Toxic Masculinity Berdampak pada Kesehatan Mental Anak

Ditinjau oleh  dr. Verury Verona Handayani   30 Oktober 2020
Toxic Masculinity Berdampak pada Kesehatan Mental AnakToxic Masculinity Berdampak pada Kesehatan Mental Anak

Halodoc, Jakarta – Pernah dengar tentang toxic masculinity? Sebenarnya apa sih toxic masculinity itu? Toxic masculinity adalah sebuah istilah yang lahir dari konstruksi sosial masyarakat patriarki. Istilah ini mengacu pada perilaku dan sikap kasar yang dikaitkan dengan kejantanan laki-laki. Kejantanan bisa didefinisikan sebagai kekerasan, seks, agresivitas. 

Dalam budaya toxic masculinity, kejantanan dianggap sebagai kekuatan dan emosi adalah kelemahan. Artinya, setiap laki-laki harus mampu mengendalikan emosinya dalam situasi yang penuh tekanan atau bersikap dominan seperti dalam budaya patriarki. Intinya, laki-laki dituntut untuk bersikap tegas, berpenampilan macho, tidak cengeng, punya jiwa kepemimpinan, dan harus ahli dalam berbagai macam hal. Keyakinan seperti ini tentu bisa membebani setiap anak laki-laki, bahkan konstruksi budaya seperti ini bisa memengaruhi kesehatan mental anak. 

Baca juga: Mitos dan Fakta Unik tentang Kesehatan Mental Anak

Dampak Toxic Masculinity pada Kesehatan Mental Anak

Keyakinan terkait hal ini sering menimbulkan perilaku yang merugikan terhadap diri sendiri dan orang lain. Melansir dari Seattle Childrens, penelitian statistik menunjukan bahwa perilaku bunuh diri dan kejahatan dengan kekerasan dapat memengaruhi pria secara signifikan. Mereka bahkan empat kali lebih mungkin meninggal karena bunuh diri daripada wanita. 

Ini karena toxic masculinity (atau kerap disebut juga sebagai maskulinitas tradisional) mampu memicu masalah psikologis dan sosial, termasuk di antara anak-anak sekolah yang mengalami kesulitan belajar dan masalah perilaku.

Pada Agustus 2018, American Psychological Association merilis Guidelines for Psychological Practice with Boys and Men. Panduan ini bertujuan untuk mengenali dan mengatasi masalah terkait toxic masculinity pada anak laki-laki berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa maskulinitas tradisional berbahaya secara psikologis dan menekan emosi anak laki-laki, sehingga dapat menyebabkan kerusakan baik secara fisik maupun emosional.

Baca juga: Agar Tak Salah Didik, Ketahui 4 Tipe Parenting Ini

Bagaimana Mengatasi Budaya yang Telah Mendarah Daging Ini?

Di sini peran orangtua sangatlah penting. Orangtua perlu memahami bahwa budaya maskulinitas tradisional tersebut tidak selalu cocok untuk semua anak laki-laki. Mulailah dengan hubungan yang positif dan tetapkan batas perilaku yang sehat, aman, dan efektif. Berikut beberapa tips yang bisa orangtua lakukan mendorong perkembangan emosional yang sehat pada anak laki-laki:

1. Berusaha Keras untuk Memahami Maskulinitas dan Hak Istimewa dalam Hidup

Orangtua, terutama ayah, harus memberikan pemahaman tentang maskulinitas dan hak istimewa yang sebenarnya. Ayah harus menjelaskan bahwa kepercayaan seperti itu bisa memengaruhi cara seseorang menjalani hidup. 

2. Contohkan Emosi yang Sehat

Sebagai orang dewasa, ayah dan ibu pasti sering menghadapi perasaan emosi yang kuat dalam proses pemecahan masalah. Cobalah untuk mencontohkan kesadaran emosional yang sehat dan bantu anak-anak untuk memahami bahwa mereka tidak sendirian saat mengalami emosi yang kuat. 

3. Ajarkan untuk Mengelola Emosi yang Baik

Ajari anak bagaimana memberi label dan menerima emosi yang cukup rumit. Latih mereka dalam mempraktekkan strategi 'menenangkan diri' dan dampingi mereka selama melalui proses pemecahan masalah.

Baca juga: Pentingnya Kerja Sama Orangtua dalam Mengasuh Anak

Apabila ayah dan ibu masih bingung dan kesulitan dalam menentukan pola asuh anak, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan psikolog lewat aplikasi Halodoc. Ayah dan ibu bisa menghubungi psikolog kapan dan di mana saja via Chat atau Voice/Video Call. Sangat praktis bukan? Yuk, pakai aplikasinya sekarang!

Referensi:
Seattle Childrens. Diakses pada 2020. ‘Boys Will Be Boys:’ The Negative Effects of Traditional Masculinity.
Healthline. Diakses pada 2020. ‘Toxic Masculinity’ Leads to Mental Health Problems for Men.
Psychology Today. Diakses pada 2020. Mental Health Among Boys and Men: When Is Masculinity Toxic?

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan