Advertisement

Hipersensitivitas, Reaksi Berlebih pada Zat Asing yang Tak Selalu Bahaya

5 menit
Ditinjau oleh  dr. Fauzan Azhari SpPD   28 November 2025

Respons imun tubuh secara berlebihan terhadap zat asing yang sebenarnya tidak berbahaya disebut dengan hipersensitivitas.

Hipersensitivitas, Reaksi Berlebih pada Zat Asing yang Tak Selalu BahayaHipersensitivitas, Reaksi Berlebih pada Zat Asing yang Tak Selalu Bahaya

DAFTAR ISI


Setiap hari, tubuh terpapar oleh berbagai zat dari lingkungan luar, mulai dari debu, serbuk sari, makanan, hingga obat-obatan.

Tugas utama sistem kekebalan tubuh adalah mengenali zat-zat ini dan menentukan mana yang berbahaya (patogen) dan mana yang tidak.

Namun, terkadang sistem kekebalan merespons zat asing yang sebenarnya tidak berbahaya dengan reaksi yang berlebihan dan tidak semestinya. Kondisi inilah yang dikenal sebagai hipersensitivitas.

Hipersensitivitas sering disamakan dengan alergi, padahal alergi hanyalah salah satu jenisnya. Secara definisi, hipersensitivitas adalah respons imun yang merusak jaringan tubuh sendiri, yang terjadi akibat adanya paparan ulang terhadap antigen (zat asing) tertentu.

Reaksi ini bisa berkisar dari ketidaknyamanan ringan hingga kondisi yang mengancam jiwa.

Empat Tipe Reaksi Hipersensitivitas

Untuk mempermudah klasifikasi dan penanganan, hipersensitivitas dibagi menjadi empat tipe utama, yang dikenal sebagai klasifikasi Gell dan Coombs.

Menariknya, tidak semua tipe reaksi ini menghasilkan kerusakan atau bahaya yang sama.

Tipe I: anafilaksis (reaksi segera)

Tipe I adalah bentuk hipersensitivitas yang paling dikenal, karena mencakup reaksi alergi umum dan akut, seperti asma alergi, demam hay (hay fever), dan anafilaksis.

  • Pemicu: Antigen yang larut (seperti serbuk sari, bulu hewan, makanan, sengatan lebah).
  • Mekanisme: Antibodi Imunoglobulin E (IgE) menempel pada sel mast dan basofil. Ketika terpapar alergen kedua kalinya, sel-sel ini melepaskan mediator kimia kuat, seperti histamin.
  • Waktu reaksi: Sangat cepat, biasanya dalam hitungan menit.
  • Tingkat bahaya: Sangat bervariasi. Dapat berupa gatal-gatal ringan atau bersin, namun juga bisa berujung pada syok anafilaksis yang mengancam nyawa karena penyempitan saluran napas dan penurunan tekanan darah drastis.

Jika Alergi Sering Kambuh, Segera Konsultasi dengan Dokter Ini.

Tipe II: sitotoksik

Reaksi Tipe II melibatkan penghancuran sel-sel tubuh sendiri karena sistem imun secara keliru menargetkannya.

  • Pemicu: Antigen pada permukaan sel, seperti pada sel darah merah.
  • Mekanisme: Antibodi Imunoglobulin G (IgG) atau Imunoglobulin M (IgM) berikatan dengan antigen pada permukaan sel, mengaktifkan sistem komplemen, yang akhirnya menyebabkan lisis (pecahnya) sel target.
  • Contoh: Reaksi transfusi darah yang tidak kompatibel (tubuh menghancurkan sel darah donor), penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan beberapa reaksi terhadap obat.
  • Tingkat bahaya: Seringkali berpotensi berbahaya karena menyebabkan kerusakan seluler langsung, terutama pada darah dan jaringan organ.

Tipe III: kompleks imun

Reaksi ini disebabkan oleh pembentukan kompleks antara antigen dan antibodi (IgG atau IgM) yang tidak dibersihkan oleh tubuh secara efisien.

  • Pemicu: Antigen yang larut, seperti yang ditemukan dalam serum, bakteri, atau bahkan autoantigen (protein tubuh sendiri).
  • Mekanisme: Kompleks antigen-antibodi mengendap di pembuluh darah atau jaringan (misalnya sendi atau ginjal). Endapan ini memicu respons peradangan yang menarik sel-sel imun (seperti neutrofil), yang kemudian melepaskan enzim yang merusak jaringan di sekitar endapan tersebut.
  • Contoh: Penyakit serum (serum sickness) setelah menerima serum asing, dan beberapa penyakit autoimun seperti Lupus Eritematosus Sistemik (LES) dan rheumatoid arthritis.
  • Tingkat bahaya: Berpotensi serius dan menyebabkan kerusakan kronis pada organ jika tidak ditangani, tetapi seringkali memerlukan waktu berhari-hari atau berminggu-minggu untuk berkembang.

Tipe IV: tipe lambat (delayed-type hypersensitivity/DTH)

Tipe IV berbeda karena tidak melibatkan antibodi, melainkan dimediasi oleh sel-T (limfosit).

  • Pemicu: Antigen intraseluler (seperti virus dan jamur) atau antigen dari lingkungan (seperti nikel, lateks, atau tuberculin).
  • Mekanisme: Sel T teraktivasi mengenali antigen dan melepaskan sitokin. Sitokin ini merekrut sel-sel peradangan lain, terutama makrofag, yang kemudian menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan.
  • Waktu reaksi: Jauh lebih lambat, memerlukan 24–72 jam untuk mencapai puncak.
  • Contoh: Reaksi uji tuberkulin (tes mantoux), penolakan transplantasi organ, dan dermatitis kontak (ruam akibat bersentuhan dengan nikel atau racun tanaman).
  • Tingkat bahaya: Umumnya merupakan reaksi yang terlokalisasi dan non-fatal (seperti ruam gatal), tetapi penting dalam kasus penyakit infeksi kronis dan penolakan transplantasi.

Reaksi Berlebih yang Tak Selalu Bahaya

Frasa “tak selalu bahaya” paling relevan pada reaksi Tipe I yang ringan (alergi musiman, gatal-gatal lokal) dan reaksi Tipe IV (dermatitis kontak ringan).

Respons imun berlebihan ini seringkali hanya menimbulkan ketidaknyamanan. Misalnya:

  • Alergi musiman (Tipe I): Hidung tersumbat dan mata berair saat musim serbuk sari memang mengganggu, tetapi jarang mengancam jiwa.
  • Dermatitis kontak (Tipe IV): Ruam kemerahan dan gatal setelah memakai perhiasan nikel atau make-up tertentu dapat menghilang setelah zat pemicu dihilangkan.

Namun, penting untuk ditekankan bahwa semua tipe hipersensitivitas memiliki potensi untuk menjadi serius.

Kunci untuk menentukan tingkat bahaya terletak pada zat pemicu, tipe respons imun, dan lokasi reaksi (apakah hanya kulit atau melibatkan sistem pernapasan dan kardiovaskular).

Pengelolaan Hipersensitivitas

Pengelolaan hipersensitivitas selalu dimulai dengan penghindaran terhadap antigen pemicu.

Jika penghindaran tidak mungkin atau reaksi sudah terjadi, pengobatan meliputi:

  • Antihistamin: Untuk memblokir histamin yang dilepaskan pada reaksi Tipe I.
  • Kortikosteroid: Untuk mengurangi peradangan pada reaksi Tipe I, III, dan IV.
  • Imunosupresan: Untuk menekan respons imun pada reaksi Tipe II dan III yang parah.
  • Epinefrin (adrenalin): Digunakan untuk mengatasi keadaan darurat anafilaksis (Tipe I) karena efek cepatnya dalam melebarkan saluran napas dan menaikkan tekanan darah.

Meskipun hipersensitivitas adalah respons imun yang “salah arah” terhadap zat yang tidak berbahaya, mengenali tipe dan tingkat keparahannya sangat penting untuk memastikan kamu menerima penanganan yang tepat dan cepat.

Sementara itu, jika kamu butuh info lebih lengkap mengenai reaksi yang kamu alami terhadap suatu zat, kamu bisa hubungi juga dokter spesialis penyakit dalam di Halodoc.

Kamu bisa hubungi dokter spesialis, kapan dan di mana saja dengan cara klik banner di bawah ini!

Referensi:
Health Direct Australia. Diakses pada 2025. Allergies and Hypersensitivities.
Medscape. Diakses pada 2025. Immediate Hypersensitivity Reactions.
MSD Manual Professional Version. Diakses pada 2025. Overview of Allergic and Atopic Disorders.
Verywell Health. Diakses pada 2025.Hypersensitivity (Hypersensitivity Vasculitis).