
DAFTAR ISI
- Apa Itu Persistent Sexual Arousal Syndrome?
- Penyebab Persistent Sexual Arousal Syndrome
- Faktor Risiko Persistent Sexual Arousal Syndrome
- Gejala Persistent Sexual Arousal Syndrome
- Diagnosis Persistent Sexual Arousal Syndrome
- Pengobatan Persistent Sexual Arousal Syndrome
- Komplikasi Persistent Sexual Arousal Syndrome
- Pencegahan Persistent Sexual Arousal Syndrome
- Kapan Harus ke Dokter?
Apa Itu Persistent Sexual Arousal Syndrome?
Persistent sexual arousal syndrome (PSAS) atau disebut sindrom gairah seksual persisten, merupakan kondisi ketika seseorang menjadi terangsang secara seksual tanpa aktivitas atau rangsangan seksual.
Bahkan ketika tidak ada alasan untuk merasa terangsang secara seksual, pengidapnya mungkin merasakan semua gejala gairah seksual. Ini termasuk ereksi atau pembengkakan pada vagina. Kondisi ini juga membuat pengidapnya merasa seperti mengalami orgasme terus-menerus.
Dalam beberapa kasus, PGAD dapat bertahan selama berjam-jam, berhari-hari, atau berminggu-minggu dan pastinya dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Penyebab Persistent Sexual Arousal Syndrome
Persistent sexual arousal syndrome (PSAS) adalah kondisi langka yang ditandai dengan rasa terangsang secara terus-menerus tanpa adanya rangsangan seksual. Agar lebih mudah dipahami, berikut beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab PSAS:
1. Gangguan pada saraf pudendal
Salah satu penyebab utama PSAS yang paling sering dibahas adalah tekanan atau gangguan pada saraf pudendal. Saraf ini berperan penting dalam menghantarkan sensasi dari area genital ke otak.
Jika saraf pudendal teriritasi atau tertekan, otak bisa salah menafsirkan sinyal tubuh, sehingga muncul sensasi yang menyerupai rangsangan seksual.
Kondisi ini membuat seseorang sulit membedakan apa itu terangsang secara normal dan sensasi palsu akibat gangguan saraf.
2. Priapisme klitoris (kasus langka)
Dalam kasus yang sangat jarang, PSAS dikaitkan dengan priapisme klitoris, yaitu kondisi ketika klitoris tetap membesar dalam waktu lama. Pembesaran ini tidak berkaitan dengan gairah seksual atau keinginan berhubungan intim.
Akibatnya, tubuh terus menerima sinyal yang mirip dengan rangsangan seksual, sehingga pengidapnya merasa “terangsang” meski tidak memahami apa itu terangsang dalam konteks yang sebenarnya.
3. Faktor kesehatan mental
Banyak kasus PSAS ditemukan bersamaan dengan gangguan kesehatan mental, meskipun hubungan sebab-akibatnya belum sepenuhnya jelas. Beberapa kondisi mental yang sering dilaporkan meliputi:
- Gangguan kecemasan.
- Depresi.
- Gangguan bipolar tipe I.
- Obsessive compulsive disorder (OCD).
Kondisi ini dapat memengaruhi cara otak memproses sensasi tubuh, termasuk persepsi apa itu terangsang dan bagaimana respons tubuh terhadapnya. Pada sebagian orang, PSAS muncul bersamaan dengan periode stres psikologis berat.
4. Perubahan hormon pada wanita
Beberapa wanita dilaporkan mengalami PSAS setelah stroke, terutama jika sebelumnya menjalani terapi estrogen atau terapi kolesterol yang kemudian dihentikan. Perubahan mendadak pada kadar hormon diduga memengaruhi sistem saraf pusat dan sensasi genital.
Hal ini dapat menyebabkan otak salah menafsirkan sinyal tubuh, sehingga muncul sensasi yang menyerupai rangsangan seksual tanpa konteks jelas tentang apa itu terangsang.
5. Penghentian obat antidepresan (SSRI)
Pada sebagian wanita, PSAS berkembang setelah menghentikan penggunaan SSRI, yaitu obat antidepresan yang memengaruhi kadar serotonin di otak.
Ketidakseimbangan neurotransmiter setelah penghentian obat dapat memicu respons saraf yang tidak normal.
Akibatnya, muncul sensasi seksual berulang yang tidak diinginkan, meskipun secara emosional tidak sedang merasa terangsang atau memahami apa itu terangsang secara psikologis.
6. Faktor medis pada pria
Pada pria, PSAS dapat berkembang akibat komplikasi setelah prosedur vasektomi atau infeksi saluran kemih Kondisi tersebut dapat memicu iritasi saraf di area panggul dan genital.
