Hiperkoagulopati, Pembekuan Darah yang Bisa Dialami Pengidap COVID-19

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   07 Januari 2022
Hiperkoagulopati, Pembekuan Darah yang Bisa Dialami Pengidap COVID-19Hiperkoagulopati, Pembekuan Darah yang Bisa Dialami Pengidap COVID-19

Pengidap COVID-19 yang berat rentan mengalami hiperkoagulopati. Hal itu disebabkan karena virus bisa memicu terjadinya badai sitokin dan hiperinflamasi yang mengakibatkan peningkatan aktivasi koagulasi.”

Halodoc, Jakarta – Virus corona dan variannya, termasuk Omicron, diketahui berpotensi menyebabkan berbagai komplikasi. Salah satunya adalah hiperkoagulopati atau gangguan pembekuan darah.

Dilansir dari CNN, Ketua Pokja Pinere Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI), Sulianti Saroso Pompini Agustina Sitompul, mengungkapkan bahwa sejumlah pasien terinfeksi COVID-19 varian Omicron di Indonesia yang mengalami hiperkoagulopati. Pompini mengungkapkan bahwa ada beberapa kasus yang terkonfirmasi positif Omicron memiliki tanda-tanda kemunculan gangguan pembekuan darah, meskipun pasien merasa tidak mengalami gejala. Lantas, sebenarnya apa itu hiperkoagulopati? Simak ulasannya di sini.

Mengenal Hiperkoagulopati

Ketika kamu terluka, tubuh bisa menghentikan perdarahan dengan cara membentuk bekuan darah. Protein dan partikel dalam darah, yang disebut trombosit, akan saling menempel untuk membentuk bekuan darah. Nah, proses pembentukan bekuan tersebut disebut koagulasi. Proses ini penting ketika cedera terjadi, karena membantu menghentikan luka akibat perdarahan dan memulai proses penyembuhan.

Namun, darah tidak boleh menggumpal saat baru saja mengalir ke seluruh tubuh. Bila darah cenderung menggumpal terlalu banyak, hal itu disebut sebagai keadaan hiperkoagulasi atau trombofilia. Menurut Ikatan Dokter Indonesia (IDI), hiperkoagulopati adalah gangguan yang terjadi pada sistem koagulasi yang bisa menyebabkan bekuan darah atau trombus di vena, arteri atau menyeluruh secara sistemik.

Hiperkoagulasi biasanya disebabkan oleh faktor genetik. Artinya, seseorang dilahirkan dengan kecenderungan untuk membentuk gumpalan darah. Namun, kondisi tersebut juga bisa disebabkan oleh faktor lainnya, seperti operasi, trauma, obat-obatan atau kondisi medis yang meningkatkan risiko keadaan hiperkoagulasi. 

Nah, COVID-19 merupakan salah satu kondisi medis yang diketahui bisa meningkatkan risiko hiperkoagulasi. Virus corona dan varian lainnya, termasuk yang sedang marak belakangan ini yaitu Omicron bisa menyebabkan keadaan ini. Pengidap COVID-19, terutama yang mengalami sakit parah, dilaporkan sering mengalami hiperkoagulopati. Hal juga berpengaruh terhadap meningkatnya angka kematian. 

Bahaya Hiperkoagulasi

Hiperkoagulasi bisa berbahaya, terutama bila kondisi ini tidak terdeteksi dan diobati dengan benar. Orang yang mengalami keadaan ini memiliki peningkatan risiko pembekuan darah yang berkembang di arteri (pembuluh darah yang membawa darah dari jantung) dan vena (pembuluh darah yang membawa darah ke jantung). Bekuan di dalam pembuluh darah disebut juga trombus atau embolus.

Gumpalan darah di vena atau sistem vena bisa berjalan melalui aliran darah dan menyebabkan deep vein thrombosis (bekuan darah di vena panggul, kaki, lengan, hati, usus atau ginjal) atau embolus paru (bekuan darah di paru-paru) .

Sementara pembekuan darah di arteri dapat meningkatkan risiko stroke, serangan jantung, sakit kaki yang parah, kesulitan berjalan, atau bahkan kehilangan anggota tubuh.

Hiperkoagulopati pada Pengidap COVID-19

Meskipun COVID-19 menyerang sistem respirasi yang paling utama, tetapi bukti terkini menunjukkan bahwa pasien COVID-19 yang berat seringkali mengalami gangguan koagulasi (koagulopati). Hal itu karena pada pasien COVID-19 yang berat, tubuh bisa mengembangkan respon imun yang berlebihan untuk melawan virus dan menyebabkan badai sitokin yang memicu terjadinya hiperinflamasi sistemik. Respon inflamasi sistemik yang berlebihan bisa menyebabkan peningkatan aktivasi koagulasi dan mengakibatkan hiperkoagulasi. 

Gangguan koagulasi pada pasien COVID-19 bisa meningkatkan risiko terjadinya trombosis dan tromboemboli vena maupun arteri. Kejadian tromboemboli, terutama tromboemboli vena (thrombosis vena dalam dan emboli paru) merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien COVID-19 yang dirawat di rumah sakit. Emboli paru diduga berkontribusi terhadap angka kematian yang tinggi pada pasien COVID-19.

Meski begitu, proses koagulasi pada pasien COVID-19 bisa diketahui dengan melakukan pemeriksaan D-dimer. Peningkatan kadar D-dimer menunjukkan aktivasi dari sistem koagulasi dan fibrinolisis yang sedang berlangsung. Peningkatan D-dimer merupakan penanda koagulopati yang sering ditemukan pada pasien COVID-19 berat dan berhubungan dengan keparahan penyakit.

Pada kebanyakan kasus, pengobatan untuk hiperkoagulopati hanya diperlukan ketika gumpalan darah berkembang di vena dan arteri. Obat antikoagulan seringkali digunakan untuk menurunkan kemampuan darah untuk menggumpal dan mencegah pembentukan bekuan darah tambahan.

Itulah penjelasan mengenai hiperkoagulopati yang bisa dialami pengidap COVID-19. Mengingat ada banyak komplikasi serius yang mengintai pengidap COVID-19, lindungi diri kamu sebisa mungkin dari virus tersebut dengan mendapatkan vaksinasi dan tetap menerapkan protokol kesehatan. 

Bila kamu mengalami gejala-gejala yang dicurigai sebagai gejala COVID-19, tidak usah panik dulu. Kamu bisa menghubungi dokter melalui aplikasi Halodoc untuk membicarakan gejala yang kamu alami. Melalui Video/Voice Call dan Chat, dokter terpercaya dari Halodoc bisa memberimu saran kesehatan yang tepat. Yuk, download aplikasinya sekarang juga di Apps Store dan Google Play.

Referensi:
CNN. Diakses pada 2022. Hiperkoagulopati, Gangguan Pembekuan Darah yang Dialami Pasien Covid.
Cleveland Clinic. Diakses pada 2022. Blood Clotting Disorders (Hypercoagulable States).
Intisari Sains Medis. Diakses pada 2022. Koagulopati pada Coronavirus Disease-2019 (COVID-19).
Shock. Diakses pada 2022. COVID-19 Associated Hypercoagulability: Manifestations, Mechanisms, and Management

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan