Inilah Faktor Risiko Penyakit Peritonitis

Ditinjau oleh  Redaksi Halodoc   05 Desember 2018
Inilah Faktor Risiko Penyakit PeritonitisInilah Faktor Risiko Penyakit Peritonitis

Halodoc, Jakarta – Peritonitis terjadi akibat infeksi bakteri atau jamur yang menyebabkan peradangan pada lapisan tipis dinding dalam perut (peritoneum). Terdapat dua jenis peritonitis, yaitu peritonitis primer (disebabkan oleh infeksi yang bermula dari peritoneum) dan peritonitis sekunder (akibat penyebaran infeksi dari saluran cerna). Kedua jenis peritonitis tersebut mengancam nyawa sehingga perlu ditangani segera setelah terdiagnosis.

Kenali Faktor Risiko Peritonitis yang Mengancam Nyawa

Risiko terjadinya peritonitis tergantung pada jenis infeksi yang terjadi. Pada peritonitis primer, risiko infeksi meningkat pada orang yang mengidap sirosis atau sedang menjalani cuci darah melalui perut (Continuous Ambulatory Dialysis/CAPD). Sementara pada peritonitis sekunder, risiko infeksi meningkat pada orang yang mengalami pecah organ dalam, luka pada perut akibat cedera atau pasca pembedahan rongga perut, serta mengidap radang panggul, penyakit saluran cerna (seperti penyakit Crohn atau divertikulitis) dan pankreatitis.

Gejala umum peritonitis adalah demam, nyeri perut saat disentuh, perut kembung, mual, muntah, nafsu makan menurun, diare, sulit buang gas, konstipasi, lemas, jantung berdebar, terus-menerus merasa haus, dan jumlah urine yang dikeluarkan lebih sedikit. Jika kamu mengalami tanda dan gejala tersebut, segera bicara pada dokter untuk dilakukan diagnosis.

Cara Diagnosis dan Mengobati Peritonitis

Diagnosis peritonitis dilakukan dengan menanyakan gejala dan riwayat kesehatan, serta pemeriksaan fisik dengan menekan lembut dinding perut. Jika kamu sedang menjalani CAPD, dokter melakukan diagnosis peritonitis dengan melihat cairan yang keluar dari peritoneum. Jika diperlukan, dokter melakukan pemeriksaan penunjang berupa:

  • Tes darah, untuk menghitung jumlah sel darah putih.

  • Uji pencitraan, yakni foto Rontgen atau CT scan. Tujuannya untuk memeriksa adanya lubang atau robekan lain pada saluran cerna.

  • Analisis cairan peritoneum (paracentesis), untuk melihat ada atau tidaknya infeksi atau peradangan.

Jika diagnosis sudah ditetapkan, pengidap peritonitis dianjurkan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit. Beberapa penanganan untuk mengobati peritonitis di antaranya adalah pemberian obat-obatan (seperti antibiotik suntik atau obat antijamur) dan pembedahan. Prosedur pembedahan dilakukan untuk membuang jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan pada organ dalam.

Apabila pengidap peritonitis mengalami sepsis atau infeksi sudah menyebar ke aliran darah, dokter mungkin memberikan obat tambahan seperti obat untuk menjaga tekanan darah. Sementara untuk pengidap peritonitis yang sedang menjalani CAPD, dokter menyuntikkan obat langsung ke dalam rongga peritoneum dan menyarankan untuk menghentikan aktivitas CAPD hingga sembuh dari peritonitis.

Peritonitis Bisa Dicegah, Begini Caranya

Pencegahan peritonitis tergantung pada faktor risikonya. Misalnya pemberian antibiotik untuk mencegah peritonitis pada pengidap sirosis. Sementara bagi pengidap yang sedang menjalani CAPD, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  • Cuci tangan pakai sabun hingga bersih sebelum menyentuh kateter.

  • Rutin bersihkan kulit di sekitar kateter dengan antiseptik.

  • Simpan perlengkapan CAPD pada tempat yang bersih.

  • Gunakan masker saat melakukan CAPD.

  • Hindari tidur dengan binatang peliharaan.

Itulah faktor risiko peritonitis yang perlu diketahui. Kalau kamu mengalami nyeri perut yang disertai gejala di atas, segera bicara pada dokter Halodoc untuk mencari tahu penyebab dan mendapat penanganan yang tepat. Kamu bisa menggunakan fitur Contact Doctor yang ada di aplikasi Halodoc untuk bertanya pada dokter via Chat, dan Voice/Video Call. Yuk, download aplikasi Halodoc di App Store atau Google Play sekarang juga!

Baca Juga:

 

Mulai Rp25 Ribu! Bisa Konsultasi dengan Dokter seputar Kesehatan