Risiko Disfungsi Kognitif setelah Sembuh COVID-19, Ini Faktanya

“COVID-19 akan sembuh setelah melakukan pengobatan dan isolasi mandiri selama 10–14 hari. Namun pada beberapa kasus, orang yang sudah sembuh sekalipun masih mungkin mengalami gejala hingga efek atau komplikasi yang memengaruhi kondisi kesehatan tubuh. Salah satu organ tubuh yang rentan mengalami kerusakan adalah otak.“
Halodoc, Jakarta – COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus corona. Hingga kini, virus tersebut masih menjadi pandemi di hampir seluruh dunia dan harus diwaspadai. Selain menimbulkan gejala penyakit, infeksi virus ternyata berisiko memicu komplikasi atau efek samping, meskipun seseorang sudah dinyatakan sembuh. Salah satu efek yang disebut bisa muncul adalah disfungsi kognitif. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Infeksi virus corona bisa memicu beragam gejala, termasuk gangguan pernapasan dan gangguan pencernaan. Namun, baru-baru ini ada penelitian yang menyebut bahwa COVID-19 mungkin berkaitan dengan disfungsi kognitif yang persisten. Penelitian yang dilaporkan di Alzheimer’s Association International Conference 2021 di Denver tersebut, juga menyinggung soal percepatan patologi dan gejala Alzheimer sebagai dampak dari disfungsi kognitif setelah sembuh dari COVID-19.
Baca juga: COVID-19 Dapat Sebabkan Kerusakan Otak Jangka Panjang?
Gangguan pada Otak Pengidap COVID-19
Otak manusia menjadi salah satu organ yang bisa mengalami dampak parah akibat infeksi virus corona. Katanya, banyak pengidap penyakit ini yang mengalami gejala neuropsikiatri, baik dalam jangka waktu pendek maupun dalam jangka panjang. Gejala yang muncul termasuk kehilangan kemampuan penciuman dan perasa, serta mengalami disfungsi kognitif dan fokus. Kondisi ini dikenal juga dengan istilah brain fog alias kabut otak.
Infeksi virus nyatanya bisa memengaruhi dan memberi perubahan pada organ otak. Ada sejumlah laporan yang menyebut bahwa pengidap COVID-19 mengalami penurunan kemampuan dalam mengingat, disfungsi bahasa, mudah lupa, sulit fokus, dan gangguan berpikir lainnya. Umumnya, gejala yang muncul bersifat ringan hingga sedang. Namun, gejala tersebut bisa bertahan lama dan menyebabkan kerusakan yang lebih parah pada otak.
Hingga kini, masih dilakukan penelitian untuk mengetahui mekanisme terjadinya disfungsi kognitif, serta kemungkinan dampaknya terhadap kesehatan kognitif dalam jangka panjang. Infeksi virus juga disebut memengaruhi jumlah oksigen yang diterima otak, yaitu menjadi lebih sedikit dan terbatas. Semakin lama, hal ini bisa meningkatkan risiko terjadinya stroke. Semakin lama, stroke dan kekurangan asupan oksigen bisa memicu kerusakan parah pada otak dan bisa berakhir pada peningkatan risiko Alzheimer di masa mendatang.
Baca juga: Gejala Tak Umum Corona yang Harus Diwaspadai
Risiko Lebih Tinggi pada Lansia
Kabar buruknya, kerusakan otak termasuk stroke disebut lebih rentan menyerang orang yang sudah lanjut usia alias lansia. Stroke ditemukan lebih rentan terjadi pada pengidap COVID-19 yang berusia di atas 70 tahun. Kendati begitu, orang yang berusia lebih muda tetap memiliki risiko. Pengidap infeksi virus corona disebut memiliki risiko hingga tujuh kali lipat untuk mengalami gangguan pada otak. Disfungsi kognitif juga menjadi hal yang harus diwaspadai.
Hal senada juga tertuang dalam temuan awal penelitian yang dipresentasikan di AAIC 2021, di mana lansia disebut lebih sering mengidap gangguan kognitif persisten, termasuk penurunan kemampuan indera penciuman setelah pemulihan dari infeksi SARS-CoV-2. Setelah sembuh dari COVID-19, ditemukan juga risiko peningkatan biomarker alzheimer di dalam darah. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan risiko terjadi Alzheimer. Namun, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melihat kaitan antara kondisi-kondisi tersebut.
Baca juga: Kacamata Bisa Cegah Virus Corona, Mitos atau Fakta?
Cari tahu lebih lanjut seputar infeksi COVID-19 dan apa saja gejala serta efek samping yang bisa muncul. Kamu bisa menanyakannya pada dokter di aplikasi Halodoc. Lebih mudah untuk berbicara dengan ahli kesehatan melalui Video/Voice Call atau Chat. Kamu juga bisa menyampaikan keluhan kesehatan yang dialami dan dapatkan rekomendasi dari ahlinya. Ayo, download aplikasi Halodoc di App Store atau Google Play!
