halodoc-banner
  • Kamus Kesehatan A-Z
  • Perawatan Khusus keyboard_arrow_down
  • Cek Kesehatan Mandiri keyboard_arrow_down
close
halodoc-logo
Download app banner

sign-in logo Masuk

home icon Beranda


Layanan Utama

keyboard_arrow_down
  • Chat dengan Dokter icon

    Chat dengan Dokter

  • Toko Kesehatan icon

    Toko Kesehatan

  • Homecare icon

    Homecare

  • Asuransiku icon

    Asuransiku

  • Haloskin icon

    Haloskin

  • Halofit icon

    Halofit

Layanan Khusus

keyboard_arrow_down
  • Kesehatan Kulit icon

    Kesehatan Kulit

  • Kesehatan Seksual icon

    Kesehatan Seksual

  • Kesehatan Mental icon

    Kesehatan Mental

  • Kesehatan Hewan icon

    Kesehatan Hewan

  • Perawatan Diabetes icon

    Perawatan Diabetes

  • Kesehatan Jantung icon

    Kesehatan Jantung

  • Parenting icon

    Parenting

  • Layanan Bidan icon

    Layanan Bidan

Cek Kesehatan Mandiri

keyboard_arrow_down
  • Cek Stres icon

    Cek Stres

  • Risiko Jantung icon

    Risiko Jantung

  • Risiko Diabetes icon

    Risiko Diabetes

  • Kalender Kehamilan icon

    Kalender Kehamilan

  • Kalender Menstruasi icon

    Kalender Menstruasi

  • Kalkulator BMI icon

    Kalkulator BMI

  • Pengingat Obat icon

    Pengingat Obat

  • Donasi icon

    Donasi

  • Tes Depresi icon

    Tes Depresi

  • Tes Gangguan Kecemasan icon

    Tes Gangguan Kecemasan


Kamus Kesehatan

Artikel

Promo Hari Ini

Pusat Bantuan

Chat dengan Dokter icon

Chat dengan Dokter

Toko Kesehatan icon

Toko Kesehatan

Homecare icon

Homecare

Asuransiku icon

Asuransiku

Haloskin icon

Haloskin

Halofit icon

Halofit

search
Home
Kesehatan
search
close
Advertisement

Keracunan Makanan

REVIEWED_BY  dr. Budiyanto, MARS  
undefinedundefined

DAFTAR ISI

  • Apa Itu Keracunan Makanan?
  • Penyebab Keracunan Makanan
  • Faktor Risiko Keracunan Makanan
  • Gejala Keracunan Makanan
  • Diagnosis Keracunan Makanan
  • Pengobatan Keracunan Makanan
  • Komplikasi Keracunan Makanan
  • Pencegahan Keracunan Makanan
  • Kapan Harus ke Dokter?
  • FAQ

Apa Itu Keracunan Makanan?

Keracunan makanan adalah suatu jenis penyakit yang dialami seseorang, akibat makanan atau minuman yang terkontaminasi.

Makanan yang terkontaminasi biasanya mengandung organisme infeksius berupa bakteri, virus, maupun parasit atau toksin, yang dihasilkan oleh organisme tertentu. 

Biasanya organisme infeksius tersebut mencemari makanan pada segala titik, mulai dari proses, produksi, hingga pendistribusian suatu makanan. 

Penyebab Keracunan Makanan

Keracunan makanan terjadi karena organisme kontaminan masuk ke dalam makanan.

Ada beberapa organisme yang bisa menyebabkan keracunan makanan, antara lain: 

1. Salmonella

Bakteri ini biasanya ditemukan pada telur mentah atau telur setengah matang, daging, unggas, serta sayur yang tidak dimasak yang telah terkontaminasi sebelumnya.

Biasanya bakteri ini membutuhkan waktu 6-72 jam, hingga menimbulkan keluhan. 

2. E. Coli

Bakteri ini biasanya ada pada daging cincang mentah atau produk susu yang tidak dipasteurisasi.

Dibutuhkan 3 – 8 hari hingga bakteri ini dapat menimbulkan diare berdarah disertai kram perut dan muntah.

3. Campylobacter

Bakteri ini ditemukan pada produk daging dan susu yang tidak dimasak dengan baik, serta air yang terkontaminasi sebelumnya.

Dibutuhkan 2 – 5 hari untuk bakteri ini menimbulkan keluhan berupa diare disertai mual, muntah, dan nyeri kepala.

4. Listeria

Ditemukan pada makanan siap santap yang didinginkan seperti sosis dan produk olahan susu seperti keju atau yoghurt.

Bakteri ini memiliki masa inkubasi yang lama yaitu 3 – 21 hari, untuk dapat menimbulkan keluhan.

Keluhan yang ditimbulkan oleh bakteri ini berupa demam, nyeri otot, mual, muntah, diare, hingga leher kaku dan linglung.

5. Clostridium botulinum

Biasa ditemukan pada makanan kaleng yang telah kadaluarsa atau yang memiliki tingkat keasaman rendah.

Dalam 12 – 36 jam toksin dari bakteri ini dapat menimbulkan keluhan neurologi pada pengidapnya berupa lelah, lesu, vertigo, pandangan kabur, hingga kesulitan menelan dan bicara.

Selain itu, ada beberapa hal lain yang juga bisa menyebabkan keracunan makanan, seperti:

  • Virus: Norovirus dan rotavirus adalah contoh virus yang dapat mengkontaminasi makanan.
  • Parasit: Giardia, Cryptosporidium, dan cacing pita dapat menyebabkan keracunan makanan.
  • Zat Kimia: Pestisida, logam berat, dan bahan kimia industri dapat mencemari makanan jika tidak ditangani dengan benar.
  • Toksin Alami: Beberapa makanan secara alami mengandung racun, seperti jamur beracun atau ikan buntal.

Makanan dapat terkontaminasi pada berbagai tahap, mulai dari produksi, pengolahan, penyimpanan, hingga penyajian.

Kontaminasi silang, yaitu perpindahan bakteri dari satu makanan ke makanan lain, juga menjadi penyebab umum keracunan makanan.

Faktor Risiko Keracunan Makanan

Faktor risiko biasanya bergantung pada organisme apa yang mengkontaminasi makanan, jumlah yang dimakan, umur, dan status kesehatan seseorang. 

Ada beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami keracunan makanan, yaitu:

1. Orang tua

Pertambahan usia dapat membuat sistem imun mengalami penurunan fungsi.

Itulah sebabnya, lansia memiliki respon imunitas yang lebih rendah terhadap makanan yang terkontaminasi sehingga lebih mudah untuk mengalami keracunan makanan.

2. Wanita hamil

Perubahan metabolisme selama hamil akan meningkatkan risiko terhadap keracunan makanan.

Reaksi tubuh terhadap organisme kontaminan, juga kemungkinan lebih parah dari biasanya.

3. Bayi dan anak-anak

Pada masa anak anak, sistem imun belum sepenuhnya berkembang layaknya orang dewasa, sehingga respons terhadap pajanan organisme kontaminan dalam makanan juga semakin rendah.

4. Orang dengan penyakit kronis

Memiliki penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit liver dapat menurunkan respons kekebalan tubuh terhadap paparan organisme kontaminan.

Demikian juga orang dengan kondisi khusus seperti mereka yang sedang menjalani kemoterapi.

Gejala Keracunan Makanan

Gejala keracunan makanan cukup beragam tergantung pada sumber kontaminasi.

Sebagian besar keracunan makanan dapat menyebabkan beberapa tanda dan gejala berikut ini:

  • Mual.
  • Muntah.
  • Diare yang berair atau berdarah.
  • Nyeri dan kram perut.
  • Demam.
  • Sakit kepala.

Tanda dan gejala dapat timbul beberapa saat setelah seseorang mengonsumsi makanan yang terkontaminasi, biasanya dalam hitungan jam, hari, bahkan minggu.

Gejala tersebut umumnya bertahan beberapa jam saja, hingga menetap selama beberapa hari.

Ketahui lebih lanjut soal Perut Kembung – Gejala, Penyebab, Pengobatan, dan Pencegahan berikut ini agar bisa menghindarinya di kemudian hari.

Diagnosis Keracunan Makanan

Keracunan makanan dapat didiagnosis berdasarkan riwayat makan sebelumnya, gejala, dan tanda yang muncul pada pasien. Selain itu, dokter juga menilai tanda-tanda dehidrasi yang dapat muncul setelah pasien mengalami keracunan makanan. 

Pemeriksaan darah rutin, feses rutin, parasit feses, serta kultur bakteri feses biasanya perlu dilakukan untuk mengkonfirmasi penyebab keracunan makanan.

Pengobatan Keracunan Makanan

Pada beberapa kasus, gejala keracunan makanan bisa hilang dengan sendirinya dalam hitungan hari. Namun, ada juga kasus keracunan yang membutuhkan penanganan, seperti: 

  • Pada pengidap dewasa dan anak yang kehilangan cairan begitu banyak karena diare dan muntah, perlu mendapatkan asupan cairan tambahan melalui infus.
  • Kasus keracunan makanan berat yang disebabkan oleh bakteri, biasanya membutuhkan tambahan antibiotik untuk mengeliminasi penyebab dari keracunan makanan.
  • Penanganan sementara di rumah dapat dilakukan dengan menambah asupan cairan dan elektrolit. Asupan cairan dan elektrolit dapat mengganti cairan tubuh yang hilang karena diare dan muntah. 
  • Menghindari makanan yang mengiritasi lambung seperti kopi, alkohol, makanan pedas dan berlemak, dapat digunakan untuk mengurangi keluhan yang dirasakan pengidap.

Mau tahu apa saja obat keracunan makanan? Baca di artikel ini: Ini 7 Rekomendasi Obat Keracunan Makanan agar Cepat Pulih.

Obat Keracunan Makanan di Apotek

Beberapa jenis obat yang bisa didapatkan di apotek untuk mengatasi gejala keracunan makanan, antara lain:

  • Oralit: Menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang akibat diare dan muntah.
  • Obat anti-diare: Seperti loperamide, untuk mengurangi frekuensi buang air besar. Perlu diingat, obat ini tidak boleh diberikan pada anak-anak tanpa pengawasan dokter.
  • Obat anti-muntah: Seperti dimenhydrinate, untuk meredakan mual dan muntah.
  • Arang Aktif (Activated Charcoal): Dapat membantu menyerap racun dalam sistem pencernaan jika dikonsumsi segera setelah keracunan. Konsultasikan dengan dokter atau apoteker sebelum menggunakan arang aktif.

Selalu konsultasikan dengan dokter atau apoteker sebelum mengonsumsi obat-obatan apa pun, terutama jika memiliki kondisi kesehatan tertentu atau sedang mengonsumsi obat lain.

Tiba-tiba ada darah dalam tinja? Jangan Panik, Ini Cara Mengatasi BAB Berdarah yang bisa kamu lakukan.

Komplikasi Keracunan Makanan

Pada sebagian besar kasus, keracunan makanan akan sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari.

Namun, pada kasus yang parah, komplikasi serius dapat terjadi, terutama pada kelompok risiko tinggi.

Komplikasi yang mungkin timbul meliputi:

  • Dehidrasi Berat: Kehilangan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan elektrolit, gagal ginjal, dan bahkan kematian.
  • Sindrom Guillain-Barré: Beberapa jenis bakteri seperti Campylobacter dapat memicu sindrom Guillain-Barré, penyakit autoimun yang menyerang sistem saraf.
  • Hemolytic Uremic Syndrome (HUS): Komplikasi serius yang dapat terjadi akibat infeksi E. coli, terutama pada anak-anak. HUS dapat menyebabkan gagal ginjal dan masalah pembekuan darah.
  • Arthritis Reaktif: Beberapa infeksi bakteri seperti Salmonella dan Shigella dapat memicu arthritis reaktif, yang menyebabkan nyeri sendi, peradangan mata, dan masalah saluran kemih.

Menurut WHO, keracunan makanan dapat menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang, terutama pada kelompok rentan. Oleh karena itu, pencegahan adalah kunci utama.

Pencegahan Keracunan Makanan

Kontaminasi makanan dapat terjadi di segala titik pembuatan makanan, mulai dari proses pengambilan bahan baku, pemasakan, hingga pendistribusian makanan. 

Kontaminasi ini terjadi di segala tempat mulai dari kantin, katering, hingga di dapur rumah sendiri. 

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menghindari keracunan makanan, yaitu:

1. Menjaga kebersihan

Menjaga kebersihan bisa dilakukan dengan cara mencuci tangan, serta membersihkan alat memasak dengan menggunakan sabun dan air mengalir.

Ini perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya kontaminasi bakteri makanan. 

2. Memasak pada suhu yang tepat

Hampir sebagian besar organisme kontaminan dapat mati pada pemanasan dengan suhu yang tepat.

Sebagai contoh, memasak daging merah minimal pada suhu 71 derajat Celcius dan daging unggas pada suhu diatas 74 derajat Celcius, untuk dapat membunuh bakteri.

3. Menyimpan bahan makanan dengan tepat

Proses penyimpanan makanan membantu meminimalisir risiko keracunan makanan.

Sebab, beberapa bakteri dapat berkembang biak meskipun pada suhu lemari pendingin. Jadi, dibutuhkan suhu yang lebih rendah untuk menghentikan aktivitas bakteri. 

Penyimpanan bahan makanan yang disesuaikan letaknya juga menurunkan risiko kontaminasi silang.

Sebagai contoh, buah dan sayur pada box buah, sementara daging dan ikan pada freezer.

4. Membuang makanan yang tak layak konsumsi

Perubahan warna, bau dan bentuk merupakan salah satu tanda bahwa bahan makanan sudah tidak layak digunakan.

Jika terdapat salah satu bahan yang diragukan kualitasnya, penting untuk segera membuang makanan tersebut daripada menggunakannya.

Kapan Harus ke Dokter?

Meskipun keracunan makanan dapat membaik dalam beberapa hari, pengidap perlu segera mencari pertolongan medis jika mengalami tanda-tanda serius seperti: 

  • Dehidrasi.
  • Muntah yang disertai dengan darah. 
  • BAB berdarah. 
  • Nyeri perut hebat. 
  • Diare yang tak mereda setelah tiga hari. 

Lakukan konsultasi dengan dokter segera, untuk menentukan perawatan dan pengobatan. Konsultasi dengan dokter kini bisa kamu lakukan dengan mudah kapan saja dan di mana saja, melalui Halodoc. 

Selain itu, jangan lupa untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan suplemen harian tubuh ya. Semuanya bisa kamu beli lewat Toko Kesehatan Halodoc. Belum punya aplikasinya? Segera download Halodoc ya!

Diperbarui pada 8 Oktober 2025.
Referensi:
Mayo Clinic. Diakses pada 2025. Food Poisoning.
Healthline. Diakses pada 2025. Food Poisoning.
Centers for Disease Control and Prevention. Diakses pada 2025. Food Poisoning.

FAQ

1. Mengapa gejala keracunan makanan tidak langsung muncul setelah makan?
Karena bakteri atau toksin butuh waktu untuk berkembang di saluran pencernaan. Itulah sebabnya gejala baru muncul 2–24 jam setelah konsumsi makanan terkontaminasi.

2. Apakah makanan berbau normal bisa tetap menyebabkan keracunan?
Bisa. Beberapa bakteri seperti Salmonella atau Listeria tidak selalu mengubah bau atau rasa makanan, sehingga kontaminasi bisa terjadi tanpa tanda fisik.

3. Mengapa muntah adalah reaksi pertama saat keracunan?
Tubuh secara refleks mencoba mengeluarkan zat beracun secepat mungkin melalui muntah sebelum racun terserap lebih jauh ke aliran darah.

4. Apakah keracunan makanan bisa menular ke orang lain?
Ya, terutama jika penyebabnya adalah infeksi bakteri atau virus seperti norovirus. Penularan bisa terjadi melalui tangan, peralatan makan, atau permukaan yang terkontaminasi.

5. Kenapa tubuh terasa sangat lemas setelah keracunan?
Muntah dan diare menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit penting, seperti natrium dan kalium. Kekurangan inilah yang membuat tubuh cepat lelah dan dehidrasi.

6. Apakah makan obat antidiare aman saat keracunan?
Tidak selalu. Obat antidiare bisa memperlambat pengeluaran racun dari tubuh. Sebaiknya digunakan hanya atas saran dokter, terutama jika gejala disertai demam atau darah pada feses.

7. Apakah keracunan makanan bisa berulang pada orang yang sama?
Bisa. Seseorang tetap berisiko jika kebersihan makanan, peralatan dapur, atau cara penyimpanan tidak diperbaiki. Sistem imun juga memerlukan waktu untuk pulih sepenuhnya setelah infeksi.

TRENDING_TOPICS

VIEW_ALL
share on facebook
share on twitter
share on whatsapp
share on facebook
share on twitter
share on whatsapp