Infeksi COVID-19 Bisa Berdampak pada Acute Respiratory Distress Syndrome

“Pengidap COVID-19 yang meninggal umumnya karena mengalami komplikasi selama perawatan. Salah satu komplikasi yang perlu diwaspadai, yaitu acute respiratory distress syndrome (ARDS). Kondisi ini cukup berbahaya dan berpotensi fatal. Meskipun begitu, ada beberapa penanganan yang bisa diupayakan.”
Halodoc, Jakarta – Mayoritas orang yang terinfeksi COVID-19 mengalami gejala ringan. Sebagian lainnya mungkin memerlukan rawat inap di rumah sakit, sedangkan pada beberapa pada beberapa pengidap lainnya virus corona bisa berdampak pada kematian. Pengidap COVID-19 yang meninggal biasanya karena mengalami komplikasi selama perawatan.
Salah satu komplikasi yang mengancam jiwa pengidap COVID-19 yaitu ARDS (acute respiratory distress syndrome). Penelitian yang dilakukan JAMA Internal Medicine menunjukkan, lebih dari 40 persen individu dalam penelitian yang dirawat di rumah sakit karena COVID-19 yang parah dan kritis mengembangkan ARDS. Sementara itu, lebih dari 50 persen orang yang didiagnosis meninggal akibat ARDS.
Baca juga: Sesak Napas Akibat Edema Paru, Ini Cara Pencegahannya
Hubungan Infeksi COVID-19 dengan ARDS
Sebelum adanya pandemi COVID-19, istilah acute respiratory distress syndrome (ARDS) atau gangguan pernapasan akut mengacu pada jenis gangguan kerusakan paru-paru yang bisa diakibatkan oleh berbagai penyebab. Termasuk penyakit infeksi, trauma, atau sebagai komplikasi yang terjadi setelah prosedur medis tertentu.
ARDS adalah kondisi pernapasan yang berbahaya dan berpotensi fatal, di mana paru-paru mengalami cedera serius dan luas yang mengurangi kemampuannya untuk menyediakan oksigen yang cukup bagi organ-organ tubuh.
Kondisi ini menyebabkan cairan menumpuk di paru-paru, yang kemudian mengurangi oksigen darah ke tingkat yang sangat rendah. Maka itulah, ARDS menjadi keadaan darurat medis.
COVID-19 menyebabkan perubahan patologis ARDS yang khas berupa kerusakan alveolar difus di paru-paru. Saat pengidap COVID-19 mengalami penyakitnya, ARDS adalah dampak jangka panjang disertai fibrosis paru yang muncul sebagai bagian dari COVID-19. Ketika virus penyebab COVID-19 masuk ke dalam tubuh, seringkali menempel pada sel-sel di saluran napas bagian atas. Hal ini memicu respons kekebalan yang menyebabkan peradangan, sehingga menunjukkan gejala seperti batuk, sakit tenggorokan, dan demam.
Pada beberapa kasus, virus berjalan di luar saluran napas bagian atas, bergerak melalui paru-paru, dan berakhir di alveoli. Ketika ini terjadi, COVID-19 bisa menyebabkan ARDS.
Kondisi ini biasanya terjadi sekitar delapan hari setelah munculnya gejala awal. Faktor risiko tertentu meningkatkan kemungkinan perkembangan ARDS pada pengidap COVID-19, termasuk usia lanjut, pengidap diabetes, dan tekanan darah tinggi.
Baca juga: Sesak Napas Akibat Edema Paru, Ini Cara Pencegahannya
Penanganan ARDS pada Pengidap COVID-19
Perawatan untuk ARDS biasanya bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen darah, memberikan bantuan pernapasan, dan mengobati penyebab penyakit yang mendasarinya.
- Oksigen dan Ventilator. Sebagian besar pengidap COVID-19 dengan ARDS ditempatkan pada ventilator mekanik yang tersedia di rumah sakit. Ventilator mengambil alih pernapasan seseorang ketika pengidap tidak bisa bernapas sendiri.
- Obat-obatan untuk mengatasi gejala. Biasanya pengidap diberikan diuretik untuk membantu membersihkan kelebihan cairan di paru-paru dan obat pereda nyeri untuk meredakan ketidaknyamanan.
- Mengobati penyebab dasar. Selain meningkatkan kadar oksigen darah, kondisi medis yang mendasar. Pada beberapa kasus, jika perawatan ventilator gagal untuk meningkatkan kadar oksigen darah secara memadai atau jika pasien tidak cocok dengan ventilasi mekanis, dokter akan menempatkan pasien ARDS pada terapi Extracorporeal Membrane Oxygenation, atau ECMO.
- Melakukan posisi tengkurap (teknik proning). Untuk ARDS pada pengidap COVID-19, pengidap diarahkan untuk berbaring tengkurap (dengan menyalakan atau mematikan ventilator) untuk membantu pengidap menggunakan bagian paru-paru yang tidak digunakan saat berbaring telentang.
Baca juga: Ini Tes untuk Diagnosis Acute Respiratory Distress Syndrome
Pada beberapa kasus, jika perawatan ventilator gagal untuk meningkatkan kadar oksigen darah secara memadai atau jika pengidap tidak cocok dengan ventilator, maka pengidap COVID-19 perlu ditempatkan pada terapi Extracorporeal Membrane Oxygenation, atau ECMO. Dalam terapi ECMO, mesin mengambil alih fungsi yang biasanya dilakukan oleh paru-paru, bahkan jantung.
Itulah yang perlu diketahui mengenai acute respiratory distress syndrome. Jika kamu ingin tahu lebih banyak mengenai kondisi ini, diskusikan lebih banyak dengan dokter melalui aplikasi Halodoc. Yuk, download aplikasi Halodoc sekarang juga!

Referensi:
Yale Medicine. Diakses pada 2021. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
NCBI. Diakses pada 2021. COVID‐19 acute respiratory distress syndrome (ARDS): clinical features and differences from typical pre‐COVID‐19 ARDS
The Lancet. Diakses pada 2021. COVID‐19 acute respiratory distress syndrome (ARDS): clinical features and differences from typical pre‐COVID‐19 ARDS
Choose PT. Diakses pada 2021. Surviving COVID-19 and ARDS: What You Should Know