Perlu Tahu, Ini 5 Mitos Autisme yang Sebenarnya Keliru

4 menit
Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   04 April 2022

“Banyak mitos autisme beredar di masyarakat, yang sebenarnya salah besar. Termasuk anggapan bahwa pengidap autisme sama saja atau tidak memiliki perasaan.”

Perlu Tahu, Ini 5 Mitos Autisme yang Sebenarnya KeliruPerlu Tahu, Ini 5 Mitos Autisme yang Sebenarnya Keliru

Halodoc, Jakarta – Autisme adalah gangguan perkembangan otak yang bisa memengaruhi kemampuan komunikasi dan interaksi dengan orang lain. Sayangnya, ada banyak mitos autisme yang beredar, tapi sebenarnya keliru atau perlu diluruskan.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), autisme terjadi pada 1 dari sekitar 100 anak. Gangguan ini biasanya mulai berkembang sejak masa kanak-kanak, dan berlanjut hingga dewasa.

Nah, apa saja sih mitos mengenai autisme yang tak perlu dipercaya? Yuk simak pembahasan berikut ini!

Mitos Autisme yang Perlu Diluruskan

Dari banyaknya mitos autisme yang ada, beberapa di antaranya bisa dibilang keliru, sehingga perlu diluruskan. Berikut ini di antaranya:

  1. Semua Pengidap Autisme Itu Sama

Banyak orang mengira bahwa semua pengidap autisme itu sama. Padahal, sebenarnya tidak, lo. Faktanya, kondisi autisme pada seseorang bisa berbeda dengan orang lain. 

Menurut ulasan pada 2017 di jurnal Neuroscience Bulletin, satu-satunya elemen yang tampaknya dimiliki oleh semua pengidap autisme adalah tingkat kesulitan dalam komunikasi sosial.

Selain dari hal itu, gangguan ini bisa dibilang merupakan kondisi yang kompleks, heterogen dengan berbagai etiologi, subtipe, dan lintasan perkembangan. 

Menurut Autism Western Australia, setiap orang dengan autisme adalah unik dan memiliki kemampuan dan minat yang berbeda. Setiap pengidap autisme akan mengalami perbedaan dalam cara mereka berkomunikasi, kebutuhan sensorik mereka, dan interaksi sosial. 

Inilah sebabnya autisme disebut sebagai gangguan spektrum, dan berarti dukungan harus disesuaikan dengan kebutuhan individu setiap pengidap. 

  1. Pengidap Autisme Tidak Memiliki Perasaan

Mitos autisme yang satu ini juga bisa dibilang sangat keliru. Orang dengan autisme memiliki berbagai perasaan dan emosi. Bagaimana setiap orang mengekspresikan emosi dan tingkat kemampuan mereka untuk mengekspresikan emosi berbeda-beda. 

Namun, tidak jarang pengidap autisme mengalami kesulitan dalam mengenali dan menafsirkan emosi orang lain. Inilah yang kemudian memunculkan kesalahpahaman tentang autisme dan emosi.

Jadi, penting untuk diingat bahwa orang dengan autisme memiliki emosi, perhatian dan kasih sayang. Perasaan mereka juga dapat terluka, sama seperti orang lain. 

  1. Tidak Bisa Membangun Sebuah Hubungan

Anggapan bahwa pengidap autisme tidak bisa membangun sebuah hubungan dengan orang lain juga salah besar. Mitos autisme ini keliru karena pengidap autisme nyatanya bisa membangun hubungan yang spesial dengan orang lain.

Sebuah studi pada 2016 yang diterbitkan di jurnal Behavioral Sciences menemukan bahwa pengidap autisme memang kesulitan membangun beberapa jenis hubungan. Namun, masih mungkin bagi mereka untuk memiliki hubungan yang kuat, setidaknya dengan anggota keluarga terdekat. 

  1. Semua Pengidap Autisme Cerdas Luar Biasa

Beberapa pengidap autisme diketahui memiliki kecerdasan luar biasa. Inilah yang akhirnya menimbulkan mitos autisme yang keliru, bahwa semua pengidap autisme memiliki kecerdasan di atas rata-rata.

Misalnya, dapat menghafal buku telepon, memainkan alat musik seperti orang profesional, atau mengisi teka-teki yang membingungkan orang dewasa yang berbakat.

Padahal, sebenarnya tidak. Kecerdasan istimewa yang luar biasa pada pengidap autisme ini disebut sindrom Savant. Sayangnya, tidak semua pengidap autisme memiliki kondisi ini.

Menurut studi pada 2009 di jurnal Philosophical Transactions of the Royal Society B, hanya ada kurang dari 10 persen pengidap autisme yang bisa dibilang “genius”. 

  1. Vaksin Menyebabkan Autisme

Pada 1998, The Lancet menerbitkan sebuah laporan yang menghubungkan vaksin dengan autisme, yang memicu banyak ketakutan. Namun, artikel tersebut ditarik kembali ketika dikonfirmasi bahwa beberapa data dipalsukan. 

Hingga beberapa waktu lalu, banyak orang yang masih memercayai mitos autisme ini. Namun, banyak studi ilmiah yang membuktikan bahwa tidak ada korelasi antara vaksin dan autisme.

Salah satu yang terbaru adalah studi pada 2021, yang diterbitkan oleh The Brown University Child and Adolescent Behavior Letter. Studi tersebut dengan jelas menegaskan bahwa vaksin tidak menyebabkan autisme.

Nah, itulah beberapa mitos autisme yang sebaiknya tak perlu lagi dipercaya. Jika kamu masih memiliki keraguan akan suatu mitos kesehatan, kamu bisa download Halodoc untuk tanya dokter kapan saja.

Referensi:
WHO. Diakses pada 2022. Autism spectrum disorders
Neuroscience Bulletin. Diakses pada 2022. An Overview of Autism Spectrum Disorder, Heterogeneity and Treatment Options.
Behavioral Sciences. Diakses pada 2022. Supportive Relationships in Autism Spectrum Disorder: Perspectives of Individuals with ASD and Supporters.
Philosophical Transactions of the Royal Society B. Diakses pada 2022. The savant syndrome: an extraordinary condition. A synopsis: past, present, future.
The Brown University Child and Adolescent Behavior Letter. Diakses pada 2022. Time To Remember: Vaccines Don’t Cause Autism.
Autism Resource Center Singapore. Diakses pada 2022. Myths & Facts Of Autism.
Autism Western Australia. Diakses pada 2022. Autism Myth Busters.
Today’s Parent. Diakses pada 2022. 6 Myths About Autism That Way Too Many People Believe.

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan