Penanganan Altitude Sickness yang Kerap Dialami Pendaki

3 menit
Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   20 Desember 2022

“Altitude sickness adalah gangguan yang kerap terjadi pada pendaki. Kondisi ini dapat membuat seseorang kesulitan bernapas, sehingga perlu ditangani sesegera mungkin.”

Penanganan Altitude Sickness yang Kerap Dialami PendakiPenanganan Altitude Sickness yang Kerap Dialami Pendaki

Halodoc, Jakarta – Jika kamu memiliki hobi mendaki, harap berhati-hati dengan altitude sickness. Kondisi ini terjadi akibat seseorang yang mendaki terlalu cepat pada ketinggian yang oksigennya mulai sedikit. Seseorang yang mengalaminya perlu mendapatkan penanganan segera, sebab beberapa masalah kesehatan rentan terjadi.

Cara Mengatasi Altitude Sickness yang Efektif

Altitude Sickness atau terkadang disebut dengan penyakit gunung adalah masalah yang terjadi saat seseorang mendaki ke tempat yang lebih tinggi terlalu cepat. Hal ini disebabkan tubuh yang belum sempat melakukan adaptasi terkait asupan oksigen yang menurun. Seseorang yang menanjak di atas ketinggian 2500 meter memiliki risiko mengalami kondisi ini. 

Altitude sickness dapat menyebabkan seseorang mengalami pusing, sakit kepala, nyeri otot, hingga mual. Namun kalau sudah masuk kategori parah, mereka bisa mengalami penumpukan cairan pada paru-paru atau bahkan edema serebral. Kedua kondisi ini dapat mengancam nyawa pengidapnya.

Kalau sudah begini, lakukan penanganan segera terhadap kondisi ini. Perawatan utama dari altitude sickness adalah turun ke tempat yang lebih rendah secepat dan seaman mungkin. Paling tidak, jangan naik lebih jauh lagi.

Jika gejala yang dialami ringan, kamu bisa tetap berada pada ketinggian saat ini dan beristirahat selama beberapa hari agar lebih baik.

Nah, perawatan lainnya tergantung seberapa parah gejalanya, yaitu:

  • Gejala ringan: Beberapa obat yang dijual bebas pereda sakit kepala bisa dikonsumsi. Gejala lainnya dapat membaik saat tubuh sudah melakukan penyesuaian atau turun ke ketinggian yang lebih rendah.
  • Gejala sedang: Masalah ini dapat membaik dalam 24 jam apabila sudah turun 300 sampai 600 meter dibandingkan ketinggian sebelumnya. Butuh waktu tiga hari agar kembali normal.
  • Gejala parah: Apabila kondisinya parah, ketinggian yang dijajaki tidak boleh lebih dari 1200 meter. Penanganan medis perlu dilakukan segera untuk menghindari masalah lebih lanjut.

Lalu, ada perawatan khusus untuk beberapa gejala berikut ini:

  • Adanya cairan di otak: Dokter mungkin memberikan deksametason, sebuah steroid yang berguna dalam membantu mengurangi pembengkakan di otak. Obat ini terkadang diresepkan untuk tindak pencegahan.
  • Adanya cairan di paru-paru: Pengidapnya mungkin membutuhkan asupan oksigen, konsumsi obat-obatan, inhaler paru-paru, atau bahkan penggunaan respirator.

Jika dirasa tubuh membutuhkan lebih banyak oksigen, dokter mungkin memberikan acetazolamide, agar dapat meningkatkan laju pernapasan, sehingga oksigen lebih banyak beredar di tubuh. Tubuh menjadi lebih cepat melakukan penyesuaian dan mengurangi gejala dari altitude sickness.

Nah, itulah berbagai cara untuk mengatasi gejala yang ditimbulkan oleh altitude sickness. Penanganan segera memang sebaiknya dilakukan untuk mencegah berbagai masalah yang berbahaya, termasuk kondisi adanya cairan di otak dan paru-paru. Jika sudah merasa kesulitan bernapas, sebaiknya tidak menanjak lebih lanjut.

Apabila masih memiliki pertanyaan lainnya terkait gangguan ini, fitur tanya dokter dari Halodoc bisa digunakan untuk berinteraksi langsung dengan ahlinya. Cukup dengan download aplikasi Halodoc, segala kemudahan dalam akses kesehatan bisa didapatkan melalui smartphone di tangan. Unduh aplikasinya sekarang juga!

Referensi:
Web MD. Diakses pada 2022. Altitude Sickness: What to Know.
Cleveland Clinic. Diakses pada 2022. Altitude Sickness.

Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan