Fakta Tentang Batuk Rejan yang Dapat Dialami Anak

Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   26 Oktober 2020
Fakta Tentang Batuk Rejan yang Dapat Dialami AnakFakta Tentang Batuk Rejan yang Dapat Dialami Anak

Halodoc, Jakarta - Ada beberapa jenis batuk yang mungkin kamu jumpai, seperti batuk kering, batuk berdahak, dan batuk rejan. Di antara ketiganya, kamu perlu waspada terhadap batuk rejan, karena batuk ini menyerang paru-paru dan saluran pernapasan serta sangat berbahaya ketika menyerang bayi dan anak-anak.

Pertusis, begitu istilah medis dari batuk rejan, bisa dikenali dengan batuk keras yang terjadi secara terus-menerus. Sering kali, batuk ini diawali dengan tarikan napas panjang dan seperti melengking. Batuk ini bisa mengakibatkan pengidapnya mengalami kesulitan bernapas, bahkan berujung pada komplikasi yang lebih serius jika tidak segera ditangani. 

Penyebab Batuk Rejan

Batuk rejan merupakan jenis batuk yang sangat menular dan terjadi karena infeksi bakteri jenis Bordetella pertussis pada saluran pernapasan. Kondisi ini bisa berlangsung antara 4 hingga 8 minggu, sehingga penyakit ini juga sering disebut dengan batuk seratus hari. Selain batuk dan mengi, pertusis bisa diikuti dengan berbagai masalah kesehatan lainnya, seperti mata berair, demam, tenggorokan kering, dan hidung tersumbat

Baca juga: Si Kecil Mengidap Batuk Rejan, Ibu Harus Apa?

Batuk Rejan Sangat Rentan Menyerang Bayi dan Anak

Bayi, balita, dan anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terserang batuk rejan, terlebih bayi berumur di bawah 12 bulan dan balita berusia 1 hingga 4 tahun yang tidak mendapatkan vaksinasi DPT. Bahkan, melalui riset yang dipublikasikan oleh The Lancet, dikatakan bahwa terdapat sekitar 24,1 juta kasus batuk rejan pada tahun 2017 yang umumnya menyerang anak-anak. 

Fase Gejala Batuk Rejan

Gejala batuk rejan biasanya terjadi antara 5 hingga 10 hari setelah tubuh terinfeksi bakteri. Pada anak, gejalanya bisa lebih spesifik, seperti anak mengalami sesak napas ketika sedang tidur atau berbaring. Secara umum, gejala pertusis terbagi menjadi tiga fase dengan tanda yang berbeda pada setiap fasenya, yaitu:

  • Fase satu yang berlangsung selama sekitar 1 hingga 2 minggu. Gejala pada tahap ini terbilang ringan, seperti hidung tersumbat, demam, batuk berdahak, mata merah, dan berair.
  • Fase dua yang dikenal dengan fase paroksismal, biasanya berlangsung antara 1 hingga 6 minggu setelah fase pertama yang semakin memburuk. Tahapan ini ditandai dengan batuk yang lebih intens, terkadang bahkan tidak bisa berhenti hingga 10 menit.
  • Fase ketiga atau fase penyembuhan yang biasanya berlangsung antara 1 hingga 3 bulan. Meski tidak lagi bisa menularkan penyakit, tetapi infeksi bakteri dan virus lain masih tetap bisa terjadi, sehingga penyembuhan bisa berlangsung lebih lama.

Baca juga: Sama-Sama Batuk, Ini Bedanya Batuk Rejan dan Batuk Biasa

Sekalipun masih ringan dan berada pada fase satu, segera lakukan pengobatan jika anak terindikasi gejala batuk rejan. Pasalnya, risiko kematian lebih tinggi terjadi ketika penanganan terlambat dilakukan dan gejala memburuk serta masuk pada fase paroksismal. Ibu bisa menggunakan aplikasi Halodoc untuk memudahkan membuat janji dengan dokter anak di rumah sakit terdekat, supaya anak segera mendapatkan penanganan.

Komplikasi Batuk Rejan

Pada orang dewasa, batuk rejan yang tidak mendapatkan penanganan bisa berkembang menjadi kondisi yang lebih serius, seperti insomnia, penurunan berat badan, kesulitan bernapas ketika tidur, hingga pneumonia. Sementara itu, komplikasi yang terjadi pada anak bisa terbilang lebih serius.

Baca juga: Kenali 6 Jenis Batuk yang Dapat Terjadi pada Anak

Pasalnya, batuk yang tidak berhenti dapat mengakibatkan penurunan kerja paru-paru. Tidak hanya itu, anak yang mengalami henti napas sementara atau apnea yang berlangsung terus-menerus bisa berujung pada hipoksia. Sebuah studi yang dipublikasikan dalam JAMA Network pun mengungkapkan, bahwa bayi yang mengalami batuk rejan memiliki risiko lebih tinggi terserang epilepsi pada usia anak-anak. 

Referensi: 
Karene Hoi Ting Yeung, BSc., et al. 2017. Diakses pada 2020. An Update of the Global Burden of Pertussis in Children Younger Than 5 Years: a Modelling Study. The Lancet Infectious Diseases 17(9): 974-980.
Morten Olsen, M.D., Ph.D., et al. 2015. Diakses pada 2020. Hospital-Diagnosed Pertussis Infection in Children and Long-term Risk of Epilepsy. JAMA Network 314(17):1844-1849.
CDC. Diakses pada 2020. Pertussis (Whooping Cough).

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan