Pria atau Wanita yang Lebih Rentan Terhadap Kusta?

Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   26 Januari 2021
Pria atau Wanita yang Lebih Rentan Terhadap Kusta?Pria atau Wanita yang Lebih Rentan Terhadap Kusta?

Halodoc, Jakarta - Penyakit kusta atau penyakit Hansen atau Morbus Hansen adalah penyakit yang penuh stigma karena sifatnya yang menular, dan cacat yang dapat ditimbulkannya. Stigma ini yang memicu masalah emosional dan sosial bagi pengidapnya. 

Bakteri jahat penyebab kusta bernama Mycobacterium leprae. Bakteri ini bisa menyebar lewat percikan ludah (droplets) atau dahak, yang keluar saat pengidapnya batuk atau bersin. Meski begitu, kusta tidak menular dengan mudah.

Seseorang dapat tertular kusta apabila mengalami kontak dengan pengidapnya dalam waktu lama, dan terkena percikan droplet secara terus-menerus. Pertanyaannya, di antara pria dan wanita, siapa yang lebih rentan terhadap penyakit ini? 

Baca juga: Disebut Penyakit Mematikan, Inilah Awal Mula Penyakit Kusta

Pria Lebih Rentan Terkena Kusta, Masa Sih?

Penyebab kusta ada bakteri M. leprae yang bisa ditularkan oleh pengidapnya. Nah, ada beberapa faktor yang meningkatkan seseorang terserang kusta, contohnya bersentuhan dengan hewan penyebab bakteri kusta (simpanse atau armadillo).

Selain itu, mereka yang menetap atau berkunjung ke kawasan endemik kusta juga riskan terhadap penyakit ini. Terakhir, mereka yang memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh juga lebih berisiko terserang kusta.

Lantas, bagaimana dengan masalah gender? Menurut sebuah studi ternyata laki-laki lebih banyak terserang penyakit kusta ketimbang wanita. Apa sebabnya? 

Menurut Kementerian Kesehatan RI tahun 2014, laki-laki cenderung lebih sering terserang penyakit infeksi dibanding wanita. Rendahnya kasus kusta pada wanita dapat terjadi karena faktor lingkungan, biologi, dan gaya hidup.

Di samping itu, perbedaan perilaku dan gaya hidup juga mempengaruhi risiko terserang kusta. Umumnya, wanita terbiasa merawat diri dan menjaga kesehatan dibandingkan dengan pria. Selain itu, pria lebih banyak terkena penyakit kusta karena laki-laki lebih banyak memiliki aktivitas di luar rumah dibanding wanita, sehingga dapat lebih mudah terinfeksi suatu penyakit. 

Namun, ada satu hal menyoal kusta dan wanita yang perlu diketahui. Contohnya bisa dilihat dalam laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berjudul “The effects of leprosy on men and women: a gender study”. Penelitian tersebut menyelidiki dampak kusta pada pria dan wanita pada sampel 202 pasien kusta di Ribeirão Preto, Brazil.

Baca juga: Alasan Kusta Bisa Jadi Penyakit Epidemik

Studi tersebut menemukan bahwa kusta memperburuk ketidaksetaraan gender yang ada. Diagnosis kusta menyebabkan reaksi emosional yang sangat negatif di antara jenis kelamin, tetapi stigmatisasi diri lebih besar di antara para wanita. Wanita juga menunjukkan perhatian yang lebih besar daripada pria tentang penampilan fisik mereka, dan lebih sering menahan diri dari aktivitas sosial.

Akibat stigma penyakit kusta, kegiatan ekonomi wanita juga terkena dampak yang lebih parah, baik di dalam maupun di luar rumah. Di samping itu, wanita lebih sering menyembunyikan penyakit ini dari keluarga mereka.

Lawan dengan Kombinasi Antibiotik

Meski tak ada cara yang ampuh untuk mencegah kusta, tapi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat adalah cara terbaik untuk mencegah komplikasi sekaligus penularan yang lebih luas. Pengobatan dini terhadap pengidap kusta, bisa meningkatkan peluang kesembuhan dan menghindari komplikasi yang ditimbulkannya. 

Lalu, bagaimana cara mengobati kusta? Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), cara mengobati kusta memerlukan kombinasi antibiotik. Dokter dapat memberikan dua atau tiga antibiotik yang digunakan secara bersamaan. Contohnya dapson, rifampisin, dan klofazimin. Metode ini disebut terapi multidrug (multidrug therapy).

Pemberian kombinasi antibiotik ini bertujuan mencegah perkembangan resistensi antibiotik oleh bakteri, yang terjadi karena lamanya pengobatan. Untuk durasi waktunya, pengobatan kusta biasanya berlangsung antara satu hingga dua tahun. Hal yang perlu ditegaskan, penyakit ini bisa disembuhkan jika pengobatan diselesaikan sesuai resep.

Menurut Kemenkes RI, tujuan dari pengobatan kusta adalah memutus rantai penularan, mencegah cacat atau menangani agar cacat tidak berlanjut, menangani komplikasi, dan memperbaiki kualitas hidup pengidapnya. Hal yang juga perlu diketahui, kusta tidak selalu identik dengan cacat, sebab penyakit ini dapat diobati bila ditangani sejak dini. 

Baca juga: Jangan Diabaikan, Ini Akibat Kusta yang Tidak Diobati

Mau tahu lebih jauh mengenai penyakit kusta? Atau memiliki keluhan kesehatan lainnya? Kamu bisa kok bertanya langsung pada dokter melalui aplikasi Halodoc. Tidak perlu keluar rumah, kamu bisa menghubungi dokter ahli kapan saja dan di mana saja. Praktis, kan? 

Referensi:
OJS Unud - Universitas Udayana. Diakses pada 2021. PREVALENSI DAN KARAKTERISTIK PENDERITA REAKSI KUSTA TIPE 1 DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI – DESEMBER 2014.
WHO. Diakses pada 2021. The effects of leprosy on men and women: a gender study. 
WHO. Diakses pada 2020. Leprosy
Kementerian Kesehatan RI. Diakses pada 2021. Waspada Kusta, Kenali Cirinya
CDC. Diakses pada 2021. Hansen's Disease (Leprosy)