Bahaya Kebiasaan Mengonsumsi Makanan dalam Kemasan
“Rasanya yang enak dan cara penyajiannya yang praktis membuat makanan kemasan kerap jadi pilihan. Terlebih apabila kamu punya kesibukan tinggi yang membuat kamu tidak sempat masak berat. Namun, bahan pengawet dan bahan kimia lain yang turut terkandung dalam makanan kemasan membuat makanan satu ini dikatakan tidak sehat.”

Halodoc, Jakarta – Setiap orang pasti pernah menjajal mengonsumsi makanan kemasan setidaknya satu kali dalam hidupnya. Bisa berupa jus, makanan ringan, susu, hingga daging olahan. Selain itu, makanan kemasan jadi pilihan pekerja dengan aktivitas yang sibuk dan padat karena dinilai lebih praktis. Namun, tahukah kamu kalau makanan kemasan memiliki banyak sekali kandungan bahan kimia?
Terdapat MSG, formalin pada jenis makanan tertentu, dan pewarna makanan, serta lapisan lilin pada makanan kemasan guna menghindari makanan lengket. Makanan ringan juga termasuk dalam kelompok ultra processed food atau highly processed food. Banyaknya tahapan dalam proses produksi makanan kemasan mengakibatkan kandungan nutrisi didalamnya berkurang. Biasanya, produsen menyiasatinya dengan menambah vitamin, serat, dan mineral sintetis saat melalui tahapan fortifikasi.
Bahaya Terlalu Sering Mengonsumsi Makanan Kemasan
Akan tetapi, tetap saja tambahan mineral dan vitamin tersebut tidak mampu menggantikan nutrisi alami yang berasal dari bahan segar atau makanan dengan olahan minimal. Tak hanya itu, kamu juga harus waspada dengan dampak yang bisa terjadi kalau terlalu sering mengonsumsi makanan kemasan, seperti:
- Obesitas
Makanan kemasan memang punya rasa lezat yang menggugah selera. Kemasannya yang tidak terlalu besar juga membuat konsumen tertarik membeli dalam jumlah lebih banyak. Inilah yang akhirnya membuat kamu mengonsumsi makanan kemasan dalam jumlah yang berlebihan.
Salah satu dampak yang mungkin terjadi adalah kelebihan berat badan atau obesitas. Setidaknya, mengonsumsi makanan kemasan menyumbang kalori harian sekitar 57,9 persen. Sayangnya, sebesar 89,7 persen didapatkan dari gula tambahan. Semakin banyak kamu mengonsumsinya, semakin berisiko pula tubuh terhadap obesitas.
- Diabetes
Banyak bahan tambahan yang kerap ditambahkan dalam makanan kemasan. Ini termasuk pewarna, pengawet, penguat rasa, pemberi tekstur atau emulsi, sampai pemanis buatan. Salah satu jenis pemanis buatan yang banyak dipakai adalah sirup jagung dengan kandungan fruktosa yang tinggi. Sayangnya, konsumsi jenis pemanis tersebut dihubungkan dengan meningkatkan risiko tubuh terhadap diabetes.
Sebuah studi yang dimuat dalam jurnal Global Public Health menyebutkan, para pakar yang berasal dari University of Southern California melakukan pengamatan terhadap 43 negara di dunia guna mengetahui keterkaitan antara mengonsumsi sirup jagung tinggi kandungan fruktosa dengan masalah diabetes tipe 2.
Hasilnya, negara yang memiliki ketersediaan sirup jagung lebih banyak memiliki tingkat kasus diabetes 20 persen lebih tinggi, daripada negara dengan ketersediaan sirup jagung yang rendah.
- Masalah Kardiovaskular
Dampak konsumsi makanan kemasan ringan selanjutnya adalah meningkatnya risiko penyakit kardiovaskular, salah satunya adalah hipertensi. Ini karena tingginya kandungan garam, lemak, dan gula pada makanan kemasan yang kamu konsumsi. Tak hanya itu, asupan lemak dan gula dalam jumlah berlebihan bisa mengakibatkan peningkatan kadar kolesterol jahat di dalam tubuh.
Hal tersebut bisa berujung pada risiko penyakit jantung. Sebuah studi yang diterbitkan dalam British Medical Journal menyebutkan, para ahli telah melakukan uji terhadap 105.159 orang dewasa asal Prancis dengan usia rata-rata 43 tahun. Pengujian dilakukan guna mengetahui adanya efek dari mengonsumsi makanan olahan.
Hasilnya, ternyata peningkatan konsumsi makanan olahan dan kemasan sebesar 10 persen dihubungkan dengan meningkatnya risiko masalah kardiovaskular sebesar 12 persen secara menyeluruh.
- Tingginya Risiko Kematian
Mengonsumsi makanan olahan dan kemasan yang berlebihan pada akhirnya bisa meningkatkan risiko terjadinya kematian. Hal ini dibuktikan melalui sebuah studi dalam British Medical Journal yang dilakukan oleh peneliti yang berasal dari University of Navarra. Mereka melakukan pengujian terhadap 19.899 orang dewasa dengan rata-rata usia 38 tahun.
Hasil studi tersebut membuktikan bahwa mengonsumsi makanan olahan lebih tinggi dari empat porsi setiap harinya dihubungkan dengan peningkatan risiko semua penyebab kematian sebesar 65 persen. Bahkan, peningkatan ini akan bertambah sebesar 18 persen untuk kelebihan satu porsinya.
- Paparan Zat Kimia yang Berbahaya
Selain kandungannya, ternyata bahaya mengonsumsi makanan ringan olahan juga ditemukan dari kemasannya. Bahan kimia yang terkandung dalam kemasan makanan turut berbahaya untuk kesehatan jangka panjang.
Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Epidemiology and Community Health menyebutkan bahwa kandungan bahan kimia berbahaya dalam kemasan produk makanan ringan dapat larut dalam makanan dan masuk ke tubuh. Adapun bahan kimia yang dimaksud adalah formaldehida yang terdapat dalam botol plastik yang memicu kanker, senyawa bisphenol A, atau BPA yang ditemukan dalam makanan maupun minuman kaleng, triclosan, phthalates, dan tributyltin.
Memang benar, proporsi bahan kimia tadi jumlahnya sangat sedikit dan masih bisa dibilang aman. Meski demikian, paparan yang terjadi dalam jangka panjang dapat mengakibatkan terjadinya penumpukan di dalam tubuh. Pastinya, hal ini sangat berbahaya untuk kesehatan, terutama masalah hormon.
Namun, semua dampak tadi tentu bisa kamu hindari dengan penerapan pola makan sehat meski hanya berupa camilan. Tak lupa, pastikan kamu membaca label nilai gizi yang tertulis di belakang kemasan. Selain itu, sebaiknya kamu tidak mengonsumsi makanan kemasan dalam jumlah berlebihan.
Lebih baik lagi kalau kamu mengganti camilan kemasan dengan pilihan camilan sehat, seperti oatmeal, buah, atau yogurt. Jadi, kamu tetap dapat asupan gizi seimbang yang pastinya sangat bermanfaat untuk tubuh. Kalau kamu punya pertanyaan seputar gizi dan diet, kamu bisa langsung tanya dengan ahli gizi melalui aplikasi Halodoc. Jadi, apakah kamu sudah download aplikasi Halodoc?