Sindrom Lima
Sindrom Lima adalah kondisi yang berkebalikan dari sindrom Stockholm. Jika pada sindrom Stockholm, korban memiliki keterikatan emosional dengan penyandera, pada sindrom Lima, justru pelakulah yang memiliki keterikatan emosi terhadap korban.
Penyebab Sindrom Lima
Sama halnya seperti sindrom Stockholm, sindrom Lima ini juga masih kurang dipahami dengan jelas penyebabnya. Sejauh ini penelitian yang berkembang menunjukkan keterikatan hubungan antara penculik dan korban membangun relasi “positif”.
Pun, situasi yang dibangun selama penculikan, seperti waktu yang dihabiskan bersama membuat penculik memiliki ikatan emosional dengan korban yang diculiknya. Situasi inilah yang kerap membuat penculik memutuskan untuk membebaskan korban lebih cepat dari seharusnya.
Selain yang diungkapkan di atas, faktor psikologis juga dapat memengaruhi sindrom Lima. Faktor psikologis tersebut adalah kondisi emosional penculik yang masih kurang berpengalaman, memiliki keyakinan yang lemah, ataupun korban mengingatkan penculik akan suatu hal dari masa lalunya.
Faktor Risiko Sindrom Lima
Beberapa faktor risiko seseorang mengembangkan sindrom Lima memiliki kaitan dengan sindrom Stockholm, yaitu:
- Pernah mengalami hubungan yang buruk, mencakup pelecehan fisik, emosional, atau seksual.
- Terlibat dalam perdagangan seks.
- Mengalami pelecehan seksual pada masa kanak-kanak.
- Sebagai bentuk sistem koping saat berada di dalam tekanan.
Gejala Sindrom Lima
Ada beberapa gejala sindrom lima, yaitu:
- Berada dalam posisi sebagai penculik atau pelaku.
- Membentuk hubungan positif dengan korban.
- Merasakan empati terhadap situasi korban.
- Menjadi lebih memperhatikan kebutuhan atau keinginan korban.
- Mulai terlibat percakapan emosional dengan korban.
- Mengembangkan perasaan keterikatan, kesukaan, atau bahkan kasih sayang untuk korban.
Diagnosis Sindrom Lima
American Psychiatric Association tidak secara resmi mengakui atau memasukkan sindrom Lima sebagai kondisi psikologis dalam manual diagnostik untuk standar penyakit mental. Namun, profesional medis biasanya mengenali perilaku traumatis sebagai faktor yang menjadi pertimbangan diagnosis sindrom Lima. Pada umumnya, sama seperti sindrom Stockholm, kriteria PTSD atau gangguan stres akut menjadi pertimbangan dalam mendiagnosis sindrom Lima.
Pengobatan Sindrom Lima
Dalam beberapa situasi, penculik atau pelaku dapat menjalin hubungan positif atau empati dengan korbannya, menjadi titik poin pengobatan dan penanganan sindrom Lima.
Namun, karena hubungan ini terjadi dalam hubungan kekuasaan yang tidak setara dan sering kali dalam keadaan traumatis, harus diakui bahwa hubungan tersebut tidak selalu dilakukan secara bebas atau tanpa tekanan. Untuk mengatasinya, konseling psikologis adalah cara penanganan terbaik untuk membantu lebih memahami, dan mengatasi emosi yang dihadapi pengidap sindrom ini.
Komplikasi Sindrom Lima
Komplikasi dari sindrom Lima bisa mengakibatkan masalah psikologis seperti gangguan kecemasan, mengembangkan post-traumatic stress disorder (PTSD), serta gangguan citra diri.
Pencegahan Sindrom Lima
Pencegahan sindrom Lima sulit dilakukan karena ini bisa dibilang adalah situasi kriminal, yang terjadi ketika seseorang melakukan penculikan ataupun tindakan kejahatan.
Kapan Harus ke Dokter?
Segala bentuk masalah kesehatan mental yang memiliki gejala spesifik dan mengganggu kualitas hidup pengidapnya membutuhkan bantuan profesional medis. Bila kamu pernah mengalami peristiwa traumatis dan belum pernah melakukan konseling psikologis, kamu bertanya pada psikolog atau psikiater di Halodoc. Yuk, download langsung aplikasi Halodoc sekarang juga!
Referensi:
CBT Cognitive Psychotherapy. Diakses pada 2023. Lima Syndrome: What It Is and How To Deal With It?
Emergency Live. Diakses pada 2023. Diakses pada 2023. What Is Lima Syndrome? What Distinguishes It From The Well-Known Stockholm Syndrome?
Cleveland Clinic. Diakses pada 2023. Stockholm Syndrome.
Healthline. Diakses pada 2023. What Is Lima Syndrome?
Topik Terkini
Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan