Ini 6 Faktor yang Meningkatkan Risiko Nosophobia

3 menit
Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   14 Desember 2022

“Nosophobia merupakan kondisi saat seseorang mengalami ketakutan tak masuk akal akan tertular penyakit kronis. Di antaranya kanker atau HIV/AIDS. Faktor pemicunya yakni keturunan dan memiliki gangguan kecemasan.”

Ini 6 Faktor yang Meningkatkan Risiko NosophobiaIni 6 Faktor yang Meningkatkan Risiko Nosophobia

Halodoc, Jakarta – Nosophobia atau nosofobia berasal dari bahasa Yunani. ‘Nosos’ berarti penyakit dan phobos yaitu takut. Kondisi ini adalah rasa takut berlebihan terkena penyakit berbahaya yang mengancam nyawa. 

Penyakit ini juga disebut dengan ‘penyakit mahasiswa kedokteran’. Sebab, mereka kerap mempercayai tengah mengidap penyakit tertentu setelah mempelajarinya. Padahal, kekhawatiran ini tidak nyata.

Risikonya semakin tinggi dialami oleh seseorang dengan riwayat gangguan kecemasan. Juga, orang tua yang mengidap penyakit kronis karena takut akan kematian.

Faktor yang Meningkatkan Risiko Nosophobia

Wanita maupun pria memiliki risiko yang sama terkena noshopobia. Namun, risikonya lebih tinggi dialami oleh pengidap gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Sebab, mereka harus memiliki kendali penuh atas diri sendiri, termasuk rasa sakit.

Faktor risiko lainnya termasuk:

  1. Anak-anak yang mengalami sakit parah.
  2. Riwayat keluarga dengan penyakit keturunan.
  3. Merawat orang terdekat yang mengidap penyakit serius.
  4. Kehilangan orang yang dicintai karena penyakit kronis.
  5. Dirawat oleh orang tua dengan gangguan kecemasan atau fobia tertentu.
  6. Perubahan gen (mutasi) yang meningkatkan risiko gangguan kecemasan.

Adapun langkah diagnosis pada pemilik faktor pemicu di atas, yakni mengajukan pertanyaan seputar keluhan atau gejala yang mereka alami. Tim medis juga akan melihat pengaruhnya terhadap kualitas hidup mereka.

Gejala yang Perlu Diwaspadai

Pengidap nosophobia akan terlihat sering memeriksakan diri ke dokter guna mengetahui bahwa dirinya dalam keadaan baik-baik saja. Adapun tandanya, meliputi:

  • Menghindari orang atau tempat yang berpotensi menularkan penyakit.
  • Terus-menerus meneliti penyakit tertentu dan gejalanya.
  • Mengalami kecemasan ekstrim akan kesehatan diri sendiri.
  • Terobsesi dengan fungsi tubuh normal, seperti detak jantung dan pernapasan.
  • Mengkhawatirkan sesuatu secara berlebihan. Misalnya, menduga batuk adalah tanda kanker paru-paru.
  • Berbagi gejala dan status kesehatan secara berlebihan dengan orang lain.
  • Berulang kali memeriksa tanda-tanda penyakit, seperti mengukur tekanan darah atau suhu tubuh.

Gejala di atas dapat diatasi dengan melakukan terapi. Tujuannya yakni membantu pengidap agar dapat hidup normal tanpa rasa khawatir. Adapun langkah pengobatannya, antara lain:

  • Terapi perilaku kognitif (CBT). Langkah ini dilakukan guna membantu pengidap dalam mengatasi gejala yang dialami secara mandiri. CBT mengusung konsep bahwa pikiran, perasaan, sensasi fisik dan tindakan saling berkaitan serta memengaruhi satu sama lain. 
  • Terapi paparan. Langkah ini merupakan perawatan psikologis yang dilakukan untuk membantu pengidap guna menghadapi ketakutannya.
  • Hipnoterapi. Langkah ini dilakukan dengan memasuki alam bawah sadar seseorang, lalu memberikan sugesti guna membantu proses penyembuhan. Cara ini dapat membantu mengurangi stres dan kecemasan.
  • Obat-obatan. Dokter akan memberikan obat antikecemasan dan antidepresan guna meredakan gejala saat melakukan terapi. Dosisnya penggunaannya akan menyesuaikan dengan tingkat keparahan gejala.

Silakan tanya psikolog atau psikiater jika mengalami tanda yang disebutkan di atas. Penanganan yang tepat dapat membantu mengatasi keluhan dan memperbaiki kualitas hidup pengidap.

Dapatkan juga informasi lain seputar kesehatan mental, gaya hidup dan pola hidup sehat lainnya, silakan download Halodoc sekarang juga.

Referensi:
Cleveland Clinic. Diakses pada 2022. Nosophobia (Fear of Disease).
WebMD. Diakses pada 2022. What Is Nosophobia?
Very Well Health. Diakses pada 2022. What Is Fear of Getting Sick (Nosophobia)?