Stres Akibat Pandemi Tingkatkan Risiko Gangguan Makan

Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   25 Agustus 2021
Stres Akibat Pandemi Tingkatkan Risiko Gangguan MakanStres Akibat Pandemi Tingkatkan Risiko Gangguan Makan

“Pandemi COVID-19 membawa banyak perubahan, yang memicu stres. Ditambah faktor pemicu lain, seperti kesulitan keuangan, dan kecemasan akan kesehatan, kondisi ini dapat meningkatkan risiko gangguan makan pada beberapa orang.”

Halodoc, Jakarta – Tidak dapat dipungkiri bahwa pandemi COVID-19 membawa banyak perubahan dalam hidup setiap orang. Perubahan rutinitas, kesulitan keuangan, dan rasa terisolasi di rumah, sekalipun, dapat menimbulkan stres, yang pada akhirnya memicu gangguan makan atau eating disorder

Ya, sebuah studi teranyar mengungkapkan bahwa stres karena pandemi dapat meningkatkan risiko gangguan makan pada seseorang. Ingin tahu lebih lanjut? Simak dalam pembahasan berikut ini.

Baca juga: Trauma di Masa Kecil Bisa Memicu Gangguan Makan

Gangguan Makan dan Stres karena Pandemi

Dalam studi yang diterbitkan di The International Journal of Eating Disorders pada Juli 2021 lalu, ditemukan bahwa stres, gejala depresi, dan kesulitan keuangan yang ekstrem semakin mendorong orang untuk makan sebagai bentuk koping selama pandemi COVID-19. Dari stresor, masalah ekonomi menjadi dorongan terbesar untuk menggunakan makanan sebagai mekanisme koping. 

Pandemi COVID-19 mengakibatkan perubahan drastis pada kehidupan sehari-hari masyarakat, dan dalam beberapa kasus, berdampak negatif pada pendapatan dan hubungan sosial mereka. Pada gilirannya, stres dan ketidakpastian merajalela. 

Karena stres dan ketidakpastian tambahan telah dikaitkan dengan gangguan makan, peneliti memperkirakan COVID-19 dapat membuat beberapa individu mengembangkan gangguan makan.

Untuk mengeksplorasi penyebab masalah ini, para peneliti dari University of Minnesota Medical School dan School of Public Health menyurvei 720 orang dewasa muda, sekitar usia 24, pada April dan Mei 2020. Tekanan psikologis, stres, manajemen stres, dan kesulitan keuangan selama pandemi COVID-19 serta gangguan makan dievaluasi.

Pada akhirnya, para peneliti menemukan enam faktor yang menyebabkan perubahan perilaku makan, yaitu:

  • Makan dan ngemil tanpa berpikir.
  • Peningkatan konsumsi makanan.
  • Penurunan nafsu makan.
  • Makan untuk mengatasi stres.
  • Pengurangan asupan makanan terkait pandemi.
  • Peningkatan yang nyata dalam gejala gangguan makan.

Faktor-faktor tersebut dikaitkan dengan manajemen stres yang lebih sedikit, gejala yang lebih depresi, dan kesulitan keuangan. Sebaliknya, manajemen stres membantu mengurangi penggunaan makan sebagai bentuk koping.

Baca juga: Bukan Makanan, Gangguan Makan Pica Bisakah Diatasi?

Bagaimana Mengatasinya?

Stres karena pandemi mungkin memperburuk hubungan penuh yang mungkin sudah kamu miliki dengan makanan, atau berpotensi pada pengembangan gangguan makan.

Jika kamu atau orang terdekat mengalami gangguan makan akibat pandemi, berikut ini beberapa tips yang bisa membantu:

  1. Berpikir Positif

Penting untuk menyadari bahwa tahun demi tahun yang berat sudah banyak kamu lalui. pandemi membawa serangkaian keadaan “unik”, seperti isolasi sosial, kesulitan keuangan, kerawanan pangan, kecemasan atas kesehatan, peningkatan tuntutan dalam kehidupan rumah tangga, dan banyak lagi. Namun, penting untuk lebih banyak bersyukur atas semua yang sudah berhasil dilalui. 

Lainey Younkin, MS., RD., LDN., ahli diet penurunan berat badan yang berbasis di Lainey Younkin Nutrition, Boston, mengatakan bahwa membatasi makanan justru menyebabkan makan berlebihan, jadi jangan memberi label makanan apa pun sebagai terlarang. Jika kamu memutuskan untuk makan satu scoop es krim, kamu bukan orang jahat. 

  1. Kelola Stres dan Tidur

Jika stres adalah pendorong utama pembatasan, binging, atau makan tanpa berpikir, mempelajari mekanisme koping lain untuk mengelola stres sangat membantu. Misalnya, dengan melakukan aktivitas sederhana, seperti berjalan-jalan untuk mencari udara segar, meditasi, atau membuat jurnal.  

Selain mengelola stres, penting juga untuk menjaga kualitas tidur. Kurang tidur dapat menyebabkan peningkatan ghrelin, hormon yang memberi tahu tubuh bahwa kamu lapar. Pastikan untuk tidur 7-8 jam per malam dan mengatur sistem untuk membantu kamu mendapatkannya, seperti mengisi daya ponsel di luar kamar tidur dan tidak melihat layar 1-2 jam sebelum tidur.

Baca juga: Benarkah Gangguan Makan Dipengaruhi oleh Faktor Genetik?

  1. Mencari Pertolongan

Jika depresi, kecemasan, atau masalah kesehatan mental lainnya adalah pendorong perilaku makan yang tidak teratur, mencari bantuan profesional seperti psikolog atau psikiater bisa jadi pilihan terbaik. 

Dari apa yang dibahas tadi, dapat disimpulkan bahwa jika kamu merasakan gejala gangguan makan selama pandemi, bersikap proaktif dengan kesehatan dan mencari bantuan mungkin merupakan salah satu hal terbaik yang dapat dilakukan untuk kesehatan fisik dan mental. 

Bila merasa ragu atau bingung harus cari pertolongan ke mana, kamu bisa gunakan aplikasi Halodoc untuk bicara dengan psikolog, kapan dan di mana saja, tanpa perlu keluar rumah.

Referensi:
The International Journal of Eating Disorders. Diakses pada 2021. Disordered Eating in a Population-Based Sample of Young Adults During The Covid-19 Outbreak.
European Eating Disorder Review. Diakses pada 2021. Intolerance of Uncertainty in Eating Disorders: A Systematic Review and Meta-Analysis.
Very Well Health. Diakses pada 2021. Pandemic Stress Is Contributing to Disordered Eating.

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan