Badai Sitokin

Pengertian Badai Sitokin
Badai sitokin terjadi sistem kekebalan tubuh merespon inflamasi atau peradangan secara berlebihan. Akibat respon yang tak terkontrol ini, tubuh mengeluarkan protein kecil yang disebut sitokin. Senyawa kimia tersebut bertugas mengantarkan sinyal ke sel-sel kekebalan supaya berkumpul ke area peradangan.
Penyebab Badai Sitokin
Reaksi berlebihan dari sistem kekebalan terhadap zat asing atau infeksi adalah penyebab utama kondisi ini. Penyebab lainnya yaitu:
- Sistem kekebalan tubuh merasakan bahaya atau ancaman ketika tidak ada hal yang sebenarnya membahayakan.
- Reaksi sistem kekebalan tubuh lebih besar daripada ancaman zat asing.
- Zat asing menyebabkan kerusakan yang signifikan hingga sistem kekebalan tubuh tidak mampu menanganinya. Akibatnya, sistem imun beraksi berlebihan atau berkepanjangan.
- Sistem kekebalan tubuh tidak sepenuhnya mati ketika zat asing telah berhasil dilenyapkan.
Faktor Risiko Badai Sitokin
Badai sitokin bisa dipicu oleh imunoterapi seperti terapi antibodi monoklonal atau penyakit autoimun seperti lupus. Kendati begitu, kondisi ini lebih rentan pada seseorang yang mengalami infeksi serius. Sejumlah penyakit yang bisa memicu kondisi ini, antara lain:
- Infeksi SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19.
- Yersinia pestis atau penyakit Pes.
- Flu burung.
- Demam berdarah.
- Sindrom pernapasan akut parah (SARS).
- Sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS).
- Penyakit graft-versus-host.
- Sepsis.
Gejala Badai Sitokin
Kondisi ini bisa terjadi di berbagai bagian tubuh. Itu sebabnya, gejalanya beragam, mulai dari ringan hingga mengancam jiwa. Tanda seseorang mengalami badai sitokin antara lain:
- Demam
- Panas dingin
- Diare
- Kelelahan
- Pegal-pegal
- Sakit kepala
- Kehilangan selera makan
- Mual
- Ruam
- Kelemahan
- Muntah
Dalam kasus yang lebih serius, kondisi ini bisa menyebabkan kegagalan fungsi organ. Alhasil, gejalanya bervariasi tergantung penyakit yang diderita. Pada kasus COVID-19, gejala badai sitokin yang patut diwaspadai, yaitu:
- Rasa sakit atau tekanan di bagian dada secara terus menerus
- Kebingungan.
- Kesulitan bernapas.
- Sulit untuk tersadar.
- Kulit, bibir dan kuku mengalami perubahan warna menjadi pucat, abu-abu atau biru.
Diagnosis Badai Sitokin
Dokter melakukan pemeriksaan fisik dan menanyakan gejala untuk mendiagnosis kondisi ini. Untuk memastikannya, dokter juga melakukan serangkaian tes, seperti tes darah, sinar-X, CT scan atau MRI).
Pengobatan Badai Sitokin
Perawatan tergantung pada penyakit yang dialami pasien. Tetapi, dokter umumnya menggunakan obat penghambat sitokin, seperti tocilizumab, anakinra, atau baricitinib untuk mengurangi kadar sitokin.
Selain penghambat sitokin, kortikosteroid juga digunakan untuk mengurangi peradangan. Perawatan suportif lain untuk meningkatkan harapan hidup pasien, yaitu:
- Terapi oksigen
- Obat antivirus
- Elektrolit
- Cairan intravena (IV)
- Dialisis ginjal
- Obat jantung
Komplikasi Badai Sitokin
Terlalu banyak sitokin yang dilepaskan mampu mengaktifkan sel-sel kekebalan lain secara berlebihan, seperti sel-T, makrofag, dan sel-sel pembunuh alami. Ketika aktivitas seluruh sel tersebut tidak terkendali, kerusakan jaringan, kegagalan fungsi organ, sampai kematian tidak bisa dihindari.
Pencegahan Badai Sitokin
Badai sitokin cenderung sulit dicegah. Pencegahannya pun bisa berbeda-beda karena kondisi ini bisa dipicu oleh berbagai penyakit. Bagi seseorang yang menjalani imunoterapi, menurunkan dosis obat penekan imun diketahui menurunkan risiko kondisi ini.
Kapan Harus ke Dokter?
Temui dokter jika tubuh dirasa mengalami respon peradangan yang tidak normal. Kalau kamu berencana mengunjungi rumah sakit, buat janji rumah sakit melalui aplikasi Halodoc supaya lebih mudah dan praktis. Jangan tunda untuk memeriksakan diri sebelum kondisinya semakin memburuk. Download Halodoc sekarang juga!
Referensi:
Healthline. Diakses pada 2022. Cytokine Storm and COVID-19: How Are They Connected?
The New England Journal of Medicine. Diakses pada 2022. Cytokine Storm.
Frontiers. Diakses pada 2022. The COVID-19 Cytokine Storm; What We Know So Far.
Cleveland Clinic. Diakses pada 2022. Cytokine Release Syndrome (CRS)
Topik Terkini
Artikel Terkait