Sama seperti pada wanita, gangguan ini membuat tubuh mengirim sinyal seksual yang tidak sesuai dengan kondisi mental atau emosional seseorang, sehingga memicu kebingungan tentang apa itu terangsang secara normal.
Ketahui lebih lanjut tentang Disfungsi Seksual – Gejala, Penyebab, dan Pengobatannya agar kamu bisa mencegah kondisi ini di kemudian hari.
Faktor Risiko Persistent Sexual Arousal Syndrome
Selain itu, persistent sexual arousal syndrome juga disebutkan menjadi gejala sekunder dari beberapa kondisi berikut:
- Sindrom Tourette.
- Trauma pada sistem saraf pusat.
- Epilepsi.
- Efek intervensi pasca-bedah untuk kelainan vena di punggung bawah.
- Menjalani prosedur vasektomi atau memiliki riwayat infeksi saluran kemih pada pria.
Gejala Persistent Sexual Arousal Syndrome
Gejala persistent sexual arousal syndrome yang paling terlihat adalah perasaan gairah seksual tanpa adanya rangsangan seksual.
Jika terjadi pada wanita, ini dapat menyebabkan perasaan terangsang di area genital, termasuk pembengkakan klitoris, vagina, dan bibir vagina
Selain itu, perasaan terangsang juga terjadi pada bagian tubuh lainnya, termasuk puting. Sementara itu, jika terjadi pada pria, kelainan langka ini dapat menyebabkan nyeri umum pada penis atau ereksi yang berlangsung beberapa jam. Gejala umum PSAS lainnya meliputi:
- Wajah dan leher menjadi merah atau memerah.
- Tekanan darah tinggi yang tidak normal.
- Detak jantung yang sangat tinggi.
- Pernapasan cepat.
- Kejang otot di seluruh tubuh.
- Penglihatan kabur.
- Rasa sakit di area genital, terutama klitoris atau batang penis.
Kondisi ini tentunya bisa memengaruhi kehidupan seks kamu dan pasangan. Oleh sebab itu, pahami mendalam mengenai Hubungan Seks – Tips & Informasi Lengkap untuk Pria dan Wanita berikut ini agar performa tetap terjaga.
Diagnosis Persistent Sexual Arousal Syndrome
Diagnosis persistent sexual arousal syndrome (PSAS) tidak bisa dilakukan hanya dari satu pemeriksaan saja. Hal ini karena gejalanya dapat menyerupai kondisi medis atau psikologis lain.
Untuk memastikan bahwa keluhan yang dialami benar-benar disebabkan oleh PSAS, dokter biasanya akan melakukan beberapa tahapan berikut:
1. Penilaian psikologis oleh terapis atau psikolog
Dokter dapat menyarankan kamu untuk menemui terapis atau psikolog. Tujuannya adalah mengevaluasi kondisi kesehatan mental secara menyeluruh.
Pemeriksaan ini penting untuk menyingkirkan kemungkinan gangguan seperti kecemasan, depresi, atau gangguan obsesif kompulsif yang dapat memengaruhi persepsi sensasi tubuh.
Hasil penilaian membantu dokter memahami apakah faktor psikologis berperan dalam munculnya gejala.
Jika kamu butuh teman bicara, Ini Rekomendasi Psikolog Online Berpengalaman di Halodoc yang bisa dihubungi kapan pun dan di mana pun.
2. Wawancara medis dan riwayat kesehatan lengkap
Dokter akan menanyakan secara detail tentang keluhan yang kamu alami. Beberapa hal yang biasanya digali meliputi:
- Sejak kapan gejala muncul dan seberapa sering terjadi.
- Intensitas dan durasi sensasi yang dirasakan.
- Obat-obatan yang sedang atau pernah dikonsumsi, termasuk antidepresan dan terapi hormon.
- Riwayat penyakit lain yang mungkin berkaitan, seperti gangguan saraf atau hormonal.
Informasi ini membantu dokter melihat pola dan kemungkinan penyebab PSAS.
3. Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menilai kondisi tubuh secara keseluruhan. Dokter akan memastikan tidak ada tanda infeksi, peradangan, atau gangguan medis lain yang dapat memicu gejala serupa.
Pemeriksaan ini juga penting untuk menyingkirkan penyebab non-PSAS yang bisa menimbulkan sensasi tidak nyaman.
4. Pemeriksaan fisik pada area genital
Dokter dapat melakukan pemeriksaan langsung pada area genital untuk mendeteksi adanya kelainan fisik.
Pemeriksaan ini bertujuan mencari tanda-tanda seperti pembengkakan, iritasi, atau perubahan struktur jaringan.
Langkah ini membantu memastikan bahwa gejala tidak disebabkan oleh kondisi lokal seperti infeksi atau gangguan pembuluh darah.
5. Pemeriksaan aliran darah ke alat kelamin
Dalam beberapa kasus, dokter akan merekomendasikan tes untuk mengukur aliran darah ke area genital. Pemeriksaan dilakukan sebelum, selama, dan setelah munculnya gairah seksual.
Tujuannya adalah melihat apakah terdapat gangguan sirkulasi darah yang dapat memicu sensasi terangsang berkepanjangan. Hasil tes ini dapat membantu membedakan PSAS dari gangguan vaskular lainnya.
6. Tes neurologis
Tes neurologis dilakukan untuk menilai fungsi saraf, terutama saraf yang berperan dalam sensasi genital. Pemeriksaan ini bertujuan mendeteksi adanya kerusakan, iritasi, atau tekanan pada saraf.
Gangguan pada sistem saraf, seperti masalah pada saraf pudendal, dapat menjadi petunjuk penting dalam diagnosis PSAS.
7. Evaluasi dan kesimpulan diagnosis
Setelah seluruh hasil pemeriksaan terkumpul, dokter akan melakukan evaluasi menyeluruh. Tidak semua pasien memerlukan seluruh jenis pemeriksaan; tes yang dilakukan akan disesuaikan dengan kondisi masing-masing.
Kombinasi satu atau beberapa hasil pemeriksaan inilah yang membantu dokter memastikan apakah gejala yang kamu alami benar-benar disebabkan oleh persistent sexual arousal syndrome.
Pengobatan Persistent Sexual Arousal Syndrome
Hingga saat ini, belum ada pengobatan yang benar-benar dapat menyembuhkan persistent sexual arousal syndrome (PSAS).
Penanganan difokuskan untuk mengurangi intensitas dan frekuensi gejala, sehingga pengidap tetap bisa menjalani aktivitas sehari-hari dengan lebih nyaman.
Karena respons tiap orang berbeda, perawatan PSAS bersifat individual dan sering kali memerlukan kombinasi beberapa pendekatan berikut:
1. Pemberian obat-obatan
Dokter dapat meresepkan obat tertentu untuk membantu mengendalikan gejala PSAS. Jenis obat yang digunakan umumnya disesuaikan dengan gejala dominan yang dialami, antara lain:
- Antidepresan, untuk membantu menyeimbangkan neurotransmiter di otak.
- Antipsikotik, pada kasus tertentu untuk menekan aktivitas saraf yang berlebihan.
- Penstabil suasana hati, terutama jika PSAS berkaitan dengan gangguan mood.
- Obat nyeri saraf, untuk mengurangi sensasi tidak normal akibat gangguan saraf.
Penggunaan obat harus berada di bawah pengawasan dokter karena efeknya bisa berbeda pada setiap individu. Pahami informasi lebih lanjut seputar Kesehatan Mental – Gejala, Penyebab, Pencegahan & Pengobatannya di sini.
2. Intervensi kesehatan perilaku
Pendekatan ini bertujuan membantu pengidap mengelola respons emosional dan psikologis terhadap gejala PSAS. Beberapa bentuk terapi yang dapat dilakukan meliputi:
- Terapi Perilaku Kognitif (CBT) untuk mengubah pola pikir dan respons terhadap sensasi yang muncul.
- Psikoterapi guna membantu pengidap memahami dan menerima kondisi yang dialami.
- Teknik distraksi seperti latihan fokus, pernapasan, atau aktivitas tertentu untuk mengalihkan perhatian dari sensasi yang tidak diinginkan.
- Teknik validasi yang membantu pengidap merasa dipahami dan tidak menyalahkan diri sendiri atas gejala yang muncul.
- Terapi kejang listrik (ECT) pada kasus tertentu yang berat dan sulit ditangani dengan metode lain.
3. Intervensi terapi fisik
Terapi fisik dilakukan terutama jika PSAS berkaitan dengan ketegangan otot atau gangguan saraf di area panggul. Bentuk intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
- Terapi fisik dasar panggul untuk membantu merilekskan otot-otot yang terlalu tegang.
- Pijat terapeutik terutama di area panggul dan sekitarnya untuk mengurangi tekanan pada saraf.
Pendekatan ini bertujuan mengurangi rangsangan fisik yang dapat memicu gejala PSAS.
4. Pendekatan individual dan jangka panjang
Penanganan PSAS sangat bervariasi tergantung pada kondisi fisik, psikologis, dan respons tubuh masing-masing pengidap.
Tidak ada satu metode yang cocok untuk semua orang; sering kali diperlukan proses coba-coba yang terkontrol secara medis.
Karena PSAS masih tergolong kondisi yang relatif baru, penelitian tentang penyebab dan pengobatan yang paling efektif masih terus berkembang.
Kerja sama jangka panjang antara pengidap dan tenaga medis sangat penting untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Komplikasi Persistent Sexual Arousal Syndrome
Komplikasi dari persistent sexual arousal syndrome (PSAS) umumnya tidak berkaitan langsung dengan kerusakan fisik, tetapi lebih banyak berdampak pada kesehatan mental, emosional, dan kualitas hidup pengidapnya. Berikut beberapa komplikasi yang dapat terjadi:
1. Stres psikologis berkepanjangan
Gejala PSAS yang muncul tanpa henti dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan tertekan. Pengidap sering merasa lelah secara mental karena harus terus menghadapi sensasi yang tidak diinginkan.
Stres berkepanjangan ini dapat memengaruhi konsentrasi, produktivitas, dan keseharian.
2. Depresi
Rasa frustrasi akibat kondisi yang sulit dikendalikan dapat berkembang menjadi depresi. Pengidap mungkin merasa putus asa karena gejala tidak kunjung membaik meski sudah menjalani pengobatan.
Pada beberapa kasus, depresi bisa memperburuk persepsi terhadap gejala PSAS itu sendiri.
3. Gangguan kecemasan
Ketakutan bahwa gejala akan muncul kembali secara tiba-tiba dapat memicu kecemasan berlebih.
Pengidap bisa menjadi lebih waspada terhadap tubuhnya sendiri, sehingga meningkatkan stres dan ketegangan. Siklus kecemasan ini dapat memperparah intensitas gejala PSAS.
4. Penurunan kualitas hidup
PSAS dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, termasuk pekerjaan, hubungan sosial, dan kehidupan intim.
Sebagian pengidap memilih menarik diri dari lingkungan sosial karena merasa malu atau tidak dipahami. Kondisi ini dapat berdampak pada hubungan dengan pasangan maupun keluarga.
5. Risiko perilaku berbahaya
Dalam kondisi tertentu, tekanan mental yang berat dapat meningkatkan risiko perilaku berbahaya. Oleh karena itu, dukungan medis dan psikologis sangat penting untuk mencegah dampak yang lebih serius.
Pencegahan Persistent Sexual Arousal Syndrome
Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti apa penyebab utama persistent sexual arousal syndrome. Karena itu, tidak ada metode pencegahan khusus yang terbukti efektif.
Meski demikian, ada beberapa langkah yang dapat membantu mengelola risiko dan dampaknya:
1. Pemeriksaan medis secara rutin
Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala membantu mendeteksi gangguan fisik atau saraf sejak dini. Pemeriksaan ini juga penting jika kamu memiliki riwayat gangguan hormonal, saraf, atau kesehatan mental.
2. Konsultasi dan diskusi dengan dokter
Berdiskusi secara terbuka dengan dokter membantu menemukan strategi penanganan yang sesuai. Dokter dapat menyesuaikan pengobatan atau terapi berdasarkan perkembangan gejala yang kamu alami.
3. Pengelolaan kesehatan mental
Menjaga kesehatan mental melalui konseling atau terapi psikologis dapat membantu mengurangi dampak PSAS. Dukungan emosional dari tenaga profesional maupun orang terdekat juga sangat berperan.
4. Mengenali dan mengelola gejala sejak dini
Mengenali pola munculnya gejala dapat membantu kamu mengambil langkah lebih cepat untuk menguranginya. Strategi coping yang tepat dapat mencegah gejala berkembang menjadi lebih berat.
Kapan Harus ke Dokter?
Persistent sexual arousal syndrome (PSAS) memang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman, baik secara fisik maupun emosional.
Segera lakukan pemeriksaan ke dokter jika kamu mulai menyadari adanya sensasi terangsang yang muncul terus-menerus, tidak diinginkan, dan tidak berkaitan dengan hasrat seksual.
Konsultasi sejak dini penting dilakukan agar dokter dapat menyingkirkan kemungkinan penyebab lain, menentukan diagnosis yang tepat, serta membantu mengendalikan gejala sebelum berdampak pada kesehatan mental dan kualitas hidup.
Penanganan lebih awal juga dapat mencegah munculnya stres, kecemasan, atau depresi akibat kondisi ini.
Jika kamu adalah pria dan mengalami masalah ini, jangan ragu hubungi dokter spesialis andrologi di Halodoc. Pada wanita, kamu bisa bicara dengan dokter spesialis obgyn di Halodoc.
Mereka bisa memberikan informasi dan saran perawatan yang tepat sekaligus meresepkan obat.
Jangan khawatir, dokter di Halodoc tersedia 24 jam sehingga kamu bisa menghubunginya kapan pun dan dimana pun. Tunggu apa lagi? Klik banner di bawah ini untuk menghubungi dokter terpercaya:



