Ramai Dibincangkan, Cari Tahu Terapi Cuci Otak Atasi Stroke
Halodoc, Jakarta – Terapi cuci otak untuk mengatasi penyakit stroke semakin ramai diperbincangkan. Pasalnya, terapi yang diperkenalkan oleh dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad., ini menuai banyak kontroversi.
Dokter Terawan sudah mulai mempresentasikan hal ini pada sidang promosi doktor pada Agustus 2016 lalu. Saat itu, paparan Terawan soal pengobatan stroke dengan cara mencuci otak membawanya lulus dengan predikat sangat memuaskan.
Sayangnya, belakangan ini temuan dokter spesialis radiologi dari RSPAD Gatot Subroto itu kembali menuai banyak pro dan kontra. Bahkan, hal itu berujung pada keputusan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yaitu dicabutnya izin praktik Terawan. Mengutip website resmi IDI, keputusan itu diberikan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dengan alasan “pelanggaran kode etik”. Lantas, apa sebenarnya terapi cuci otak yang dimaksud? Benarkah cara ini bisa menyembuhkan stroke ?
Terapi cuci otak yang dilakukan oleh Terawan diketahui menggunakan alat yang bernama Digital Subtraction Angiography (DSA). Penggunaan DSA inilah yang menjadi salah satu hal yang menuai kontroversi. Sebab, sejumlah dokter menyebut hal ini hanyalah alat untuk melakukan diagnosis. Artinya tidak bisa digunakan untuk terapi, apalagi menyembuhkan stroke.
Penggunaan alat DSA nyatanya berguna untuk memperjelas gambaran pembuluh darah, sehingga dapat mengetahui kelainan yang terjadi. Kemudian, prosedur dilanjutkan dengan pemberian obat pada seseorang untuk mencegah pembekuan darah. Setelah mengetahui masalah yang terjadi, tindakan selanjutnya adalah memberi terapi dan pengobatan yang dibutuhkan.
Seperti diketahui, stroke adalah penyakit yang terjadi karena adanya hambatan aliran darah ke otak. Nah, terapi cuci otak bertujuan untuk menemukan sumbatan tersebut dan menghancurkan plak penyebab tersumbatnya aliran darah.
Terapi ini dilakukan dengan bantuan Heparin yang disuntikkan untuk membantu mengatasi penggumpalan. Heparin akan dimasukkan melalui kateter yang dipasang di pangkal paha menuju sumber kerusakan penyebab stroke .
Menuai Kontroversi
Terobosan yang dilakukan oleh dokter Terawan ini semakin menuai kontroversi, bahkan kecaman dari IDI. Kendati demikian, sejumlah data mencatat sudah banyak pengidap storke yang merasa lebih baik setelah menerima pengobatan ini.
Kontroversi lain yang juga beredar adalah penggunaan alat DSA yang masih belum terbukti secara ilmiah dapat menjadi alat terapi stroke. Artinya, dalam hal ini penggunaan DSA menjadi suatu hal yang melanggar kode etik yang sudah ditentukan.
Dari berita yang beredar, Terawan dijatuhi sanksi pelanggaran kode etik karena melakukan upaya “penjualan” yang terlalu berlebihan. Yaitu, dengan memberi iming-iming kesembuhan instan dengan biaya yang tergolong cukup besar.
Sejauh ini, DSA hanya dikenal dan direkomendasikan sebagai alat diagnostik saja, bukan untuk pencegahan apalagi pengobatan. Selain itu, dari segi keamanan pun penggunaan alat DSA masih perlu diamati lebih jauh. Bahkan, alat ini disebut tidak boleh digunakan pada sembarang orang.
Terapi DSA hanya dianjurkan untuk pengidap yang mengalami stroke tidak lebih dari delapan jam. Jadi, jika terapi ini diterapkan pada penyakit stroke yang sudah menyerang berbulan-bulan bahkan tahunan dikhawatirkan bisa memicu terjadinya dampak yang tidak diinginkan.
Kendati demikian, semua kemungkinan masih bisa terjadi. Kalau kamu memiliki riwayat atau faktor risiko stroke, mulai atur pola hidupmu dari sekarang. Sebab, pola hidup yang teratur dapat membantu menurunkan risiko penyakit. Mulailah dengan mengonsumsi makanan sehat, rutin berolahraga, dan memeriksakan kondisi kesehatan secara berkala.
Kalau punya masalah kesehatan dan butuh saran dokter segera, pakai aplikasi Halodoc. Hubungi dokter lewat Video/Voice Call dan Chat. Dapatkan rekomendasi obat biar lebih cepat sembuh. Download aplikasinya di App Store dan Google Play!
Berlangganan Artikel Halodoc
Topik Terkini
Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan