Sindrom Antifosfolipid disebut juga sindrom Hughes. Ini adalah gangguan autoimun yang menyebabkan darah mudah membeku dan menggumpal. Kondisi ini biasanya disebut dengan darah kental. Pada kondisi ini, antibodi tubuh justru menyerang senyawa lemak yang berperan dalam proses pembekuan darah (fosfolipid).
Gumpalan darah yang terbentuk pada pengidap sindrom Antifosfolipid menyebabkan beberapa gangguan. Yakni trombosis vena dalam (deep vein thrombosis/DVT), emboli paru, keguguran dan komplikasi kehamilan (seperti kelahiran prematur, preeklamsia, dan eklamsia), serangan jantung, stroke, ruam dan luka pada kulit, serta penyumbatan pembuluh darah di mata, hati, atau ginjal.
Selain menyebabkan masalah kesehatan, pengidap sindrom Antifosfolipid juga mengalami beberapa tanda dan gejala. Antara lain kesemutan pada lengan dan tungkai, kelelahan, sakit kepala berulang, gangguan penglihatan, gangguan ingatan, gangguan bicara, gangguan gerak dan keseimbangan, serta mudah memar akibat jumlah sel trombosit yang rendah.
Ada beberapa kondisi yang membuat seseorang lebih rentan terkena sindrom Antifosfolipid. Antara lain:
Diagnosis sindrom Antifosfolipid ditegakkan dengan pemeriksaan antibodi dalam darah. Antibodi tersebut terdiri dari anticardiolipin antibodies (ACA), lupus anticoagulant (LA), dan anti beta-2 glycoprotein 1 antibodies (anti B2GP1). Tindakan ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya peningkatan antibodi tersebut. Pemeriksaan akan diulang kembali 12 minggu setelah pemeriksaan pertama untuk membuktikan konsistensi peningkatan antibodi.
Selain antibodi, pemeriksaan darah lain yang ditemukan pada pengidap sindrom Antifosfolipid akan menunjukkan hasil sebagai berikut:
Pemeriksaan pencitraan juga dibutuhkan, seperti MRI untuk melihat adanya kemungkinan stroke dan USG Doppler tungkai untuk melihat adanya trombosis vena dalam (DVT). DVT merupakan gumpalan darah (trombus) yang terbentuk pada vena dalam tubuh. Kebanyakan gumpalan vena dalam terjadi pada kaki bagian bawah atau paha, namun juga dapat terjadi di bagian tubuh lainnya.
Pengobatan sindrom Antifosfolipid bertujuan untuk mencegah penggumpalan darah yang dapat menyebabkan masalah seperti trombosis vena dalam, emboli paru, atau masalah lainnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengganti pilihan kontrasepsi (selain pil KB) dan berhenti merokok. Penggumpalan darah juga dapat dicegah dengan mengonsumsi obat aspirin dosis rendah atau clopidogrel (jika alergi terhadap aspirin). Jika sudah terjadi penggumpalan darah, dokter akan memberikan obat antikoagulan untuk mengencerkan darah.
Karena sindrom Antifosfolipid merupakan penyakit yang dapat mengakibatkan komplikasi pada kehamilan, pemilihan obat antikoagulan yang aman pada ibu hamil harus dilakukan. Obat yang dianjurkan untuk ibu hamil dan menyusui adalah antikoagulan heparin terutama low molecular weight heparin (LMWH) seperti enoxaparin. Obat tersebut disuntikkan di bawah kulit (subkutan), dilakukan sejak awal kehamilan sampai dengan 6 minggu setelah persalinan. Obat-obat imunosupresan seperti kortikosteroid atau rituksimab juga dapat digunakan jika pengidap sindrom Antifosfolipid memiliki trombosit yang rendah, luka pada kulit, atau terdapat penyakit autoimun lain seperti lupus.
Segera berbicara dengan dokter jika mengalami tanda dan gejala di atas.