Kerja Tanpa Istirahat Alias Hustle Culture, Apa Dampaknya bagi Tubuh?
Hustle culture mendorong kerja terus-menerus yang berisiko menimbulkan burnout serta gangguan fisik dan mental.

DAFTAR ISI
- Apa Itu Hustle Culture?
- Dampak Negatif Hustle Culture pada Tubuh
- Gejala Kelelahan Akibat Hustle Culture
- Dampak Buruk Hustle Culture Menurut Riset
- Bagaimana Dampaknya pada Kesehatan Mental?
- Tips Menjaga Keseimbangan Hidup dan Kerja
- Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional?
Bekerja keras adalah hal yang baik, tetapi bila tak kenal istirahat tentunya bisa berdampak buruk bagi kesehatan.
Budaya untuk bekerja secara maksimal tanpa istirahat ini disebut dengan istilah hustle culture. Bagai sebuah standar sosial, hustle culture dapat memberikan tekanan yang tidak perlu pada seseorang.
Satu dampak yang sering terjadi adalah rasa lelah karena status sosial dikaitkan dengan jumlah pekerjaan yang dilakukan, dan mengabaikan kehidupan pribadi di luar pekerjaan.
Lambat laun, hal ini dapat memberikan dampak buruk, tak hanya pada fisik, melainkan juga psikologis.
Apa Itu Hustle Culture?
Hustle culture adalah istilah yang menggambarkan gaya hidup kerja yang menekankan produktivitas tinggi, kerja keras tanpa henti, dan pengorbanan waktu pribadi demi mencapai kesuksesan.
Dalam hustle culture, seseorang dianggap sukses jika ia terus “sibuk” dan mengisi hampir seluruh waktunya dengan pekerjaan atau aktivitas produktif.
Fenomena ini banyak dipopulerkan di era digital melalui media sosial, terutama dengan munculnya tren motivasi kerja, entrepreneurship, dan gaya hidup “grind”.
Meski sekilas terlihat positif karena mendorong semangat kerja keras, hustle culture seringkali membuat individu mengabaikan kesehatan fisik, mental, serta keseimbangan hidup.
Dengan kata lain, hustle culture adalah budaya kerja yang mendorong orang untuk selalu aktif mengejar target, namun berisiko menimbulkan burnout jika tidak diimbangi dengan istirahat dan self-care.
Dampak Negatif Hustle Culture pada Tubuh
Kerja terus-menerus tanpa istirahat dapat memicu berbagai masalah kesehatan, antara lain:
- Stres Kronis: Tekanan untuk selalu produktif dapat meningkatkan kadar hormon kortisol, menyebabkan stres kronis.
- Gangguan Tidur: Kurang tidur akibat terlalu banyak bekerja dapat mengganggu ritme sirkadian tubuh.
- Masalah Pencernaan: Stres dan pola makan yang buruk dapat menyebabkan masalah pencernaan seperti sindrom iritasi usus (IBS).
- Penurunan Sistem Imun: Stres kronis dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, membuat lebih rentan terhadap penyakit.
- Kesehatan Mental: Hustle culture dapat memicu atau memperburuk masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.
Menurut WHO, stres kerja adalah masalah global yang memengaruhi kesehatan fisik dan mental pekerja di seluruh dunia.
Beban kerja berlebihan dan kurangnya dukungan sosial di tempat kerja dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan.
Gejala Kelelahan Akibat Hustle Culture
Beberapa gejala umum kelelahan akibat hustle culture meliputi:
- Merasa lelah sepanjang waktu, bahkan setelah istirahat.
- Sulit berkonsentrasi dan fokus.
- Mudah marah dan tersinggung.
- Sakit kepala atau nyeri otot.
- Penurunan motivasi dan minat pada pekerjaan.
Dampak Buruk Hustle Culture Menurut Riset
Untuk mengetahui dampak hustle culture pada kesehatan fisik, penelitian pada 2018 yang dipublikasikan di Current Cardiology Reports, mengambil sampel subjek dari Eropa, Jepang, Korea Selatan, dan Cina.
Hasilnya, mereka yang bekerja lebih dari 50 jam per minggu ditemukan memiliki peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular, seperti infark miokard (serangan jantung) dan penyakit jantung koroner.
Jam kerja yang panjang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah dan detak jantung karena aktivasi psikologis yang berlebihan dan stres.
Ini juga berkontribusi terhadap resistensi insulin, aritmia, hiperkoagulasi, dan iskemia di antara individu yang sudah memiliki beban aterosklerotik tinggi dan metabolisme glukosa yang terganggu (diabetes).
Risiko fibrilasi atrium juga meningkat pada orang yang bekerja 55 jam atau lebih per minggu.
Fibrilasi atrium adalah irama jantung yang tidak teratur, yang menyebabkan darah terkumpul di ruang atrium kiri dan dapat menyebabkan pembentukan gumpalan, yang kemudian dapat menyebabkan stroke.
Selain itu, mereka yang bekerja lebih dari 60 jam per minggu mengalami peningkatan cedera akibat kerja.
Penduduk Jepang yang bekerja 80 hingga 99 jam per minggu memiliki risiko 2,83 persen lebih besar terkena depresi, yang mengarah pada perilaku tidak sehat seperti merokok, mengonsumsi alkohol, dan tidak aktif secara fisik.
Yuk, ketahui juga Berbagai Tips & Trik Menjalani Hidup Sehat berikut ini.
Bagaimana Dampaknya pada Kesehatan Mental?
Bekerja keras tanpa istirahat dalam hustle culture meningkatkan risiko gangguan pada kesehatan mental.
Beberapa masalah yang sering dialami adalah gejala depresi, kecemasan, hingga pikiran untuk bunuh diri.
Dengan memaksa diri dengan pola pikir “go hard or go home”, hustle culture menempatkan tubuh dalam kondisi fight or flight. Stres terus-menerus ini melepaskan hormon stres (kortisol) dalam jumlah yang lebih tinggi dan untuk periode yang lebih lama.
Untuk menormalkan kadar kortisol yang meningkat ini, tubuh harus memasuki keadaan istirahat.
Namun, hustle culture tidak memberikan waktu untuk istirahat, sehingga kelelahan mental tidak bisa dihindari.
Stres terus-menerus dapat membahayakan kesehatan mental dan fisik.
Nah, setelah memahami dampak buruk hustle culture bagi kesehatan fisik dan mental, kamu sebaiknya menghindari budaya ini, ya.
Produktivitas tentu penting, tetapi ada saatnya untuk memprioritaskan kesejahteraan fisik dan mental.
Cobalah untuk meluangkan waktu untuk diri sendiri hari ini, dan berusahalah untuk menjalani kehidupan yang seimbang setiap harinya.
Pahami informasi lebih lanjut seputar Kesehatan Mental – Gejala, Penyebab, Pencegahan & Pengobatannya di sini.
Luangkan juga waktu untuk merawat diri, dengan cara makan makanan bergizi, olahraga teratur, dan istirahat yang cukup.
Tips Menjaga Keseimbangan Hidup dan Kerja
Menjaga keseimbangan antara hidup dan kerja adalah kunci untuk menghindari dampak negatif hustle culture. Beberapa tips yang dapat dicoba:
- Delegasikan Tugas: Jangan ragu untuk mendelegasikan tugas kepada orang lain jika memungkinkan.
- Prioritaskan Tugas: Fokus pada tugas-tugas yang paling penting dan mendesak.
- Nikmati Waktu Luang: Gunakan waktu luang untuk melakukan aktivitas yang disukai dan membuat rileks.
- Tetapkan Tujuan yang Realistis: Hindari menetapkan tujuan yang terlalu tinggi atau tidak realistis.
- Belajar Mengatakan Tidak: Jangan takut untuk menolak tugas atau proyek tambahan jika sudah merasa kewalahan.
Kapan Harus Mencari Bantuan Profesional?
Jika merasa kesulitan mengatasi dampak negatif hustle culture sendiri, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional.
Tanda-tanda bahwa kamu mungkin memerlukan bantuan meliputi:
- Merasa sangat stres atau cemas sepanjang waktu.
- Mengalami gangguan tidur yang parah.
- Kehilangan minat pada hal-hal yang sebelumnya disukai.
- Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri.
Profesional kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater dapat membantu mengidentifikasi masalah dan memberikan perawatan yang tepat.
Jika kamu mengalami masalah kesehatan akibat terjebak kondisi hustle culture, hubungi dokter di Halodoc saja!
Jangan khawatir, dokter di Halodoc tersedia 24 jam sehingga kamu bisa menghubunginya kapan pun dan dimana pun.
Tunggu apa lagi? Klik banner di bawah ini untuk menghubungi dokter terpercaya:



