ini berguna untuk menghambat senyawa-senyawa penyebab kontraksi pada otot. Dengan demikian, penyebab kontraksi tidak akan bisa mencapai otot yang menjadi sasaran dan gejala kejang tidak akan terjadi.

Baca juga: Waspada, Kekurangan Elektrolit dalam Tubuh Sebabkan Nyeri Otot

Botox diberikan dengan cara disuntikkan langsung pada area yang terkena, misalnya pada otot leher. Efek suntikan botox dapat bertahan selama dua sampai tiga bulan, setelah efeknya hilang, perlu diberikan suntikan ulangan.  

Selain suntik botox, gejala penyakit distonia juga bisa diatasi dengan terapi, seperti fisioterapi. Prosedur fisioterapi adalah proses yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi tubuh setelah terkena penyakit atau cedera tertentu. Fisioterapi merupakan proses yang dilakukan untuk merehabilitasi tubuh agar terhindar dari cacat fisik.

Baca juga: 5 Gangguan Kesehatan yang Diatasi dengan Fisioterapi

Metode fisioterapi yang dilakukan untuk mengatasi penyakit distonia sebenarnya tidak berbeda jauh dengan fisioterapi untuk penyakit lain. Prosedur ini sebaiknya dilakukan di rumah sakit yang memiliki peralatan lengkap dan dokter yang sudah kompeten di bidangnya. Mengatasi gejala penyakit dengan fisioterapi juga harus diikuti dengan kedisiplinan dan keterlibatan pengidap penyakit secara aktif.

Cari tahu lebih lanjut seputar penyakit distonia dan cara pengobatannya dengan bertanya ke dokter di aplikasi Halodoc. Kamu bisa dengan mudah menghubungi dokter melalui Video/Voice Call dan Chat. Dapatkan informasi seputar kesehatan dan tips hidup sehat dari dokter terpercaya. Yuk, download Halodoc sekarang di App Store dan Google Play!

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan