Perbedaan Gejala Sindrom Lima dan Stockholm Syndrome

3 menit
Ditinjau oleh  dr. Rizal Fadli   07 Februari 2023

“Sindrom Lima adalah kebalikan dari Stockholm syndrome. Di mana pelaku membentuk emosi atau perasaan positif terhadap korban penculikan atau penyanderaan.”

Perbedaan Gejala Sindrom Lima dan Stockholm SyndromePerbedaan Gejala Sindrom Lima dan Stockholm Syndrome

Halodoc, Jakarta – Sindrom Lima dan Stockholm syndrome termasuk ke dalam jenis masalah kesehatan mental. Kedua gangguan tersebut memiliki keterkaitan, dengan arti yang terbalik satu sama lainnya.

Sindrom Lima dan Stockholm syndrome adalah dua gangguan yang terbentuk saat kasus penculikan. Keduanya terjadi secara tiba-tiba, yakni ketika munculnya ikatan antara korban dan pelaku.

Sederhananya, sindrom Lima adalah kondisi saat pelaku penculikan memiliki emosi positif terhadap korban. Sementara Stockholm syndrome adalah keadaan saat korban memiliki emosi positif terhadap pelaku.

Gejala Pengidap Sindrom Lima dan Stockholm Syndrome

Beberapa perbedaan gejala yang muncul dari pengidap sindrom Lima dan Stockholm syndrome, antara lain:

1. Sindrom Lima

Gangguan ini ditandai dengan terbentuknya ikatan positif antara korban dengan penculiknya. Secara umum, pengidap akan mengalami gejala berupa:

  • Berada dalam posisi sebagai pelaku.
  • Membentuk hubungan positif dengan korbannya
  • Merasakan empati terhadap kondisi korbannya.
  • Memperhatikan kebutuhan atau keinginan korbannya.
  • Mengembangkan perasaan keterikatan, kesukaan, atau bahkan kasih sayang pada korbannya.
  • Kesulitan berkonsentrasi

2. Stockholm Syndrome 

Orang yang memiliki Stockholm syndrome memiliki:

  • Rasa kagum pada penyandera atau penculiknya.
  • Menolak tindakan penyelamatan yang dilakukan oleh polisi atau pihak berwajib.
  • Berusaha untuk membela penyandera atau penculiknya.
  • Berusaha untuk menyenangkan hati pelaku penculikan.
  • Menolak memberikan kesaksian tentang tindak kejahatan yang sudah dilakukan oleh penyandera.
  • Tidak melakukan usaha apa pun, padahal memiliki kesempatan untuk melarikan diri.
  • Kesulitan berkonsentrasi.

Sejarah di Balik Nama Lima dan Stockholm

Sejarah di balik sindrom Lima dan Stockholm syndrome berasal dari nama daerah yang juga dijadikan sebagai nama dari gangguan.

1. Lima

Lima adalah nama ibu kota Peru. Pada tahun 1996, muncul sekelompok teroris yang menduduki kedutaan Jepang di Lima. Seiring dengan waktu, penculik memiliki hubungan positif dengan semua orang yang menjadi korban sandra. Akhirnya, mereka melepaskan korban, termasuk korban yang sudah memiliki kesepakatan.

2. Stockholm 

Stockholm merupakan satu kota di Swedia. Awal mulanya, terjadi perampokan bank pada 1973. Para penculik menyandera semua orang di dalam bank, termasuk pegawainya. Namun, setelah 6 hari, mereka semua dibebaskan. 

Ketika polisi meminta penjelasan dari saksi, beberapa pegawai bank menolak bersaksi untuk melawan perampok di pengadilan. Di sini, mereka sudah memiliki hubungan positif dan rasa empati dengan si perampok.

Sindrom Lima dan Stockholm syndrome merupakan perilaku yang berasal dari peristiwa traumatis. Jika tidak ditangani dengan tepat, kedua gangguan kesehatan mental di atas bisa menyebabkan gangguan stres pascatrauma.

Tak hanya itu, masalah kesehatan mental lain yang mungkin saja muncul, yakni trauma mendalam dan harga diri rendah. Pengidap juga kerap mengembangkan trust issue pada orang lain. 

Jika mengalami gejala yang disebutkan di atas atau kondisi mental lainnya, silakan tanyakan pada psikiater atau psikolog dan Dapatkan juga informasi lain seputar kesehatan mental dengan download Halodoc sekarang juga.

Referensi:
Emergency Live. Diakses pada 2023. Apa Itu Sindrom Lima? Apa Yang Membedakannya Dari Sindrom Stockholm Yang Terkenal?
The Sociological Quarterly. Diakses pada 2023. Stockholm Syndrome as Vernacular Resource.
Emergency Live. Diakses pada 2023. Sindrom Lima: Ketika Penculik Tetap Terikat Secara Emosional Dengan Penculiknya.

Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan