Alasan Kusta Bisa Jadi Penyakit Epidemik

Ditinjau oleh  dr. Verury Verona Handayani   24 September 2019
Alasan Kusta Bisa Jadi Penyakit EpidemikAlasan Kusta Bisa Jadi Penyakit Epidemik

Halodoc, Jakarta – Dikenal juga dengan nama lepra, kusta merupakan penyakit yang menyerang kulit, sistem saraf perifer, selaput lendir pada saluran pernapasan atas, dan mata. Kusta disebut penyakit epidemik tertua, yang pernah tercatat dalam sejarah. Sebab, penyakit ini telah menjadi momok bagi masyarakat di berbagai belahan dunia. Namun, mengapa kusta disebut penyakit epidemik?

Penyakit epidemik merupakan penyakit yang menyebar cepat ke populasi besar dalam waktu singkat. Jenis penyakit ini kerap juga disebut sebagai wabah. Kusta disebut sebagai penyakit epidemik karena dapat menular dengan mudah dalam suatu populasi atau wilayah. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae ini dapat menular melalui cairan dari hidung, yang biasanya menyebar ke udara ketika pengidap batuk atau bersin, kemudian dihirup oleh orang lain. 

Baca juga: Jangan Salah Kaprah, Begini Cara Penularan Kusta yang Harus Dipahami

Ratusan tahun lalu, kusta sering dianggap sebagai kutukan, sehingga pengidapnya kerap mendapat diskriminasi dan dikucilkan dari pergaulan sosial. Padahal sebenarnya, penularan penyakit ini terbilang tidak mudah, lho. Perlu beberapa bulan kontak yang sering dengan pengidap kusta, untuk penyakit ini dapat ditularkan.

Artinya, kusta tidak akan menular hanya dengan bersalaman, duduk bersebelahan, duduk bersama di meja makan, atau berhubungan intim dengan pengidapnya. Perlu diketahui juga bahwa kusta tidak ditularkan dari ibu ke janin. Jadi, pengidap kusta sebenarnya tidak perlu mendapat pengucilan.

Adapun beberapa faktor yang perlu diwaspadai, karena dapat meningkatkan risiko terserang kusta adalah:

  • Melakukan kontak fisik dengan hewan penyebar bakteri kusta tanpa sarung tangan. Hewan perantara tersebut di antaranya adalah armadillo dan simpanse.

  • Bertempat tinggal di kawasan endemik kusta.

  • Memiliki kelainan genetik yang berakibat terhadap sistem kekebalan tubuh.

Baca juga: Ibu Hamil Terkena Kusta, Dapatkah Menular pada Bayinya?

 

Gejala yang Timbul Ketika Terinfeksi Kusta

Karena infeksi kusta umumnya berkembang sangat lambat, gejala yang muncul bisa saja tidak tampak jelas. Bahkan pada beberapa kasus, gejala kusta baru muncul 20 tahun setelah bakteri menginfeksi dan berkembangbiak dalam tumbuh pengidap. Berikut ini gejala yang umum muncul ketika terinfeksi kusta:

  • Mati rasa, baik sensasi terhadap perubahan suhu, sentuhan, tekanan, maupun rasa sakit.

  • Muncul lesi pucat dan menebal pada kulit.

  • Muncul luka, tetapi tidak terasa sakit.

  • Pembesaran saraf yang biasanya terjadi di siku dan lutut.

  • Kelemahan otot sampai kelumpuhan, terutama otot kaki dan tangan.

  • Kehilangan alis dan bulu mata.

  • Mata menjadi kering dan jarang mengedip, serta dapat menimbulkan kebutaan.

  • Hilangnya jari jemari.

  • Kerusakan pada hidung yang dapat menimbulkan mimisan, hidung tersumbat, atau kehilangan tulang hidung.

Jika kamu mengalami berbagai gejala tersebut, segera periksakan diri ke dokter. Untuk melakukan pemeriksaan, kini kamu bisa langsung buat janji dengan dokter di rumah sakit melalui aplikasi Halodoc, lho. Jadi, pastikan kamu sudah download aplikasinya di ponselmu, ya.

Baca juga: Jangan Dijauhi, Pengidap Kusta Bisa Sembuh Tuntas

 

Risiko Komplikasi yang Mungkin Terjadi

Munculnya komplikasi kusta umumnya tergantung dari seberapa cepat penyakit didiagnosis dan diobati secara efektif. Beberapa risiko komplikasi yang mungkin terjadi jika kusta terlambat diobati adalah:

  • Mati rasa.

  • Kebutaan atau glaukoma.

  • Gagal ginjal.

  • Disfungsi ereksi dan kemandulan pada pria.

  • Perubahan bentuk wajah.

  • Kerusakan permanen pada bagian dalam hidung.

  • Kerusakan saraf permanen di luar otak dan saraf tulang belakang, termasuk pada lengan, tungkai kaki, dan telapak kaki.

  • Kelemahan otot.

  • Cacat progresif, seperti kehilangan alis, cacat pada jari kaki, tangan, dan hidung.

  • Selain itu, diskriminasi yang dialami pengidap dapat mengakibatkan gangguan mental, seperti depresi dan dapat berujung pada percobaan bunuh diri.

Referensi:

MedicineNet. Diakses pada 2019. Leprosy (Hansen's Disease).
Healthline. Diakses pada 2019. Leprosy.
WebMD. Diakses pada 2019. Leprosy Overview.

Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan