Kemoterapi Bisa Tingkatkan Risiko Skleroderma

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   25 Maret 2019
Kemoterapi Bisa Tingkatkan Risiko SklerodermaKemoterapi Bisa Tingkatkan Risiko Skleroderma

Halodoc, Jakarta - Perlu kamu ketahui bahwa perawatan pengobatan kanker dengan cara kemoterapi bukan hanya bisa membuat rambut kamu rontok, tapi juga rentan terhadap perdarahan dan memar pada kulit, mimisan, hingga gusi berdarah. Efek samping tersebut dapat terjadi karena perawatan kemoterapi dapat mengurangi imunitas tubuh kamu, sebab sel darah putih mengalami penurunan. Anemia bisa terjadi karena tubuh juga kurang dalam memproduksi sel darah merah. Kamu akan merasa cepat lelah, kulit menjadi pucat, sulit berpikir, merasa kedinginan, dan terasa melayang.

Baca juga: Apakah Penyakit Skleroderma Itu Menular

Saat menjalani perawatan kemoterapi, kamu perlu melakukan beberapa hal untuk melindungi diri dari infeksi kulit atau skleroderma dengan cara berikut:

  • Menjaga kebersihan tubuh. Rutinitas mandi harus terus dijalankan setiap harinya. Pastikan juga baju, handuk, dan seprai selalu rutin dicuci.

  • Hindari melakukan kontak dengan orang yang terkena infeksi, contohnya seperti infeksi flu dan cacar air.

  • Bersihkan tangan kamu secara rutin dengan sabun dan air panas. Kamu dapat melakukannya sehabis dari toilet dan sebelum menyiapkan makanan.

Apa yang jadi penyebab skleroderma belum diketahui, diduga gangguan ini merupakan salah satu penyakit autoimun, yaitu ketika jaringan tubuh diserang oleh sistem imunitas tubuh sendiri. Dalam keadaan normal, imunitas tubuh berfungsi melawan kuman yang menyebabkan infeksi dalam tubuh. Pada skleroderma, diduga sistem imunitas tubuh menjadi sangat aktif, sehingga sel jaringan ikat memproduksi protein kolagen terlalu banyak.

Baca juga: 7 Perawatan Skleroderma Di Rumah

Akibatnya, kulit menebal, timbul jaringan parut pada sebagian organ dalam tubuh, serta terjadi pengerasan pembuluh darah. Seseorang diduga dapat menjadi lebih rentan mengidap penyakit skleroderma jika memiliki keluarga dengan kondisi yang sama.

Selain menyerang jaringan ikat kulit, skelorderma juga dapat terjadi pada organ dalam tubuh. Misalnya seperti munculnya jaringan parut pada paru-paru atau ginjal, serta pengerasan pembuluh darah yang memicu terjadinya kerusakan jaringan dan tekanan darah tinggi.

Kelainan gen dan faktor lingkungan diduga memicu terjadinya penyakit ini. Walau belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya, pengidap skleroderma masih dapat hidup dengan produktif. Penanganan dengan pengobatan dan terapi dapat mengendalikan gejala skleroderma yang muncul.

Sebagai penanganan untuk mengendalikan gejala skleroderma, menekan tingkat keparahannya, juga untuk mencegah terjadinya komplikasi. Obat-obatan yang dapat diberikan dalam penanganan skleroderma, di antaranya adalah:

  • Obat untuk menekan sistem imunitas tubuh demi menghambat keparahan penyakit, seperti kortikosteroid.

  • Obat darah tinggi untuk melebarkan pembuluh darah. Pemeriksaan tekanan darah juga perlu dilakukan secara rutin.

  • Obat untuk mengurangi asam lambung, misalnya omeprazole.

  • Penggunaan salep atau krim antibiotik pada kulit, serta vaksinasi influenza dan pneumonia secara rutin untuk mencegah infeksi.

  • Obat pereda nyeri, termasuk obat anti-inflamasi nonsteroid untuk mengatasi nyeri sendi.

Selain pemberian obat, fisioterapi juga dapat dilakukan untuk menangani skleroderma. Terapi ini ditujukan untuk mengatasi nyeri, meningkatkan kekuatan, mempermudah pergerakan, dan mempertahankan kemandirian pengidap dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

Terapi lain yang dapat diberikan adalah terapi okupasi untuk membantu pengidap skleroderma beradaptasi dengan keterbatasan geraknya, dengan memberikan saran dalam melakukan pekerjaan sehari-hari dan dalam penggunaan alat-alat bantu untuk bergerak. Pada kasus skleroderma yang berat dan menimbulkan komplikasi, tindakan operasi dapat menjadi pilihan. Salah satunya adalah amputasi bagi pengidap fenomena Raynaud yang sudah mengalami gangrene pada jarinya. Jenis operasi lain yang dapat dilakukan adalah transplantasi paru pada pengidap hipertensi pulmonal.

Baca juga: Daya Tahan Tubuh Lemah Bisa Sebabkan Skleroderma

Dalam beberapa kasus penyakit skleroderma, kerusakan kulit yang muncul dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu 3-5 tahun. Namun, jika organ-organ dalam ikut terserang (systemic sclerosis), kondisi ini berisiko terus memburuk.

Apabila kamu masih merasa kurang yakin, kamu dapat melakukan tes darah untuk mengetahui kapan kamu rentan terinfeksi. Komunikasikan dengan dokter ahli melalui aplikasi Halodoc mengenai apa yang kamu rasakan. Diskusi dengan dokter di Halodoc dapat dilakukan via Chat atau Voice/Video Call kapan dan di mana saja. Saran dokter dapat diterima dengan praktis dengan cara download aplikasi Halodoc di Google Play atau App Store sekarang juga.