Kenali Gejala Henti Jantung Intraoperatif

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   14 Desember 2021
Kenali Gejala Henti Jantung IntraoperatifKenali Gejala Henti Jantung Intraoperatif

Henti jantung intraoperatif adalah kejadian yang bisa terjadi akibat anestesi maupun non anestesi selama operasi. Meskipun langka, kejadian tersebut bisa menyebabkan kematian. Namun, gejala atau tanda-tanda henti jantung intraoperatif bisa diketahui dengan mengamati monitor dengan baik mulai dari anestesi diberikan sampai selesai. Dengan begitu, tindakan penanganan bisa dilakukan untuk menyelamatkan pasien.”

Halodoc, Jakarta – Henti jantung intraoperatif atau intraoperative cardiac arrest (IOCA) merupakan risiko yang bisa terjadi akibat anestesi saat maupun non-anestesi pada saat tindakan pembedahan. Kondisi tersebut sangat berbahaya, karena seringkali menyebabkan kematian. Menurut beberapa laporan, kemungkinan seseorang untuk hidup bila mengalami IOCA hanya sekitar 50 persen.

Meski begitu, henti jantung intraoperatif terbilang jarang terjadi. Selain itu, IOCA bisa dideteksi dari awal melalui pemantauan yang baik. Itulah mengapa mengenali gejala henti jantung intraoperatif sangat penting agar penanganan pun bisa segera dilakukan.

Apa Itu Henti Jantung Intraoperatif?

Henti jantung atau cardiac arrest merupakan keadaan yang memerlukan tindakan segera, salah satunya dalam setting intraoperatif. Jantung yang tiba-tiba berhenti berfungsi akan menyebabkan berhentinya aliran darah ke semua organ, sehingga kondisi perfusi dan metabolisme dari organ yang mendukung fungsi masing-masing juga akan hilang. Nah, kejadian henti jantung saat operasi berjalan dinamakan henti jantung intraoperatif atau intraoperative cardiac arrest (IOCA). IOCA bisa terjadi sebagai risiko dari tindakan anestesi, tindakan operasi, maupun karakteristik pasien.

Henti jantung operatif sangat jarang terjadi pada operasi non-cardiac, tetapi berpotensi menjadi bencana karena meningkatkan angka kematian. Kejadian henti jantung yang terjadi selama di ruang operasi juga bisa menghambat pemulihan pasca operasi.

Menurut laporan, kejadian serangan jantung lebih tinggi pada anestesi umum dibandingkan anestesi regional atau monitor perawatan anestesi. Selain risiko anestesi, IOCA juga bisa menjadi risiko dari tindakan operasi. Henti jantung intraoperatif dikaitkan dengan tindakan operasi, seperti operasi jantung dan pembuluh darah besar disertai dengan insiden tertinggi serangan jantung, diikuti oleh operasi gabungan thoraco-abdominal, torakotomi, laparotomi, kraniotomi, operasi tulang belakang, dan operasi tungkai..

Hal yang Menjadi Penyebabnya

Perdarahan yang hebat, infark miokard, aritmia berat, dan emboli paru merupakan penyebab utama henti jantung intraoperatif. Melansir dari Medicine, Sprung J menemukan bahwa 43,9 persen henti jantung terkait dengan kejadian jantung dan 35 persen terkait dengan perdarahan. Sebuah penelitian juga melaporkan bahwa penyebab IOCA di antara 218.274 prosedur bedah noncardiac, antara lain perdarahan intraoperatif (52,2 persen), penyakit organ stadium akhir (21,7 persen), kejadian tromboemboli (17,4 persen), kejadian jantung (13,0 persen), sepsis ( 8,7 persen), dan anestesi (4,3 persen).

Insiden IOCA yang dikaitkan dengan alasan non-anestesi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penyebab terkait anestesi. Beberapa penelitian sudah menunjukkan bahwa faktor risiko utama yang berkontribusi terhadap terjadinya henti jantung intraoperatif adalah karakteristik pasien sebelum operasi dan penyakit yang menyertainya. Karakteristik orang yang berisiko mengalami henti jantung intraoperatif bisa dilihat dari usia, jenis kelamin, American Society of Anesthesiologists Physical Status (ASA PS), diagnosis pra operasi, penyakit penyerta, diagnosis EKG pra operasi, metode anestesi, waktu dari inisiasi anestesi hingga henti jantung, durasi CPR.

Gejala Henti Jantung Intraoperatif

Mendeteksi henti jantung intraoperatif sebenarnya lebih sulit dibandingkan mendeteksi henti jantung pada umumnya. Hal itu karena pada kondisi intraoperatif, pasien di bawah pengaruh obat anestesi yang memengeruhi pola pernafasan mereka. Meski begitu, ada beberapa tolak ukur yang bisa menjadi acuan para dokter untuk mengenali gejala henti jantung intraoperatif, antara lain:

  • Kelainan EKG (elektrokardiogram) dengan ritme pulseless: ventricular tachycardia (V-Tach), fibrilasi ventrikel (V-Fib), bradikardia berat, dan asistol.
  • Kehilangan nadi karotis selama > 10 detik
  • Hilangnya end tidal CO2 pada kapnografi.
  • Hilangnya jalur arteri.
  • Hilangnya bentuk gelombang pada pulse oximeter

Hampir semua gejala henti jantung intraoperatif tersebut bisa diamati pada monitor. Oleh karena itu, memantau monitor mulai dari saat prosedur anestesi dimulai sampai selesai sangat penting agar tindakan penyelamatan bisa segera dilakukan.

Itulah penjelasan mengenai gejala henti jantung intraoperatif. Mengingat penyakit penyerta, seperti diabetes mellitus, bisa meningkatkan risiko terjadinya IOCA, penting bagi kamu untuk mengelola penyakit tersebut sebelum menjalani operasi agar terhindar dari IOCA. Mengonsumsi obat yang sudah diresepkan dokter merupakan salah satu cara untuk mengelola diabetes. Nah, kamu bisa cek obat resep dari dokter untuk diabetes kamu melalui aplikasi Halodoc. Yuk, download aplikasinya sekarang juga untuk memudahkan kamu mendapatkan solusi kesehatan terlengkap.

Referensi:
Anesthesia & Analgesia. Diakses pada 2021. Intraoperative Cardiac Arrest: Of Utmost Importance and a Stepchild at the Same Time.
Medicine. Diakses pada 2021. Intraoperative cardiac arrest.
Medical Journal of Lampung University. Diakses pada 2021. Henti Jantung Intra Operatif