Dampak Persistent Sexual Arousal Syndrome Terhadap Pasangan

3 menit
Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   29 November 2022

“Persistent sexual arousal syndrome (PSAS) dapat membuat pengidapnya terangsang secara seksual meski tanpa adanya rangsangan, kondisi ini dapat berdampak pada pasangan pengidapnya. Karena itu, kondisi ini perlu ditangani dengan baik agar gejalanya dapat dikendalikan.”

Dampak Persistent Sexual Arousal Syndrome Terhadap PasanganDampak Persistent Sexual Arousal Syndrome Terhadap Pasangan

Halodoc, Jakarta – Sindrom gairah seksual persisten, atau persistent sexual arousal syndrome merupakan kondisi saat seseorang terangsang secara seksual, tanpa aktivitas atau rangsangan seksual. Kondisi ini bahkan dapat terjadi ketika pengidapnya tidak memiliki alasan untuk merasa terangsang secara seksual. 

Persistent sexual arousal syndrome dapat menyebabkan pembengkakan vagina atau ereksi yang terjadi tiba-tiba. Selain itu, kondisi ini juga dapat membuat pengidapnya mengalami orgasme secara terus-menerus. Nah, terkait kondisi tersebut, kira-kira apa dampaknya terhadap pasangan? 

Dampak Persistent Sexual Arousal Syndrome pada Pasangan

Mengingat PSAS dapat membuat pengidapnya terangsang meski tanpa rangsangan seksual, kondisi ini dapat berdampak pada pasangan pengidapnya. Merujuk pada penelitian berjudul Persistent Genital Arousal in Relationships: A Comparison of Relationship, Sexual, and Psychological Well-Being yang dipublikasikan pada tahun 2022 menunjukkan hasil menarik. Pada penelitian ini, di antara individu berkelamin wanita, mereka yang memiliki gejala PSAS melaporkan hubungan dan kepuasan seksual yang lebih rendah secara signifikan. 

Selain itu, mereka juga melaporkan tekanan seksual yang lebih besar dan lebih sering mengalami gejala depresi dan kecemasan. Bahkan, para partisipan yang memiliki gejala PSAS tersebut juga melaporkan fungsi seksual yang lebih buruk secara signifikan (gairah, orgasme, kepuasan, dan rasa sakit). Mereka juga secara signifikan lebih merasa tertekan terhadap setiap aspek kesulitan fungsi seksualnya. 

Sementara itu, 64,5 persen dari total sampel individu dengan gejala PSAS mengelola gairah genital yang tidak diinginkan dengan menghindari seks dengan pasangannya. Namun, 55,3 lainnya mengelola gejalanya dengan berhubungan seks dengan pasangannya, dan beberapa individu dengan PSAS menggunakan kedua strategi tersebut. 

Artinya, secara tidak langsung, PSAS dapat berdampak pada kepuasan seksual antara pengidap PSAS dengan pasangannya. Sebab, PSAS dapat membuat pengidapnya menghindari berhubungan intim ketika membutuhkan pengelolaan gejalanya. 

Gejalanya Perlu Dikendalikan 

Karena dapat menghambat kepuasan seksual antar pasangan, tentunya PSAS perlu ditangani dengan baik agar gejalanya dapat dikendalikan. PSAS diobati berdasarkan apa faktor yang nampaknya dapat memicu gairah seksual terus-menerus. 

Dalam beberapa kasus, masturbasi hingga orgasme dapat mengurangi beberapa gejala gairah. Namun, metode ini tidak selalu memberikan bantuan jangka panjang. Sebab, masturbasi mungkin hanya memberikan kelegaan sementara sebelum gejala kembali. Selain itu, dalam beberapa kasus, terlalu sering melakukan masturbasi untuk meredakan PSAS malah dapat memperburuk atau membuat gejala bertahan lebih lama. Beberapa perawatan umum lainnya untuk PSAS meliputi:

  • Penggunaan gel mati rasa. Terapi elektrokonvulsif, yang digunakan jika gangguan mental seperti bipolar I atau kecemasan parah mendasari persistent sexual arousal syndrome.  
  • Stimulasi saraf listrik transkutan (TENS). Merupakan bentuk stimulasi yang menggunakan arus listrik untuk membantu meredakan nyeri saraf. 

Di sisi lain, studi berjudul Persistent genital arousal disorder: Successful treatment with leuprolide (antiandrogen) menjelaskan, bahwa seorang wanita yang didiagnosis depresi, mungkin menunjukkan bahwa pengobatan dengan obat dapat mengurangi gejala PSAS. Hal ini juga dapat membantu wanita tersebut mengelola kondisi tersebut. Beberapa obat yang mungkin digunakan untuk mengobati PSAS meliputi:

  • Obat clomipramine, antidepresan yang sering digunakan untuk mengobati gangguan obsesif-kompulsif (OCD). 
  • Penggunaan fluoxetine, inhibitor reuptake serotonin selektif (SSRI) biasanya diresepkan untuk mengobati gangguan depresi mayor, gangguan panik, dan bulimia. 
  • Gel lignocaine (juga disebut lidocaine), yang mematikan area tubuh Anda yang diolesi gel.

Itulah penjelasan mengenai dampak persistent sexual arousal disorder pada pasangan. Jika kamu masih memiliki pertanyaan seputar kondisi ini, atau sedang stres, sebaiknya segeralah hubungi psikolog. Nah, melalui aplikasi Halodoc, kamu bisa tanya psikolog tepercaya untuk mendapatkan informasi medis yang dibutuhkan. Tentunya melalui fitur chat/video call secara langsung. Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, download Halodoc sekarang! 

Banner download aplikasi Halodoc

Referensi: 

Healthline. Diakses pada 2022. What is Persistent Genital Arousal Disorder (PGAD)?
WebMD. Diakses pada 2022. What Is Persistent Genital Arousal Disorder?
NIH. Diakses pada 2022. Persistent genital arousal disorder: Successful treatment with leuprolide (antiandrogen). 
NIH. Diakses pada 2022. Persistent Genital Arousal in Relationships: A Comparison of Relationship, Sexual, and Psychological Well-Being. 

Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan