halodoc-banner
  • Kamus Kesehatan A-Z
  • Perawatan Khusus keyboard_arrow_down
  • Cek Kesehatan Mandiri keyboard_arrow_down
close
halodoc-logo
Download app banner

sign-in logo Masuk

home icon Beranda


Layanan Utama

keyboard_arrow_down
  • Chat dengan Dokter icon

    Chat dengan Dokter

  • Toko Kesehatan icon

    Toko Kesehatan

  • Homecare icon

    Homecare

  • Asuransiku icon

    Asuransiku

  • Haloskin icon

    Haloskin

  • Halofit icon

    Halofit

Layanan Khusus

keyboard_arrow_down
  • Kesehatan Kulit icon

    Kesehatan Kulit

  • Kesehatan Seksual icon

    Kesehatan Seksual

  • Kesehatan Mental icon

    Kesehatan Mental

  • Kesehatan Hewan icon

    Kesehatan Hewan

  • Perawatan Diabetes icon

    Perawatan Diabetes

  • Kesehatan Jantung icon

    Kesehatan Jantung

  • Parenting icon

    Parenting

  • Layanan Bidan icon

    Layanan Bidan

Cek Kesehatan Mandiri

keyboard_arrow_down
  • Cek Stres icon

    Cek Stres

  • Risiko Jantung icon

    Risiko Jantung

  • Risiko Diabetes icon

    Risiko Diabetes

  • Kalender Kehamilan icon

    Kalender Kehamilan

  • Kalender Menstruasi icon

    Kalender Menstruasi

  • Kalkulator BMI icon

    Kalkulator BMI

  • Pengingat Obat icon

    Pengingat Obat

  • Donasi icon

    Donasi

  • Tes Depresi icon

    Tes Depresi

  • Tes Gangguan Kecemasan icon

    Tes Gangguan Kecemasan


Kamus Kesehatan

Artikel

Promo Hari Ini

Pusat Bantuan

Chat dengan Dokter icon

Chat dengan Dokter

Toko Kesehatan icon

Toko Kesehatan

Homecare icon

Homecare

Asuransiku icon

Asuransiku

Haloskin icon

Haloskin

Halofit icon

Halofit

search
Home
Kesehatan
search
close

Botulisme

REVIEWED_BY  dr. Rizal Fadli  
undefinedundefined

Apa Itu Botulisme?

Botulisme adalah gangguan kesehatan berupa keracunan yang cukup serius. Adapun penyebab kondisi keracunan ini adalah bakteri Clostridium botulinum.

Meskipun penyakit ini menjadi gangguan kesehatan yang langka, racun penyebabnya sangat berbahaya dan mematikan.

Bakteri dapat menghasilkan racun yang menyerang sistem saraf. Mulai dari saraf otak, tulang belakang, atau saraf lainnya yang bisa menyebabkan kelumpuhan otot.

Kelumpuhan ini dapat terjadi pada bagian otot yang mengendalikan pernapasan. Hal ini dapat menyebabkan kematian jika penanganan tak segera pengidapnya terima.

Bakteri penyebab botulisme dapat masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan tertentu atau luka terbuka pada tubuh. Selain itu, penyakit ini juga

Penyebab Botulisme

Penyebab kondisi ini adalah bakteri Clostridium botulinum. Bakteri ini bisa berada pada debu, tanah, sungai, atau dasar laut.

Sebenarnya bakteri ini tak berbahaya bila berada dalam kondisi lingkungan yang normal.

Namun, bila berada pada lingkungan yang kekurangan oksigen, bakteri ini akan melepaskan racunnya.

Contohnya, jika berada dalam kaleng tutup botol, tubuh manusia, atau tanah yang tidak bergerak. 

Faktor Risiko

Setidaknya ada beberapa faktor yang bisa memicu terjadinya kondisi ini, misalnya:

  • Penyalahgunaan NAPZA, bakteri penyebabnya bisa menyebabkan kontaminasi zat yang terkandung dalam narkoba.
  • Sering mengonsumsi makanan kalengan rendah asam, apalagi jika pengemasannya tidak baik.
  • Sering terpapar tanah, atau memiliki pekerjaan yang kondisi lingkungannya bertanah. 

Jenis-Jenis Botulisme

Kondisi ini memiliki beberapa jenis berbeda yang terbagi berdasarkan pemicunya, yaitu:

1. Botulisme Keracunan Makanan

Merupakan jenis yang muncul akibat konsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri C. Botulinum.

Khususnya makanan kalengan seperti ikan atau daging kalengan yang pengolahannya kurang baik baik.

Selain makanan kaleng, ada beberapa jenis makanan yang juga rentan mengandung bakteri ini, yaitu:

  • Ikan fermentasi, diasapkan, atau ikan asin.
  • Sayuran atau buah rendah asam kalengan.

Jika seseorang mengonsumsi makanan yang mengandung racun penyebab kondisi ini, maka racun tersebut akan mengganggu fungsi saraf, sehingga mengakibatkan kelumpuhan.

2. Botulisme Luka

Botulisme luka atau wound botulism adalah jenis yang muncul akibat luka pada pengidap yang terinfeksi bakteri.

Bakteri ini nantinya akan berkembang biak, kemudian memproduksi racun yang menyebabkan kondisi ini.

3. Botulisme Bayi

Infant botulism atau botulisme bayi adalah jenis yang terjadi saat bayi menelan spora Clostridium botulinum.

Spora ini umumnya terdapat pada tanah atau madu. Spora ini nantinya bisa berkembang biak dan memproduksi racun, tepatnya pada saluran pencernaan.

Dalam kebanyakan kasus, kondisi ini umumnya terjadi pada bayi berusia bawah satu tahun. 

4. Usus Dewasa

Jenis botulisme ini menjadi botulisme yang sangat langka.

Kondisi ini dapat terjadi ketika spora bakteri masuk ke dalam usus dewasa, berkembang, dan menghasilkan racun yang serupa dengan jenis botulisme bayi.

Orang dengan riwayat gangguan kesehatan pada usus berisiko mengalami jenis ini.

5. Latrogenik

Jenis ini terjadi ketika terlalu banyak racun botulinum yang disuntikkan untuk kepentingan kosmetik atau medis (botox).

Misalnya seperti suntuk botox untuk keriput, atau alasan medis, seperti untuk sakit kepala migrain.

6. Inhalasi

Jenis ini sangat jarang terjadi. Namun, kondisi ini dapat terjadi ketika kamu menghirup udara yang mengandung racun. 

Gejala Botulisme

Ketika penyakit ini menyerang seseorang, maka pengidapnya akan mengalami beberapa gejala.

Namun, gejalanya dapat berbeda pada tiap pengidapnya. Sebab, kemunculan gejala dan apa saja gejala akan tergantung pada jenisnya. 

Secara umum gejala bisa muncul dalam hitungan jam atau beberapa hari setelah seseorang terpapar racun dari bakteri Clostridium botulinum.

Ketika terpapar, beberapa gejala awal penyakit ini dapat meniru gangguan pencernaan. Mulai dari kram perut, mual, muntah, diare, dan sembelit.

Tanpa penanganan sedari awal, racun dari bakteri yang masuk ke dalam tubuh akan mengganggu fungsi saraf dan menyebabkan kelumpuhan otot.

Ketika kelumpuhan otot sudah terjadi, berikut adalah gejala yang dapat muncul:

  • Penglihatan ganda atau kabur.
  • Kesulitan menelan atau disfagia dan sulit menarik napas. 
  • Penurunan kemampuan berbicara, sehingga pengidap kondisi ini menjadi cadel. 
  • Mulut kering.
  • Terjadi kelemahan pada otot wajah dan kelumpuhan atau sulit menggerakkan badan.
  • Kelopak mata terkulai. 

Sementara itu, gejala pada foodborne botulism, umumnya muncul 12–36 jam atau beberapa hari setelah racun masuk ke dalam tubuh.

Sedangkan pada kasus wound botulism, gejala biasanya baru muncul 10 hari setelah paparan racun.

Pada kasus infant botulism atau botulisme bayi, gejala biasanya muncul 18–36 jam setelah tubuh terpapar racun.

Adapun gejala dari infant botulism meliputi:

  • Sembelit atau konstipasi.
  • Bayi menjadi mudah rewel atau menangis, namun suara tangisannya lemah. 
  • Cenderung mengeluarkan banyak liur (mengiler). 
  • Tampak mengantuk dan lemas, dengan gerakan yang terlihat terkulai. 
  • Bayi mengalami kesulitan mengontrol gerak kepala.
  • Tampak kesulitan untuk mengisap ASI atau mengunyah makanan.
  • Bayi juga dapat menjadi lumpuh (tidak bergerak sama sekali).

Diagnosis

Jika kamu menduga bahwa kamu atau seseorang yang kamu kenal mengalami botulisme, segeralah cari bantuan medis.

Sebab, pemeriksaan dan pengobatan sedari awal sangat penting dalam mencegah risiko komplikasi  yang dapat mengancam keselamatan.

Untuk mendiagnosis penyakit ini, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik, mencatat tanda atau gejala keracunan.

Dokter juga akan melakukan wawancara medis dengan bertanya tentang makanan yang pengidapnya konsumsi dalam beberapa hari terakhir.

Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan sumber racun, dan apakah ada orang lain yang makan makanan yang sama.

Kemudian, dokter juga akan bertanya tentang apakah ada luka yang muncul atau tidak.

Dokter juga mungkin akan mengambil sampel darah atau feses untuk mendeteksi keberadaan racun.

Namun, hasil tes ini mungkin memakan waktu berhari-hari. Karena itu, kebanyakan dokter mengandalkan pengamatan klinis terhadap gejala untuk membuat diagnosis.

Sementara itu, beberapa gejala kondisi ini dapat meniru penyakit dan kondisi lain.

Berdasarkan hal ini, dokter mungkin juga akan memesan tes tambahan untuk menyingkirkan penyebab lainnya. Tes-tes ini mungkin termasuk:

  • Elektromiografi (EMG) untuk mengevaluasi respon otot.
  • Pemindaian pencitraan untuk mendeteksi kerusakan internal pada kepala atau otak.
  • Tes cairan tulang belakang untuk menentukan apakah infeksi atau cedera pada otak atau sumsum tulang belakang menyebabkan gejala.

Komplikasi Botulisme

Jika tidak tertangani dengan cepat dan benar, pengidap kondisi dapat berisiko terkena beberapa komplikasi seperti:

  • Gangguan pernapasan.
  • Kesulitan berbicara.
  • Sulit menelan.
  • Merasa lemah terus-menerus.
  • Nafas menjadi pendek.
  • Kematian.

Pengobatan Botulisme

Pengidap botulisme perlu menjalani rawat inap di rumah sakit.

Pengobatan ini bertujuan untuk menetralisir racun, sehingga fungsi tubuh bisa kembali normal. 

Perlu diketahui bahwa pengobatan yang dilakukan oleh pengidap botulisme bukan untuk mengatasi kelumpuhan otot dan gangguan pernapasan yang sudah terjadi.

Pengobatan dilakukan untuk mencegah gejala semakin memburuk.

Berikut ini beberapa perawatan yang umumnya dokter lakukan:

  • Pemberian antitoksin. Pada pengidap botulisme keracunan makanan atau botulisme luka, biasanya dokter akan menyuntikkan antitoksin untuk mengurangi risiko komplikasi. Antitoksin dengan kandungan imun globulin botulisme biasanya diberikan untuk mengobati botulisme pada bayi.
  • Pemberian antibiotik. Tindakan ini bermanfaat bagi pengidap botulisme luka, sebab antibiotik bisa mempercepat pelepasan racun.
  • Alat bantu pernapasan. Dokter akan memasang alat ini jika pengidap mengalami kesulitan bernapas. Tujuannya untuk membantu mengatasi kelumpuhan yang bisa sembuh secara bertahap.
  • Pemasangan selang makan. Untuk memenuhi nutrisi, dokter akan memberikan selang makan kepada pengidap botulisme yang mengalami gangguan menelan. 
  • Terapi rehabilitasi. Dokter dapat menganjurkan terapi ini pada pasien yang kondisinya sudah stabil. Adapun tujuannya dari terapi rehabilitasi adalah untuk membantu pemulihan. Khususnya dalam berbicara dan menelan dan memperbaiki fungsi tubuh yang terkena dampak botulisme.

Pencegahan Botulisme

Dalam kebanyakan kasus, pencegahan untuk kondisi terbilang mudah. Adapun langkah yang dapat kamu lakukan untuk mengurangi risikonya adalah:

  • Jika ingin mengawetkan makanan, ikutilah teknik yang tepat saat mengalengkan makanan di rumah. Pastikan kamu mencapai tingkat panas dan asam yang memadai.
  • Berhati-hatilah dalam mengonsumsi ikan atau makanan laut lain yang diawetkan melalui fermentasi. 
  • Hindari mencicipi makanan kaleng yang sudah terbuka lama untuk mengetahui apakah rasanya masih enak atau tidak.
  • Pastikan untuk tidak mengonsumsi makanan kaleng makanan yang terbuka atau menggembung.  Buang semua kaleng yang menggembung, bocor, atau tampak rusak. 
  • Jika memiliki minyak yang mengandung herba atau bawang putih, pastikan untuk selalu menyimpannya dalam lemari es. 
  • Pastikan untuk memasak semua makanan yang kamu konsumsi hingga matang. 
  • Jika memanggang kentang menggunakan alumunium foil, biarkan kentang yang telah matang dalam foil tetap panas sampai kamu mengonsumsinya. 
  • Pastikan untuk tidak memberikan madu atau sirup jagung pada bayi  usia di bawah usia 12 bulan.

Selain itu, ada beberapa fakta penting mengenai kondisi ini. Ketahui lebih lanjut selengkapnya pada artikel berikut Fakta Penting mengenai Botulisme. 

Kapan Harus ke Dokter?

Segeralah mencari bantuan darurat medis seperti memeriksakan kondisi ke IGD jika kamu atau anak mengalami gejala botulisme.

Ingatlah bahwa pemeriksaan dan penanganan sedari awal dapat meningkatkan peluang kesembuhan dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi.

Gambar ini memiliki atribut alt yang kosong; nama berkasnya adalah KV2-Chat-Dokter-5-1024x161.jpg
Referensi:
Mayo Clinic. Diakses pada 2023. Diseases and Conditions. Botulism.
Healthline. Diakses pada 2023. Botulism.
Centers for Disease Control and Prevention. Diakses pada 2023. Botulism.
Web MD. Diakses pada 2023. Botulism.
Yankes.Kemkes. Diakses pada 2023. Mengenal Botulisme. 
Health.gov.NZ. Diakses pada 2023. Botulism. 
CDC.gov. Diakses pada 2023. Clinical Guidelines for Diagnosis and Treatment of Botulism 2021. 

TRENDING_TOPICS

VIEW_ALL
share on facebook
share on twitter
share on whatsapp
share on facebook
share on twitter
share on whatsapp