Terlalu Perfeksionis Bisa Jadi Gejala Gangguan OCD

Ditinjau oleh  dr. Verury Verona Handayani   11 Agustus 2020
Terlalu Perfeksionis Bisa Jadi Gejala Gangguan OCDTerlalu Perfeksionis Bisa Jadi Gejala Gangguan OCD

Halodoc, Jakarta – Punya sifat perfeksionisme nyatanya bisa menguntungkan dan merugikan. Dari sisi positif, seseorang yang cenderung perfeksionis pasti akan melakukan suatu hal dengan sangat baik dan berkualitas. Namun, sisi negatifnya, terkadang orang yang perfeksionis selalu merasa tidak puas jika pekerjaan yang dilakukan kurang memuaskan meski orang lain punya pendapat yang sebaliknya. 

Ketika perfeksionisme ini berubah menjadi sangat kompulsif, hati-hati bisa jadi itu tanda obsessive-compulsive disorder. OCD merupakan gangguan yang ditandai dengan keinginan (obsesi) yang membuat pengidapnya melakukan perilaku berulang (kompulsi). Pada pengidap OCD, obsesi dan kompulsi ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan menyebabkan tekanan yang signifikan.

Baca juga: Trauma Bisa Memicu Seseorang Alami OCD

Alasan Perfeksionis Bisa Menjadi Salah Satu Tanda OCD

Perfeksionis yang mengacu ke tanda-tanda OCD apabila pengidapnya punya keinginan sangat kuat untuk melakukan sesuatu dengan sempurna sesuai kriterianya. Bedanya dengan perfeksionis normal, perfeksionis OCD bisa membuat pengidapnya kelelahan secara fisik maupun mental untuk memastikan segala sesuatu berjalan sesuai dengan keinginan dan kriterianya. 

Selain itu, perfeksionis OCD cenderung mengalami kecemasan yang lebih tinggi apabila berhubungan dengan masalah “pemeriksaan”. Contohnya, saat pengidap merasa tidak memiliki kepastian atau ragu-ragu apakah telah mengunci pintu atau mematikan kompor, mereka bisa kembali untuk memeriksa dan memastikan keadaan ini berulang kali. 

Walaupun punya sifat perfeksionis, gejala obsesi dan kompulsi ini justru membuat pengidap merasa lebih buruk dan kurang percaya diri. Hal ini tentu dapat menimbulkan gangguan kecemasan yang lebih ekstrem lagi, bahkan dapat mengarah menjadi depresi. 

OCD umumnya dimulai pada masa remaja atau dewasa, tetapi tidak menutup kemungkinan OCD dimulai sejak masa kanak-kanak. Gejala biasanya dimulai secara bertahap dan tingkat keparahannya cenderung bervariasi. Jenis obsesi dan kompulsi yang dialami pengidap juga dapat berubah seiring waktu. 

Baca juga: Bisakah OCD Muncul Tiba-Tiba saat Dewasa?

Gejala umumnya memburuk saat pengidapnya mengalami stres yang lebih besar. OCD, biasanya dianggap sebagai gangguan seumur hidup, gejalanya bisa ringan hingga sedang atau sangat parah hingga melumpuhkan aktivitas pengidapnya. Jika kamu seorang perfeksionis dan merasa kondisi yang kamu miliki semakin tidak wajar, sebaiknya hubungi psikolog di Halodoc untuk memastikan apakah kamu mengidap OCD atau tidak. Lewat aplikasi ini, kamu dapat menghubungi dokter kapan dan di mana saja via Chat atau Voice/Video Call.

Pengobatan OCD yang Perlu Dijalani

Perawatan OCD biasanya mencakup psikoterapi dan pengobatan. Menggabungkan kedua perawatan tersebut biasanya menghasilkan efek yang lebih baik. Umumnya, dokter akan meresepkan obat antidepresan untuk membantu mengurangi gejala OCD. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI) adalah jenis antidepresan yang sering digunakan untuk mengurangi perilaku obsesif dan kompulsif.

Selain obat-obatan, terapi bicara dengan terapis dapat membantu pengidap untuk mengubah pola pikir dan perilaku. Terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi paparan dan respons adalah jenis terapi bicara yang efektif untuk sebagian besar pengidap OCD.

Baca juga: Ini Bedanya Gangguan Kepribadian Paranoid dan OCD

Pencegahan eksposur dan respons (ERP) juga diperlukan agar pengidap OCD dapat mengatasi kecemasan yang terkait dengan pikiran obsesif dengan cara lain, tanpa harus terlibat dalam perilaku kompulsif.

Referensi:
Mayo Clinic. Diakses pada 2020. Obsessive-compulsive disorder (OCD).
Healthline. Diakses pada 2020. Everything You Want to Know About Obsessive Compulsive Disorder.


Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan