Bencana Alam Bisa Timbulkan Gangguan Jiwa

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   01 Oktober 2018
Bencana Alam Bisa Timbulkan Gangguan JiwaBencana Alam Bisa Timbulkan Gangguan Jiwa

Halodoc, Jakarta - Sepertinya nyaris tidak ada hal baik yang datang setelah bencana alam. Selain kerugian material, para korban bencana alam juga akan dirundung kesedihan mendalam akibat kehilangan keluarga atau kerabat, shock, hingga trauma yang berujung pada gangguan jiwa.

Melalui penelitian terhadap korban gempa bumi Hanshin-Awaji, Jepang, pada 1995, Kato H dan rekan-rekannya menemukan fakta bahwa para korban yang selamat, menderita gangguan tidur, depresi, mudah marah, dan hipersensitif. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Masahiro Kokai bersama tim penelitinya, yang diterbitkan dalam jurnal Psychiatry and Clinical Neurosciences (2004), yang bertajuk ‘Natural Disaster and Mental Health in Asia’.

Penelitian tersebut kemudian menemukan istilah morbiditas psikiatri, yang mengacu pada kerusakan fisik dan psikologis akibat kondisi kejiwaan. Hasil dari penelitian pun menunjukkan bahwa gangguan kecemasan sebagai dampak langsung dari kejadian yang traumatis jamak ditemukan pada bulan pertama setelah gempa. Umumnya, korban bencana mengalami depresi. Mereka biasanya akan menganggur sambil terus memikirkan beban untuk kembali membangun rumahnya dan mengalami kesulitan menyesuaikan diri di tempat relokasi.

Post-traumatic Stress Disorder (PTSD) Mengintai

Dari berbagai jenis gangguan jiwa, Post-traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan salah satu jenis gangguan yang paling banyak dialami oleh korban bencana. PTSD adalah kondisi mental ketika seseorang mengalami serangan panik yang dipicu oleh trauma pengalaman masa lalu. Mengerikannya bencana alam yang dialami dapat menjadi salah satu hal yang mungkin membekas di pikiran para korban. Itulah sebabnya banyak korban bencana alam yang rentan akan gangguan jiwa yang satu ini.

Meski dapat terjadi pada setiap orang, baik pria maupun wanita, dewasa maupun anak-anak, menurut penelitian, PTSD lebih banyak dialami oleh para wanita. Sebab, wanita umumnya lebih sensitif terhadap perubahan daripada pria, sehingga mereka akan mengalami emosi yang lebih intens. Selain wanita, PTSD juga rentan terjadi pada anak-anak. Jika tidak ditangani dengan baik, akan terbawa hingga usia dewasa.

Sebelum mengalami PTSD, biasanya akan terjadi fase akut yang berlangsung mulai dari 3 hari hingga 1 bulan pasca trauma (gangguan stres akut). Bila tidak ditangani dengan baik, gangguan stres akut itu dapat berlanjut menjadi PTSD.

Perlu diketahui bahwa, di dalam otak manusia, terdapat bagian yang disebut amigdala. Amigdala merupakan pusat rasa takut. Ketika terjadi gangguan psikologis akibat suatu kejadian, amigdala akan teraktivasi dan mengirim sinyal ke berbagai otak lainnya. Seperti misalnya ketika amigdala mengirim sinyal ke batang otak, terjadilah peningkatan denyut jantung (berdebar-debar) dan pembuluh darah perifer menciut sehingga orang menjadi pucat.

Amigdala juga mengirim sinyal ke pusat yang mengatur pernapasan, sehingga napas orang yang mengalami trauma menjadi pendek atau cepat. Peristiwa rasa takut yang hebat akan disimpan ke bagian otak yang disebut hipokampus yang akan memunculkan berulang kali peristiwa traumatik tersebut, tidak sama dengan penyimpanan memori biasa. Memori bencana traumatik disimpan lebih dalam dan lama, sulit atau tidak mungkin hilang.

Psikiater atau psikolog memegang peranan penting dalam upaya mengenali secara dini permasalahan kesehatan mental akibat bencana, dan menentukan langkah penanganan yang tepat. Jika kamu atau orang terdekatmu mengalami berbagai masalah kesehatan, termasuk kesehatan mental, jangan ragu untuk menggunakan fitur Chat atau Voice/Video Call pada aplikasi Halodoc, untuk bisa berbincang langsung dengan ahlinya. Dapatkan juga kemudahan membeli obat secara online, kapan saja dan di mana saja, hanya dengan men-download aplikasi Halodoc di Apps Store atau Google Play Store.

Baca juga:

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan