Sindrom Tourette Sering Dialami Laki-Laki, Mitos atau Fakta?

3 menit
Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   03 November 2022

“Sindrom Tourette terjadi ketika pengidap mengalami gerakan berulang atau melontarkan kata-kata secara tidak sadar. Kondisi ini rentan dialami oleh laki-laki ketimbang perempuan.”

Sindrom Tourette Sering Dialami Laki-Laki, Mitos atau Fakta?Sindrom Tourette Sering Dialami Laki-Laki, Mitos atau Fakta?

Halodoc, Jakarta – Sindrom Tourette adalah kondisi yang menyebabkan pengidapnya melakukan tics. Ini adalah perilaku yang tidak dapat dikontrol. Misalnya, mengedipkan mata berulang kali atau mengangkat bahu.

Tics umumnya dialami oleh anak berusia 2 hingga 15 tahun dan tidak berlangsung lebih dari 1 tahun. Risikonya tiga kali lipat lebih rentan dialami oleh anak laki-laki ketimbang perempuan.

Tics diklasifikasikan dalam dua jenis, yakni motor tics dan vocal tics. Perawatan kondisi tersebut berguna untuk mengontrol gejala, sehingga tidak mengganggu pengidapnya dalam menjalani aktivitas.

Gejala yang Perlu Diwaspadai

Gejala diklasifikasikan ke dalam dua jenis, yakni:

1. Motor Tics

Gejala ini dibedakan dalam dua jenis. Pertama, melibatkan kelompok otot tertentu yang disebut dengan simple tics. Kondisi ini ditandai gejala berupa mengedipkan mata, menggelengkan kepala, menggerakkan mulut atau mengangkat bahu.

Selanjutnya ada complex tics, yakni gerakan yang melibatkan beberapa otot sekaligus. Contohnya, menyentuh atau mencium benda, menirukan gerakan objek, memutar badan, melangkah dalam pola tertentu dan melompat.

2. Vocal Tics

Gejala ini ditandai dengan mengucap suara berulang. Jenisnya ada 2, yakni simple tics dan complex tics. Adapun contoh dari simple tics, yakni berdeham, batuk dan mengeluarkan suara menyerupai binatang.

Sementara contoh dari complex tics, yakni mengulang perkataan orang lain atau mengumpat dengan kata-kata kotor. Sebelum gejala tersebut muncul, pengidap akan mengalami tanda fisik berupa kesemutan, gatal atau ketegangan.

Setelah tics muncul, tanda fisik tersebut akan hilang dengan sendirinya. Tics muncul dalam tingkatan dan frekuensi yang berbeda, tergantung pada keparahan penyakit yang dialami oleh pengidap.

Kondisi tersebut bisa memburuk ketika merasa cemas, sakit, lelah atau stres dan dapat terjadi saat tidur. Intensitasnya bisa berubah seiring waktu dan memburuk saat pengidap memasuki usia remaja.

Tidak ada tes khusus yang dapat dilakukan guna mendiagnosis sindrom Tourette. Namun, prosesnya dilakukan berdasarkan pada riwayat gejala yang dialami oleh pengidap.

Adapun pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk memastikan penyakit, yakni:

  • Tes darah, yaitu pemeriksaan yang dilakukan melalui pengujian sampel darah di laboratorium melalui jarum suntik kecil.
  • MRI, yaitu pengambilan gambar organ dalam tubuh melalui teknologi magnet dan gelombang radio yang ditampilkan pada layar monitor.

Komplikasi Sindrom Tourette

Pengidap sindrom Tourette masih bisa menjalani kehidupan layaknya orang normal lainnya. Komplikasi yang dialami oleh pengidap merupakan akumulasi gejala yang tidak mendapatkan penanganan.

Adapun komplikasi yang mungkin saja terjadi, yakni:

  • Gangguan pemusatan perhatian atau hiperaktivitas (ADHD).
  • Gangguan obsesif kompulsif (OCD).
  • Gangguan spektrum autisme.
  • Gangguan tidur atau insomnia.
  • Depresi.
  • Gangguan kecemasan.
  • Sakit kepala berkepanjangan.
  • Tidak dapat mengontrol emosi.
  • Emosi yang tampak meledak-ledak.

Sejauh ini belum ada obat yang efektif mengatasi sindrom Tourette. Perawatan bertujuan untuk mengendalikan tics yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan meningkatkan kualitas hidup pengidap.

Jika mengalami gejalanya, silakan buat janji medis untuk melakukan pemeriksaan. Dapatkan juga informasi lain seputar kesehatan, gaya hidup dan pola hidup sehat lainnya dengan download Halodoc sekarang juga.

Referensi:
Mayo Clinic. Diakses pada 2022. Tourette syndrome.
Cambridge University Press. Diakses pada 202. Influence of Gender on Tourette Syndrome Beyond Adolescence.