Penelitian Membuktikan, Vaksin Rubella Ternyata Tidak Sebabkan Autisme

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   11 Maret 2019
Penelitian Membuktikan, Vaksin Rubella Ternyata Tidak Sebabkan AutismePenelitian Membuktikan, Vaksin Rubella Ternyata Tidak Sebabkan Autisme

Halodoc, Jakarta - Tubuh manusia dilengkapi dengan antibodi yang berfungsi sebagai pelindung dari berbagai virus dan bakteri yang masuk. Namun, ada beberapa penyakit tertentu yang perlu dilawan dengan jenis antibodi yang hanya bisa didapatkan dari vaksin. Itulah sebabnya bayi dan balita, yang sistem kekebalan tubuhnya belum sempurna, dianjurkan untuk menerima berbagai vaksin. Salah satunya adalah vaksin MMR (Measles, Mumps, and Rubella) atau juga populer dengan sebutan vaksin rubella.

Vaksin ini berguna untuk mencegah penyakit campak (measles), gondong (mumps), dan campak jerman (rubella). Perlu diketahui bahwa campak merupakan suatu penyakit infeksi yang penularannya cukup tinggi, dengan gejala berupa demam tinggi, batuk, pilek, mata merah, dan ruam kulit. Sementara itu, penyakit gondong dapat memunculkan gejala demam, sakit kepala, serta pembengkakan pada satu atau dua sisi pipi bagian belakang atau rahang bawah.

Baca juga: Ini Pentingnya Vaksin Rubella untuk Anak

Tak kalah berbahaya, penyakit campak jerman (rubella) adalah penyakit yang dapat menimbulkan gejala demam dan bercak merah pada kulit. Penyakit ini dapat menimbulkan cacat berat pada janin, yang dikenal sebagai sindrom rubella congenital, bila mengenai ibu hamil terutama pada hamil muda. Nah, ketika penyakit itu dapat dicegah secara bersamaan, hanya dengan satu jenis vaksin, yaitu vaksin MMR.

Diisukan Dapat Menyebabkan Autisme

Meski digadang memiliki manfaat sebagai pencegah 3 penyakit berbahaya, vaksin MMR tak lepas dari isu dan kontroversi sejak akhir tahun 1990-an lalu. Salah satu isu yang santer terdengar terkait vaksin ini adalah risiko komplikasi autisme. Isu ini bermula dari penelitian Dokter Wakefield di Inggris pada 1998, pada 12 anak yang dirujuk ke klinik karena diare atau nyeri perut. Anak-anak itu diketahui memiliki riwayat perkembangan normal, tetapi memiliki regresi (kemunduran) dalam keterampilan tertentu.

Saat diperiksa, orangtua ditanyakan tentang riwayat imunisasi MMR (yang telah diberikan 9 tahun yang lalu), dan hubungannya dengan hilangnya keterampilan tersebut. Berdasarkan hal itu, Wakefield menduga bahwa ada hubungan antara imunisasi MMR dan autisme. Namun, beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 2011, pernyataan Wakefield dipatahkan dan dibuktikan salah oleh tim ahli penelitian, yang dipublikasikan dalam majalah kedokteran British Medical Journal edisi Februari 2011.

Baca juga: Alasan Kenapa Ibu Hamil Perlu Waspada Rubella

Vaksin MMR tidak terbukti mengakibatkan autisme pada anak. Gejala autisme memang umumnya pertama kali terlihat saat anak berusia 12-18 bulan, yang mana waktu tersebut hampir bersamaan dengan diberikannya vaksin MMR. Hal inilah yang mungkin membuat banyak orang beranggapan bahwa autisme yang dialami anak adalah akibat dari vaksin MMR yang diberikan. Padahal, sebagian besar kasus anak-anak yang memiliki autis disebabkan oleh faktor genetik, sedangkan beberapa kasus lainnya belum diketahui dengan pasti apa penyebabnya.

Tidak Ada Alasan untuk Mengambinghitamkan Vaksin MMR

Menguatkan bantahan terhadap isu keterkaitan vaksin MMR dan autisme, ada hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti dari Institute Serum Statens di Kopenhagen, Denmark, yang diterbitkan dalam Annals of Internal Medicine, pada 5 Maret 2019 lalu. Para peneliti mengambil data dari daftar populasi Denmark. Secara keseluruhan, mereka memiliki akses ke data dari 657.461 anak-anak. Dari jumlah tersebut, 6.517 menerima diagnosis autisme selama 10 tahun masa tindak lanjut.

Para peneliti membandingkan tingkat autisme pada anak-anak yang telah menerima vaksinasi MMR dan membandingkannya dengan anak-anak yang tidak menerima vaksin. Seperti yang diharapkan, tidak ada peningkatan risiko yang terkait dengan vaksinasi. Bahkan, pada anak-anak dengan risiko lebih tinggi terkena autisme, vaksinasi MMR tidak membuat perbedaan.

Baca juga: Perlu Tahu Vaksin MR dan MMR untuk Anak

Faktor risiko autisme yang dicatat oleh tim adalah memiliki saudara kandung dengan diagnosis autisme, berat badan lahir rendah, usia ibu, usia ayah, dan merokok selama kehamilan. Dalam analisis lebih lanjut, mereka juga mencari hubungan antara vaksinasi selain MMR dan autisme. Namun, mereka juga tidak menemukannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa, tidak ada alasan untuk mengambinghitamkan vaksin MMR atau vaksin apapun, sebagai penyebab dari autisme.

Itulah sedikit penjelasan tentang vaksin MMR yang ternyata tidak berkaitan dengan risiko autisme pada anak. Jika kamu membutuhkan informasi lebih lanjut soal hal ini atau gangguan kesehatan lainnya, jangan ragu untuk mendiskusikannya dengan dokter pada aplikasi Halodoc, lewat fitur Talk to a Doctor, ya. Mudah kok, diskusi dengan dokter spesialis yang kamu inginkan pun dapat dilakukan melalui Chat atau Voice/Video Call. Dapatkan juga kemudahan membeli obat menggunakan aplikasi Halodoc, kapan dan di mana saja, obatmu akan langsung diantar ke rumah dalam waktu satu jam. Yuk, download sekarang di Apps Store atau Google Play Store!

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan