
DAFTAR ISI
- Apa Itu Difteri?
- Penyebab Difteri
- Faktor Risiko Difteri
- Gejala Difteri
- Hubungi Dokter Ini Jika Mengalami Gejala Difteri
- Diagnosis Difteri
- Pengobatan Difteri
- Studi Mengenai Pengobatan Difteri
- Komplikasi Difteri
- Pencegahan Difteri
- FAQ
Apa Itu Difteri?
Difteri adalah penyakit menular yang dapat disebarkan melalui batuk, bersin, atau luka terbuka. Gejalanya termasuk sakit tenggorokan dan masalah pernapasan.
Penyebab utama difteri adalah infeksi bakteri Corynebacterium diphteriae yang menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta dapat memengaruhi kondisi kulit.
Penyakit ini dapat menyerang orang-orang dari segala usia dan berisiko menimbulkan infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa. Pengobatannya meliputi antibiotik dan antitoksin untuk mematikan bakteri.
Salah satu langkah pencegahan difteri yang paling efektif adalah mendapatkan vaksinasi difteri.
Penyebab Difteri
Difteri disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphteriae. Infeksi ini dapat menular melalui partikel di udara, benda pribadi, peralatan rumah tangga yang terkontaminasi, serta menyentuh luka yang terinfeksi kuman difteri.
Selain penularan difteri juga bisa terjadi melalui air liur seseorang. Bahkan, jika orang yang terinfeksi tidak menunjukkan tanda atau gejala difteri, mereka masih dapat menularkan bakteri hingga enam minggu setelah infeksi awal.
Bakteri paling sering menginfeksi bagian hidung dan tenggorokan. Setelah menginfeksi, bakteri melepaskan zat berbahaya yang disebut racun yang kemudian menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan lapisan abu-abu tebal.
Lapisan ini umumnya terbentuk di area hidung, tenggorokan, lidah dan saluran udara. Dalam beberapa kasus, racun ini juga dapat merusak organ lain, termasuk jantung, otak, dan ginjal sehingga berpotensi menimbulkan komplikasi yang mengancam jiwa.
Fakta Penting yang Harus Diketahui Terkait Difteri
1. Difteri dapat menyebabkan keracunan.
2. Gejalanya bisa menyamar mirip dengan penyakit tenggorokan biasa.
3. Vaksinasi menjadi langkah paling penting dalam pencegahan difteri.
4. Difteri bisa menular lewat udara.
Faktor Risiko Difteri
Risiko penularan difteri meningkat pada orang-orang yang belum mendapatkan vaksinasi. Faktor lain yang dapat meningkatkan risiko penularan, yaitu:
- Berkunjung ke daerah dengan cakupan imunisasi difteri yang rendah.
- Sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti penderita HIV/AIDS.
- Gaya hidup yang tidak sehat.
- Lingkungan dengan kebersihan dan sanitasi yang buruk.
- Anak-anak di bawah usia 5 tahun dan orang tua di atas usia 60 tahun.
- Tinggal di pemukiman padat penduduk.
- Bepergian ke daerah yang tinggi kasus penyakit ini.
Gejala Difteri
Umumnya gejala penyakit difteri akan muncul 2–5 hari setelah seseorang terinfeksi bakteri Corynebacterium diphteriae. Setelah itu, bakteri menyebar ke aliran darah dan menimbulkan gejala di bawah ini:
- Terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi amandel dan tenggorokan.
- Demam dan menggigil.
- Nyeri tenggorokan dan suara serak.
- Sulit bernapas atau napas yang cepat.
- Pembengkakan kelenjar getah bening pada leher.
- Lemas dan lelah.
- Pilek yang awalnya cair, tetapi dapat sampai bercampur darah.
- Batuk yang keras.
- Rasa tidak nyaman.
- Gangguan penglihatan.
- Bicara melantur.
- Tanda-tanda syok, seperti kulit yang pucat dan dingin, berkeringat, dan jantung berdebar cepat.
Pada beberapa orang, penyakit ini bersifat ringan atau tidak ada tanda dan gejala yang jelas sama sekali. Dalam kasus seperti ini, mereka tetap tidak menyadari penyakitnya dan masih berpotensi menularkannya ke orang lain.
Hubungi Dokter Ini Jika Mengalami Gejala Difteri
Apabila kamu atau orang terdekat mengalami gejala difteri, seperti sulit bernapas serta adanya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi amandel dan tenggorokan, hubungi dokter spesialis penyakit paru di Halodoc untuk mendapat saran perawatan dan penanganan yang tepat sesegera mungkin.
Difteri dapat memicu berbagai komplikasi seperti kerusakan pada jantung apabila tidak segera ditangani.
Dokter di Halodoc telah berpengalaman serta mendapatkan rating baik dari pasien yang sebelumnya mereka tangani.
Berikut dokter di Halodoc yang bisa kamu hubungi:
- DR. dr. Mulkan Azhary M.Sc, Sp.P
- dr. Made Agustya Darma Putra Wesnawa Sp.P
- dr. Kornelis Aribowo Sp.P
- dr. Ayudiah Puspita Mayasari Sp.P
Itulah beberapa dokter yang bisa kamu hubungi jika mengalami gejala dari difteri.
Jangan ragu untuk segera menghubungi dokter agar dapat segera ditangani dan mencegah dampak yang lebih serius.
Dokter tersebut tersedia selama 24 jam di Halodoc sehingga kamu bisa lakukan konsultasi dari mana saja dan kapan saja.
Namun, jika dokter sedang tidak tersedia atau offline, kamu tetap bisa membuat janji konsultasi melalui aplikasi Halodoc.
Selain untuk menyembuhkan, penanganan gejala difteri juga dapat mencegah terjadinya penyebaran penyakit ini secara luas.
Tunggu apalagi? Ayo, pakai Halodoc sekarang juga!
Diagnosis Difteri
Diagnosis difteri dilakukan melalui beberapa langkah yang melibatkan pemeriksaan klinis, tes laboratorium, dan penilaian faktor risiko. Berikut langkah-langkahnya:
1. Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan ini meliputi penilaian dokter terhadap gejala utama dan gejala lain yang mungkin dialami pasien.
2. Pengambilan sampel
Selanjutnya, untuk mengonfirmasi diagnosis, sampel dari lapisan membran atau sekresi tenggorokan diambil dengan menggunakan swab, dan dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lanjut.
3. Tes laboratorium
Tes laboratorium bisa terdiri dari 3 jenis pemeriksaan, yaitu:
- Kultur bakteri: Bakteri Corynebacterium diphtheriae dapat diidentifikasi melalui kultur dari sampel tenggorokan.
- Tes PCR: Digunakan untuk mendeteksi DNA bakteri penyebab difteri dengan cara yang lebih cepat dan sensitif dibandingkan kultur.
- Tes toksin: Pengujian untuk mendeteksi toksin difteri dalam darah atau jaringan tubuh lainnya juga dapat dilakukan, karena toksin ini yang menyebabkan kerusakan pada organ tubuh.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya
Pada kasus berat, pemeriksaan jantung (ekokardiogram) atau tes fungsi ginjal juga dapat dilakukan untuk mendeteksi komplikasi yang disebabkan oleh toksin difteri.
Pengobatan Difteri
Difteri adalah salah satu penyakit yang berpeluang fatal sehingga perlu diobati sesegera mungkin dan secara agresif. Berikut langkah-langkah pengobatan yang dilakukan pada pasien difteri:
1. Antitoksin
Dokter juga akan memberikan obat untuk menetralkan racun difteri dalam tubuh (antitoksin). Obat ini diberikan melalui suntikan ke pembuluh darah atau otot. Sebelum memberikan antitoksin, dokter perlu melakukan tes alergi kulit untuk memastikan orang yang terinfeksi tidak memiliki alergi terhadap antitoksin.
Jika seseorang memiliki alergi, kemungkinan besar dokter tidak akan memberikan antitoksin dan mencari pengobatan alternatif lain.
2. Antibiotik
Pemberian antibiotik, seperti penisilin atau eritromisin dapat membantu membunuh bakteri dan membersihkan infeksi. Antibiotik juga dapat mencegah penularan dari pengidap difteri ke orang lain.
3. Perawatan rumah sakit
Anak-anak dan orang dewasa yang mengidap difteri sering kali perlu dirawat di rumah sakit dan disolasi di unit perawatan intensif. Sebab, difteri dapat menular dengan mudah kepada siapa saja yang tidak divaksin difteri (vaksin DPT).
Studi Mengenai Pengobatan Difteri
Menurut studi dari StatPearls, terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui terkait pengobatan difteri, yaitu:
- Pemberian antitoksin dan antibiotik secara cepat sangat penting untuk mengurangi dampak toksin dan infeksi bakteri.
- Penting bagi tenaga medis untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap pasien, untuk mendeteksi potensi ketidakstabilan pada sistem pernapasan dan kardiovaskular.
- Pengelolaan awal difteri juga mencakup pemantauan jantung secara kontinu, untuk mengidentifikasi dan mengatasi potensi komplikasi kardiovaskular.
- Dengan pengelolaan yang cepat dan tepat, difteri dapat ditangani dengan lebih efektif, dan risiko komplikasi bisa diminimalkan.
Komplikasi Difteri
Sebagian besar kasus difteri menimbulkan gejala yang signifikan dan perlu diobati untuk mencegah komplikasi yang mengancam nyawa. Jika tidak diobati, penyakit ini dapat menyebabkan:
1. Masalah pernapasan
Bakteri penyebab difteri dapat menghasilkan toksin atau racun. Racun ini mampu merusak jaringan di area infeksi, biasanya di hidung dan tenggorokan.
Di area tersebut infeksi menghasilkan lapisan abu-abu yang terdiri dari sel-sel mati, bakteri, dan zat lainnya. Jika dibiarkan, selaput ini dapat menghambat pernapasan.
2. Kerusakan jantung
Racun yang dihasilkan oleh bakteri pun berisiko menyebar melalui aliran darah dan merusak jaringan lain di dalam tubuh. Misalnya dapat merusak otot jantung sehingga menimbulkan komplikasi seperti radang otot jantung (miokarditis).
Kerusakan jantung akibat miokarditis dapat berkisar ringan atau berat. Dalam kasus yang paling parah, miokarditis dapat menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak.
3. Kerusakan saraf
Racun juga dapat menyebabkan kerusakan saraf pada tenggorokan. Saraf yang mengalami masalah ini bisa menyebabkan kesulitan menelan. Racun juga bisa memengaruhi saraf bagian lengan dan kaki dan menyebabkan kelemahan otot.
Ketika racun merusak saraf yang mengontrol otot pernapasan, otot-otot ini dapat menjadi lumpuh dan pengidapnya berisiko mengalami gagal napas.
Dengan pengobatan pengidap difteri berpeluang selamat dari komplikasi ini, meskipun pemulihannya membutuhkan waktu yang cukup lama. Sekitar 5-10 persen kasus penyakit ini berakibat fatal dan tingkat kematiannya lebih tinggi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun atau lansia.
Pencegahan Difteri
Pencegahan difteri dapat dilakukan melalui beberapa langkah, dengan pendekatan utama adalah vaksinasi. Berikut adalah beberapa langkah pencegahan yang direkomendasikan:
- Vaksinasi. Satu-satunya pencegahan difteri yang paling efektif adalah mendapatkan vaksinasi difteri. Di Indonesia, vaksin difteri adalah salah satu vaksinasi yang wajib diberikan untuk balita. Vaksinasi difteri umumnya dikombinasikan dengan vaksin tetanus dan batuk rejan (pertusis).
- Imunisasi ulang (booster). Imunisasi ulang (booster) diperlukan pada usia dewasa untuk menjaga kekebalan terhadap difteri, terutama bagi kamu yang berisiko, seperti pekerja kesehatan atau mereka yang tinggal di daerah endemik.
- Menjaga kebersihan dan sanitasi. Cuci tangan secara teratur dan hindari kontak dengan pasien difteri atau benda yang terkontaminasi.
- Pengawasan dan isolasi. Pasien yang didiagnosis dengan difteri perlu diisolasi untuk mencegah penyebaran penyakit.
Lantas, Kapan Waktu yang Tepat Memberikan Vaksin Difteri?
Selain mendapatkan vaksin, kebersihan lingkungan pun perlu diperhatikan, terutama pada pemukiman padat penduduk dan sanitasi yang kurang bersih.
Apabila mengalami gejala difteri, jangan tunda untuk memeriksakan diri ke dokter guna mendapat diagnosis yang tepat. Agar lebih mudah dan praktis, hubungi dokter spesialis penyakit dalam melalui Halodoc.
Segera periksakan diri sebelum kondisinya semakin buruk dan menular ke orang lain, pakai Halodoc sekarang juga!
Diperbaharui pada 11 April 2025.
Referensi:
Centers for Disease Control and Prevention. Diakses pada 2025. Diphtheria.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Diakses pada 2025. Panduan Diagnostik dan Penatalaksanaan Difteri.
Medical News Today. Diakses pada 2025. Diphtheria: Causes, symptoms, and treatment.
Mayo Clinic. Diakses pada 2025. Diphtheria.
StarPearls. Diakses pada 2025. Diphtheria.
WHO. Diakses pada 2025. Diphtheria.
Frequently Asked Questions
1. Difteri disebabkan oleh apa?
Difteri disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphteriae. Infeksi ini dapat menular melalui partikel di udara, benda pribadi atau peralatan rumah tangga yang terkontaminasi, serta menyentuh luka yang terinfeksi kuman difteri.