Gelombang Kedua COVID-19 Berpotensi Terjadi di RI, Apa Sebabnya?

Ditinjau oleh  dr. Fadhli Rizal Makarim   09 Juni 2021
Gelombang Kedua COVID-19 Berpotensi Terjadi di RI, Apa Sebabnya?Gelombang Kedua COVID-19 Berpotensi Terjadi di RI, Apa Sebabnya?

Halodoc, Jakarta - Gelombang kedua COVID-19 masih terjadi di beberapa negara, contohnya Inggris, Brazil, dan India. Di India gelombang kedua COVID-19 memukul telah fasilitas kesehatan di negara tersebut. Alhasil, banyak pengidap COVID-19 yang nyawanya tak bisa diselamatkan.

Pada Sabtu 24 April lalu, terdapat 346.786 kasus positif yang tercatat dalam 24 jam terakhir di negara tersebut. Angka ini mengalahkan rekor dunia yang dicetak Amerika Serikat pada Januari lalu. Kala itu AS melaporkankan nyari 300 ribu kasus positif dalam sehari.

Menurut data dari Worldometer, kemarin masih terjadi lonjakan kasus di India, sekitar 91.227 orang terinfeksi virus SARS-CoV-2 penyebab pagebluk COVID-19. Lantas, bagaimana dengan negara kita? Lonjakan kasus positif sayangnya juga masih terus terjadi.

Berdasarkan data dari Worldometer dan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 dalam Peta Sebaran, pada 8 Juni 2021, terdapat kasus terkonfirmasi sebanyak 6.293. Nah, pertanyaannya apakah gelombang kedua COVID-19 juga berpotensi terjadi di Indonesia?

Baca juga: Hadapi Virus Corona, Ini Hal yang Harus dan Jangan Dilakukan

Berpotensi Terjadi, Kok Bisa?

Berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah guna mencegah terjadinya gelombang kedua COVID-19 di Indonesia. Mulai dari menerapkan PSBB dan PPKM Mikro, memperketat protokol kesehatan, hingga melakukan program vaksinasi pada masyarakat. 

Meski begitu, menurut Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan COVID-19, Sonny Hari B Harmadi, potensi terjadinya gelombang kedua penularan COVID-19 bisa terjadi. Menurutnya ada dua faktor yang mendukung potensi tersebut. 

"Kemungkinan gelombang kedua itu bisa saja terjadi. Saat ini kenaikan kasus positif sudah mulai terjadi," ujarnya pada 22 Mei Lalu, dalam talkshow daring bertajuk "Varian Baru Covid-19”.

Sonny menuturkan, kontribusi kenaikan kasus Covid-19 terhadap pertambahan kasus COVID-19 di Indonesia memang meningkat drastis. 

"Ini yang kami kawatirkan, Ketua Satgas juga sudah sampaikan teori pingpong COVID-19 dari Jawa ke Sumatera, Sumatera ke Jawa dan seterusnya. Makanya kami melakukan berbagai upaya mitigasi agar apabila ada kenaikan, kita bisa menekan kenaikan itu semaksimal mungkin," jelasnya.

Sementara itu faktor penyebab kedua yang bisa meningkatkan potensi gelombang kedua COVID-19 adalah perilaku masyarakat. Artinya, tingkat kepatuhan protokol kesehatan (prokes) di kalangan masyarakat. Melalui talkshow daring tersebut, Sonny mengatakan tingkat kepatuhan prokes masyarakat menurun hampir sebulan terakhir. 

Di acara yang sama, dosen Biologi Molekuler Fakultas Kedokteran Unika Soegijapranata Semarang, Sugeng Ibrahim mengatakan, juga berpendapat senada. Ia mengatakan, kepatuhan masyarakat terhadap prokes yang menurun menjadi faktor utama potensi terjadinya gelombang kedua COVID-19 di Indonesia. 

Baca juga: Jumlah Vaksin Corona yang Dibutuhkan untuk Capai Herd Immunity

Gegara Euforia Vaksin

Kilas balik ke belakang, sebenarnya apa yang terjadi di India? Beberapa ahli mengatakan hal ini disebab oleh ganasnya mutasi virus corona di negara tersebut, dan melemahnya kontrol pemerintah dalam pembatasan kegiatan. 

Selain itu, ada pula dugaan lainnya yang menyebabkan terjadinya gelombang kedua COVID-19 di India. Menurut Prof. Dr. Drh. I Gusti Ngurah Kade Mahardika, Ahli Virologi Universitas Udayana, dalam laman Satuan Tugas Penanganan COVID-19, ada dugaan euforia vaksinasi di India menjadi faktor penentu terjadinya peristiwa tsunami COVID-19 tersebut. 

“Lingkup vaksinasi di India sebenarnya juga masih berkisar di angka 7 persen dari jumlah penduduknya, euforia vaksinasi di sana masih dini. Jangan sampai ini terjadi di Indonesia, karena lingkup vaksinasi di Indonesia baru menyentuh angka sekitar 2,5 persen dari jumlah penduduk,” terangnya.

Apa yang terjadi di India masih belum pasti disebabkan oleh mutasi virus corona. Namun, menurutnya kita bisa belajar bahwa kerumunan, dan euforia vaksinasi menjadi faktor terbesar yang membuat terjadinya tsunami COVID-19 di India. Nah, hal ini bisa dicegah dengan bersama-sama mematuhi protokol kesehatan.

Gelombang kedua kasus di beberapa negara seperti India, sebaiknya menjadi pembelajaran kita bersama. Pertama, ingatlah vaksinasi tidak membuat diri kebal 100 persen terhadap serangan virus corona. Oleh sebab itu, meski telah divaksin kita tetap harus menerapkan prokes dengan ketat dan disiplin. 

Baca juga: Kasusnya Meningkat , Ini 8 Cara Perkuat Sistem Imun Tangkal Virus Corona

Kedua, apa pun nama atau alasannya, kerumunan masyarakat dapat memicu terjadinya peningkatan kasus COVID-19. Enggak percaya? Lihatlah faktanya di India. Beberapa bulan lalu terdapat festival keagamaan yang dihadiri oleh 5 juta orang di kota Haridwar. Sebagian besar yang datang ke acara tersebut tidak mengenakan masker. Apa dampaknya? Menurut pejabat kota setempat terdapat ribuan kasus infeksi yang menjangkiti peserta festival tersebut.

Mau terhindar dari gelombang kedua COVID-19? Yuk, taati protokol kesehatan secara ketat dan disiplin. Selain itu, di tengah pandemi COVID-19, kamu harus senantiasa menjaga sistem kekebalan tubuh. Kamu bisa kok membeli vitamin atau suplemen menggunakan aplikasi Halodoc, agar sistem imun selalu prima. 



Referensi:
Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Diakses pada 2021. Data Sebaran
Worldometer. Diakses pada 2021. COVID Live Update:
Satuan Tugas Penanganan COVID-19. Diakses pada 2021. Patuhi Prokes Demi Hindari Tsunami COVID-19.
BBC. Diakses pada 2021. India Covid: How bad is the second wave?
DW - Deutsche Welle. India: Hindu festival turns to superspreader event as COVID infections soar
Detik.com. Diakses pada 2021. RI Berpotensi Hadapi Gelombang Kedua Corona, Ini Penjelasan Satgas
Kompas.com. Diakses pada 2021. Satgas Sebut Gelombang Kedua Covid-19 di Indonesia Berpotensi Terjadi, Ini Sebabnya 
Kompas.com. Diakses pada 2021. Pakar Nilai jika Gelombang Kedua Covid-19 Terjadi di Indonesia Bukan karena Mutasi Baru, tetapi

Mulai Rp50 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Ahli seputar Kesehatan