ADHD, Gangguan Mental yang Sering Dialami Anak Milenial

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   25 Agustus 2020
ADHD, Gangguan Mental yang Sering Dialami Anak MilenialADHD, Gangguan Mental yang Sering Dialami Anak Milenial

Halodoc, Jakarta – Tidak hanya pada orang dewasa, nyatanya gangguan kesehatan mental juga dapat dialami oleh anak-anak yang akan beranjak dewasa. Berbagai gangguan kesehatan sangat rentan dialami oleh anak-anak yang masuk kategori milenial, misalnya gangguan kecemasan, depresi, hingga alami ADHD. ADHD atau yang dikenal juga dengan deficit hyperactivity disorder adalah gangguan mental yang menyebabkan pengidapnya kesulitan memusatkan perhatian serta memiliki perilaku impulsif dan juga hiperaktif.

Baca juga: 5 Gangguan Mental yang Kerap Dialami Anak Milenial

Tidak ada salahnya bagi para orangtua yang memiliki anak usia remaja, kenali lebih banyak gangguan kesehatan mental, seperti ADHD agar ibu dapat mengenali gejala yang dialami oleh para remaja serta mengatasi kondisi ini dengan tepat. ADHD yang tidak diatasi dengan baik nyatanya dapat menurunkan kualitas hidup pengidapnya serta memengaruhi kondisi prestasi akademis di sekolah.

Kenali Gejala ADHD pada Remaja

Melansir dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 10–20 persen remaja nyatanya pernah mengalami kondisi gangguan mental, baik yang disadari maupun tidak. Salah satu gangguan mental yang kerap dialami oleh para remaja yang masuk dalam kategori anak milenial adalah ADHD atau yang dikenal juga dengan deficit hyperactivity disorder.

Saat mengalami ADHD biasanya pengidap akan kesulitan untuk memusatkan perhatian, serta memengaruhi perilakunya yang menjadi impulsif serta hiperaktif. Melansir Children and Adults with Attention –Deficit/Hyperactivity Disorder, beberapa remaja tidak menyadari kondisi ADHD yang dialami karena tidak menunjukkan gejala pada awalnya. 

Biasanya, gejala akan disadari ketika kondisi gangguan mental sudah cukup parah saat pengidap beranjak remaja. Ada beberapa gejala yang menjadi tanda adanya kondisi ADHD, seperti sulit berkonsentrasi dan mendengarkan orang lain, perhatian mudah teralihkan, tidak memerhatikan hal kecil, tidak dapat duduk tenang, sulit mengatur tugas atau kegiatan yang sedang dilakukan, terlalu banyak bicara, mengganggu aktivitas yang dilakukan orang lain, serta kebiasaan menggerakan beberapa bagian tubuh saat sedang duduk.

Seiring bertambahnya usia, pengidap ADHD akan mengalami gangguan pada pendidikan maupun pekerjaannya. Selain itu, pengidap ADHD akan kesulitan memiliki teman atau pasangan hidup. Jangan ragu segera lakukan pemeriksaan pada rumah sakit terdekat ketika kamu atau kerabat dekat yang mengalami beberapa gejala terkait dengan kondisi ADHD.

Baca juga: Ibu Harus Tahu, Ini 4 Penyebab ADHD pada Anak

Pemeriksaan bagi Pengidap ADHD

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang alami kondisi ADHD saat remaja, seperti memiliki riwayat keluarga dengan kondisi ADHD, mengalami kelahiran prematur sebelum usia kehamilan 37 minggu yang menyebabkan pertumbuhan otak dalam kandungan belum optimal, adanya kelainan pada struktur otak dalam kandungan, penggunaan obat terlarang saat ibu pengidap menjalani masa kehamilan, paparan racun atau bahan kimia dalam waktu yang cukup panjang ketika masa balita.

Itulah beberapa faktor pemicu yang dapat menyebabkan seseorang alami ADHD. Namun perlu diketahui, tidak semua anak yang sulit berkonsentrasi dan aktif merupakan tanda dari ADHD. Untuk memastikan kondisi ini, sebaiknya kunjungi rumah sakit terdekat dan lakukan pemeriksaan yang bisa mendeteksi adanya kondisi ADHD pada seseorang.

Pemeriksaan akan dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan fisik yang kemudian dilanjutkan dengan tes darah, tes fungsi hati, tes fungsi tiroid, serta MRI otak.

Penanganan Anak dengan Kondisi ADHD

Lalu, bagaimana jika dokter mendeteksi adanya kondisi ADHD pada anak? Meski tidak dapat disembuhkan secara optimal, penanganan terhadap kondisi ADHD berfungsi untuk menurunkan risiko gejala yang akan dialami. Berikut ini perawatan yang bisa dilakukan pengidap ADHD:

1.Pengobatan

Beberapa penggunaan jenis obat-obatan digunakan untuk menurunkan risiko gejala yang akan dialami oleh pengidap ADHD. 

2.Terapi

Ada beberapa terapi yang bisa dilakukan pengidap ADHD untuk meredakan gejala dan menurunkan risiko munculnya gejala, seperti terapi perilaku kognitif, terapi psikoedukasi, hingga pelatihan interaksi sosial.

3.Perubahan Hidup Sehat

Selain pengobatan yang disarankan oleh dokter, orangtua juga perlu mendukung anak agar penanganan yang dilakukan dapat berhasil. Menerapkan pola hidup sehat dapat dilakukan orangtua untuk menurunkan risiko gejala yang muncul. Berikan anak makanan yang bernutrisi tinggi, jangan lupa untuk penuhi kebutuhan istirahat anak setiap harinya, ajak anak untuk rutin olahraga agar kesehatan fisik ikut terjaga dengan baik.

Baca juga: 5 Tips Didik Anak dengan ADHD

Itulah beberapa hal yang perlu diketahui oleh orangtua mengenai kondisi ADHD yang dapat dialami oleh para anak milenial. Lakukan pencegahan dengan menghindari penggunaan obat terlarang saat menjalani masa kehamilan dan juga bantu anak untuk kelola tingkat stres yang mereka alami.

Referensi:
Children and Adults with Attention –Deficit/Hyperactivity Disorder. Diakses pada 2020. Diagnosing ADHD in Adolescence.
Teens Health. Diakses pada 2020. ADHD.
World Health Organization. Diakses pada 2020. Adolescent Mental Health.
Child Mind Institute. Diakses pada 2020. ADHD in Teenagers.

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan